14 September 2010

Khutbah Idul Fitri 1431 H @ Masjid Raya Bani Umar Tanggal 11 September 2010

Event : Khutbah Idul Fitri 1431 H @ Masjid Raya Bani Umar
Tanggal : 11 September 2010
Pembicara : Prof Dr Said Agil Husin Al Munawwar, MA
Tema: Problematika Umat Islam Sebagai Sebuah Tantangan Masa Depan Yang Harus Dituntaskan

Hari Raya Idul Fitri merupakan rentetan dari pelaksanaan puasa Ramadhan yang telah dilaksanakan sebulan penuh dengan berbagai amaliah dan al akhairat, baik berupa shiyam, qiyam, tadarus, infaq, shadaqah dan ibadah mulia lainnya. Aktivitas yang kita laksanakan itu adalah sebuah implementasi dari firman Allah :

Qs Al Baqarah : 185

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Kata idul fitri bisa bermakna kembali kepada fitrah atau kesucian dan idul fitri juga adalah simbol kesuksesan yakni kesuksesan mensucikan diri dari berbagai sifat sifat yang tidak terpuji maka akan bertambah indah dan berseri kehidupannya, terhindar dari berbagai maksiat dan kejahatan. Hatinya bersih, jiwanya damai, pikirannya positif dan cemerlang, rasa solidaritasnya kuat, bersikap jujur, ikhlas dan tangguh dalam menghadapi berbagai hal yang melanda hidupnya karena selama bulan suci ramadhan dilatih untuk itu. kesucian dalam arti yang luas : kesucian jiwa, perilaku, pikiran, pekerjaan, lingkungan, persahabatan, pergaulan dan berbagai dimensi sosial kehidupan lainnya. bila prinsip kesucian ini betul betul dihayati dan dilaksanakan dalam berbagai aspek kehidupan tentulah akan menimbulkan dampak yang sangat positif. sebaliknya perilaku kotor yakni yang tidak sesuai dengan etika dan aturan agama maupun negara misalnya kekerasan, kecurangan, fitnah, perpecahan, intimidasi, korupsi, kolusi dan nepotisme, tentu bisa dihindari. Bila masing masing kita menonjolkan dan mengedepankan kesucian itu pastilah berbagai hal yang mengancam kerukunan hidup umat beragama, intergrasi bangsa, krisis ekonomi dan sebagainya dapat kita hindari.

Seluruh umat islam kini sedang berada di awal abad 21 yang diprediksi sarat dengan tantangan dan persaingan. Permasalahan yang timbul ketika ini ternyata sangat kompleks. Umat muslim dengan keragaman budaya, bangsa dan etniknya kerap menjadi sasaran dari sebuah perubahan yang sedang bergelinding ibarat bola salju yang siap menggilas siapa saja. Keadaan ini menimbulkan berbagai pertanyaan, apakah perubahan yang sedang dan terus berlangsung tersebut merupakan peluang atau sebaliknya, sebagai ancaman.

Dari perjalanan sejarah umat muslim di asia tenggara rata rata telah mencapai setengah abad terlepas dari empire colonial. Berdasar hitungan asia tenggara sebagai suatu pengalaman empiris yang memiliki makna tersendiri bagi kehidupan masa depan. Pengalaman seseorang memang berbeda, malangnya peristiwa berharga itu tidak dijadikan sebuah tekad dan berazam untuk merumuskannya dalam bentuk strategi yang ampuh. Bukankah niat baik dengan strategi yang lemah akan dikalahkan oleh niat jelek tetapi menggunakan strategi jitu ?

dalam percepatan perubahan zaman ketika ini, umat muslim asia tenggara ternyata masih jauh tertinggal dari negara negara belahan utara. Muslim di kawasan ini tertinggal dari persaingan pembangunan. Alasannya sederhana saja, bahwa asia tenggara terbelakang dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi modal utama menjadi sebuah bangsa yang maju. Harus diakui bahwa sumber daya manusia muslim di asia tenggara belum mencapai kadar kualitas bangsa yang maju. Malah sebaliknya, sedang mengalami krisis ekonomi dan krisis moral seperti di Indonesia. Krisis yang lebih konkrit tersebut kini telah menerpa para pemikir, pengusaha dan rakyat miskin. Kenyataan ini memerlukan nalar untuk menganalisa apa sebenarnya yang terjadi di balik fakta itu.

Data lapangan menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terus bertambah sedangkan kesempatan kerja tidak meningkat. Di lain pihak pertambahan penduduk sukar terbendung segingga membawa implikasi terhadap stabilitas sosial, politik, ekonomi dan ruang kehidupan. Bagaimanapun, kadar pertumbuhan penduduk yang pada awal abad 21 mencapai 5,5 milyar akan menjadi 10,7 tahun 2030. Kepadatan pendudukan diprediksi terjadi di negara negara dunia ketiga di afrika, amerika latin dan asia dengan rasio pertumbuhan sembilan orang dari sepuluh kelahiran. Kendati ini hanya suatu gejala dari suatu penyakit yang besar, tetapi bila salah dalam menetapkan kebijakan akan menimbulkan dampak negatif terhadap stabilitas pembangunan. Karena itu jika saja umat muslim lalai dalam menganalisis dan memahami gejala semacam itu maka keterbelakangan akan melekat kuat dalam proses kehidupan ini. Padahal agama mengajarkan umatnya untuk mampu memahami setiap gerak perubahan zaman dan melarang sikap berdiam diri apalagi tanpa memberikan kontribusi untuk kemajuan sendiri.

Apa yang ingin saya katakan ialah apakah berbagai ketertinggalan itu hanya dipandang sebagai nasib buruk yang sedang menimpa tanpa berusaha melakukan sebuah perubahan. Sekarang ini semua orang sedang berhadapan dengan perubahan zaman yang sarat keilmuan. Zaman teknologi informasi yang sedang berproses saat ibni secara radikal akan merubah system hidup manusia. Kedaan ini menimbulkan hipotesis apakah perubahan zaman yang sedemikian cepat akan bergerak secara lilier dengan kemajuan tantangan yang amat berat untuk dijawab. Ketertinggalan kualitas bangsa bangsa asia tenggara sekarang ini adalah terletak pada kualitas sumber daya manusia yang secara teoritis berada pada proses pendidikan. kata kunci inilah pokok semua pengolahan krisis. pendidikan dipandang sebagai variable menentukan dalam pembangunan.

Para pakar bidang pembangunan berpendapat bahwa pembangunan bukan sekedar proses produktivitas material saja tetapi sebuah proses yang bersifat universal meliputi ekonomi, sosial budaya dan pemikiran (Alesco, 1979) Kesemua faktor pembangunan tersebut metrupakan suatu system yang tidak dapat dipisahkan. Paradigma ini memperkenalkan kita kepada pendekatan menyeluruh dalam membangun potensi umat yang menunpu kepada basisi pengetahuan , keterampilan, dan nilai. Artinya rancangan pembangunan haruslah bersifat menyeluruh dan berusaha mengembangkan semua sektor. Jika tidak maka pembangunan itu akan kehilangan dinamikanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut