02 Juni 2014

Pengajian Al Dzakirah Masjid Daarut Tauhid 2 Juni 2014 Ustadz Jumharuddin Rasa Malu

Event : Pengajian Al Dzakirah Masjid Daarut Tauhid
Tanggal : 2 Juni 2014
Pemateri : Ustadz Jumharuddin
Tema : Rasa Malu

Tayasumuka fii wajhika laka shodaqoh. Senyummu ke wajah saudaramu adalah shodaqoh

Dalam kontek Muslimah, kita memahami bahwa mereka juga senantiasa dihiasi dengan rasa malu. Dalam Al-Qur’an diceritakan tentang salah satu putri nabi Syu’aib yang diperintahkan untuk memanggil nabi Musa, “kemudian datanglah kepada Musa salah satu dari kedua wanita itu, berjalan dengan malu-malu, ia berkata, ‘Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar memberi balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami” (QS. Al-Qashash: 25) Saat itu puteri nabi Syu’ain as berjalan dengan penuh rasa iffah (kebersihan jiwa) ketika bertemu dengan seorang laki-laki. Berjalan dengan penuh rasa malu dan jauh dari usaha untuk menarik perhatian. Meskipun demikian, ia tetap mampu menguasai diri dan menyampaikan apa yang harus disampaikan dengan jelas. Inilah rasa malu yang bersumber dari fitrah yang suci. Seorang gadis yang anggun dan shalihah, secara fitrah akan merasa malu ketika bertemu dan berbicara dengan laki-laki. Akan tetapi karena kesucian dan keistiqomahannya ia tidak gugup. Ia bicara dengan jelas dan sebatas keperluan agar tidak terjadi fitnah. Adapun wanita yang senantiasa bersolek, pergi tanpa muhrim, bahkan bercampur baur dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tanpa da keperluan yang dibolehkan secara syariat, maka wanita seperti ini jelas bukan didikan Al-Qur’an ataupun Islam. Mereka telah mengganti rasa malu dan ketaatan kepada Allah SWT dengan rasa tidak malu, kemaksiatan, dan berbagai perbuatan keji. Dengan demikian secara tidak langsung mereka telah membantu terealisasinya keinginan musuh Allah untuk berbuat kerusakan. Na’udubillah Pada hakekatnya rasa malu pada diri seseorang wanita akanmembuahkan Iffah (kesucian diri). Maka barang siapa yang memiliki rasa malu, hingga dapat mengendalikan diri dari perbuatan buruk, berarti ia telah menjaga kesucian dirinya. Rasa malu juga akan membuahkan sifat Wafa’ (selalu menepati janji). Ahnaf Ibnu Qois berkata, “Dua hal yang tidak akan berpadu dalam diri seseorang: dusta dan harga diri. Sedangkan harga diri akan melahirkan sifat shidiq (berkata benar), wafa’, malu dan Iffah”.

Read more at http://resmalayu.blogspot.com/2014/01/malu-bagi-seorang-muslimah.html#hdOBZJI5KPvAhCeL.99

Malu adalah akhlaq yang mendorong seseorang untuk meninggalkan hal hal yang tercela atau sesuatu yang buruk bahkan tidak sanggup melakukannya dan mencegah seseorang dari melalaikan hak hak

Kita tampil tidak ingin dilihat celanya, Rasa malu membuat seseorang melaksanakan suatu hal penuh dengan etika

Kata Malu (Al Hayaa) hampir sama dengan kata Kehidupan (Al Hayat), Jika hati kita hidup, maka kita harus punya rasa malu

Akmalunnasi hayatan akmaluhum hayaan : Semakin rasa malu kita tinggi, semakin tinggi sempurna kehidupan

Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam bersabda : Iman itu ada 73 sampai 79 cabang dan malu adalah termasuk iman (HR Muslim)

Jadi, kita punya rasa malu, maka cabang iman yang lainnya akan mengikuti

Malu membuat kita amanah, jujur

Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam bersabda : Sifat malu itu tidak datang kecuali dengan kebaikan (HR Bukhori)

Rasullullah SAW bersabda : Sifat malu adalah bagian dari iman, sedangkan iman itu tempatnya di dalam surga. Perkataan yang keji itu berasal dari watak dan perangai yang keras, sedangkan kekerasan itu tempatnya di dalam neraka (HR Tirmidzi)

Malu dan iman merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Malu dan imam adalah dua sisi yang selalu bersama. Jika salah satunya hilang dari keduanya maka yang lain juga ikut hilang (HR al-Hakim)

Ath-Thayyibi berpendapat bahwa di dalam hadist tersebut terdapat tanda-tanda tajrid. Diamana Rasulullah memisahkan sebuah cabang dari asalnya, yaitu rasa malu yang dipisahkan dari iman, namun secara majas ia disandingkan dengan iman, seakan-akan keduanya adalah dua puting susu yang sedang menyusui bayi. Keduanya selalu berbagi hingga tidak dapat di pisahkan.

Ibnu Abbas berkata, “Malu dan iman berada dalam satu anyaman erat yang tak bisa dipisahkan. Seakan-akan keduanya telah diikat dalam sebuah tali. Jika salah satu diantara iman dan malu itu dicabut dari diri seorang hamba, maka yang lain akan mengikutinya.

http://islamkajian.wordpress.com/2014/03/17/menghiasi-hidup-dengan-malu/

---

Kuatkan iman, agar punya rasa malu.

Awal kehancuran? Karena dicabutnya rasa malu

Orang yang memiliki rasa malu sesungguhnya sangat mulia di hadapan Allah, orang lain, dan dirinya sendiri. Karena kedudukannya yang sangat mulia tersebut sebaiknya setiap orang mukmin tetap memelihara rasa malu yang dimiliknya.
Karena jika rