01 Februari 2012

Pengajian Masjid Raya Bani Umar Tema : Taubatnya Kaum Pendosa Tanggal : 31 Januari 2012

Event : Pengajian Masjid Raya Bani Umar
Tema : Taubatnya Kaum Pendosa
Tanggal : 31 Januari 2012
Pembicara : Ustadz Ramli dari Hurin In Center for Education and Humanity dan Ustadzah Ambar Sari Setiadi (Bedah buku : Allah Mengajariku)

Di sekitar Stasiun Tanah Abang kurang lebih 115 orang anak-anak yang tumbuh, berkembang dan dewasa dekat dengan komplek lokalisasi tuna susila, saat ini yang ditampung dan dididik oleh Lembaga Pendidikan dan Pengajaran Islam “Hurin’In” yang dikelola oleh Ramli Izhaque.

Beberapa dari anak-anak ini, ibunya bekerja sebagai tuna susila, neneknya berperan menjadi mucikari, sedangkan anak-anak perempuan atau cucunya disiapkan untuk menggantikan ibunya.

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi perempuan menjadi tuna susila diantaranya adalah rendahnya standar moral, kemiskinan, rendahnya pendapatan keluarga, rendahnya pendidikan, dan keinginan untuk memperoleh status sosial.

Berawal dari kondisi ini, dengan semangat Loving God (mencintai Tuhan), Blessing Others (mencintai sesama manusia), dan Self Improvement (meningkatkan kemampuan diri secara terus menerus). Acara yang dilakukan adalah memperkenalkan teknik Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) kepada peserta. Dengan teknik ini, kita berharap mereka bisa mengurangi berbagai masalah yang dihadapi, terutama yang berkaitan dengan kesehatan.

Hurin In Center bertempat di Jl. Jati Bunder VII Rt. 07 Rw. 09 No. 25 Tanah Abang Jakarta Pusat. Pesertanya 500 orang, terdiri dari anak-anak dan perempuan yang ber profesi sebagai PSK.

---

Tiap menjelang bulan Ramadhan ada saja sekelompok orang yang mengatasnamakan ormas Islam melakukan sweeping dan pembakaran di lokalisasi sepanjang Stasiun Tanah Abang sampai Pejompongan Jakarta. Namun, Yayasan Hurin In tidak menyetujuinya, mereka lebih memilih mendidik anak-anak pekerja seks komersial (PSK).

"Kami tidak menggunakan 'pendekatan masjid' tapi pendekatan sosial," kata Ramly Izhaque, pimpinan Yayasan Hurin In

Menurut Ramly, spirit Islam adalah membawa berkah bagi semesta. Tindakan destruktif ke lingkungan lokalisasi dinilainya tidak manusiawi. Ini pemahaman agama yang salah. ”Untuk itu kami bertekad untuk menyelamatkan generasi ketiga para PSK melalui pendidikan," ungkap Ramly

Mulanya, ia mulai berkisah, yayasan yang beralamat di jalan Jati Bunder 7 Rt 17 RW 09 No 25 Tanah Abang Jakarta ini didirikan oleh kedua pamannya pada tahun 1975. Ia memegang kepemimpinan yang keenam. "Awalnya pengajian saja. Pas saya pegang tahun 1998, saya reformasi dengan mengadakan pembenahan administrasi dan menambahkan kegiatan muatan lokal," tutur Ramly, yang sempat mengenyam pendidikan strata satu Fakultas Hukum Universitas Darul Ulum Jombang, Jatim.

Muatan lokal yang ia ajarkan adalah marawis, teater, paduan suara, prakarya dan pencak silat. Dan yang terpenting, pada masa itu, anak-anak PSK mulai menjadi perhatian khusus. ”Mulanya lima anak, sekarang yang terdaftar 113 santri. Sedangkan yang tidak tercatat sekitar 100 orang. 25 persen di antaranya adalah anak-anak PSK," tutur Ramly.

Banyaknya peserta didik, yayasan yang hanya berjarak 50 meter dengan lokalisasi, meminjam mushala, rumah penduduk dan aula kelurahan untuk pelajaran mengaji dan muatan lokal. Pendidikan informal ala Ramly ini mengarah ke pendidikan formal, dengan adanya absensi dan parameter pendidikan. “Materi pokoknya pendidikan keislaman. Ada yang khas, saya mengajarkan tafsir surat-surat pendek yang kontekstual,” ucapnya.

Untuk memutus generasi PSK, menurut Ramly, tidak cukup dengan mengadakan kegiatan di yayasan. Perlu usaha untuk memindahkan anak-anak PSK ke lingkungan lain. Yang selama ini telah ia lakukan adalah mengirimkannya ke pesantren. Dananya ada yang ditanggung orangtua masing-masing, namun ada juga dari yayasan.

Komitmennya yang kuat untuk mengangkat anak-anak marjinal, membuat Ramly lebih memilih tinggal di yayasannya dari Senin sampa Sabtu malam.”Bahkan untuk menjangkau anak-anak PSK, saya tidak sungkan menanggalkan baju ustadz saya untuk mencebur ke lokalisasi untuk pendampingan," ucapnya.

Menurut pimpinan yayasan yang pada tahun 2008 terdaftar di Notaris ini, penanganan anak-anak PSK harus serius. Umur 12 tahun mereka sudah mulai dilacurkan oleh orangtuanya. Lingkungan yang keras membentuk mereka menjadi pribadi-pribadi yang sangat reaktif. "Mereka sangat dekat dengan tindak kekerasan dan pelecehan," ujarnya serius.

Oleh karenanya, ia juga memimpikan melengkapi yayasannya dengan asrama dan studio musik. Tujuannya supaya anak didiknya merasa nyaman dan energinya terpusat pada pengembangan diri. "Dengan demikian mereka jadi tidak nyaman dengan lingkungan prostitusi, sehingga tidak ikut-ikutan," tukas Ramly.

Tidak hanya anak-anak, para PSK juga didampingi oleh Ramly. "Sebulan sekali PSK diajak ngumpul. Tapi nggak sentuh soal pekerjaan mereka. Sensitif, cuman ngaji," terang Ramly.

Terbentur Dana

Cita-citanya yang tinggi dan mulia kerap terbentur oleh dana. Selama ini, untuk biaya operasional didapat dari dana tromol dari anak-anak sebesar Rp 500 per hari. Selain itu dari uang bulanan berupa infak. "Tanpa sepengetahuan anak-anak, saya juga mengumpulkan barang-barang bekas seperti tempat air mineral dan kertas bekas," papar Ramly.

Selain terbentur pada dana, pendampingan yang dilakukan yayasan ini minim jejaring dengan lembaga lain. "Anak-anak PSK punya persoalan yang sangat kompleks terkait psikologinya. Bahkan ada kasus incest. Karena tidak ada siapa-siapa saya hadapi sendiri berbekal belajar dari buku," tandasnya.

---

Buku : Allah Mengajariku

Ambar Sari Setiadi adalah manusia biasa. Perempuan yang kini berusia 41 tahun ini hanyalah hamba Allah yang tak luput dari khilaf. Meskipun manusia biasa, Ambar ternyata bisa membuahkan ‘tetes-tetes embun’ berupa tulisan bertutur tentang kehidupan dirinya. Dari tulisan yang dikemas dalam buku bertajuk Allah Mengajariku, Ambar ingin berbagi hikmah dengan pembaca dari pengalaman dan pengetahuan pribadinya seputar hubungan manusia dengan Sang Khalik.

Dalam otobiografinya ini, Ambar membagi cerita perjalanan hidupnya dalam tiga episode, yang masing-masing terdiri dari tiga bab. Episode Pertama: Potret Masa Lalu Si Ambar, Episode Kedua: Langkah Menuju Pembersihan Diri; Episode Ketiga: Belajar Langsung dari Allah. Setiap episode memiliki cerita tersendiri, tapi berbenang merah dengan cerita lainnya. Misalnya: Ketika Ambar mengaku imannya mulai kendor, dia pernah meninggalkan shalat lima waktu dan mengaji karena merasa sudah berilmu dan berteman dengan jin untuk melancarkan sejumlah masalah. Untung saja, suatu ketika Ambar sadar akan kekhilafannya. Dia pun bertobat secara sungguh-sungguh [taubat nasuha].

Setelah bertobat, Ambar berusaha menata diri agar dengan menjalani pembersihan diri. Dia kembali menunaikan ibadah dengan istiqamah, mulai dari shalat, dzikir, membaca al-Qur’an, sampai melakukan uzlah [menyendiri agar merasa dekat dengan Allah. Ambar menuturkan proses pembersihan diri ini dalam episode kedua di buku ini. Kemudian, pada episode ketiga, Ambar menuliskan pengalamannya seputar pembelajarannya memahami Allah. Salah satunya dengan menimba ilmu dari kaum sufi.

Sepanjang rentang perjalanan hidupnya yang terbagi jadi tiga episode dalam buku ini, Ambar bukan bermaksud membanggakan kehidupan spritualnya, tetapi dia ingin kehidupan pribadinya bisa tercurahkan dan semoga bisa bermanfaat bagi orang lain, yang menjalani godaan kehidupan di dunia ini.

---

1 komentar:

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut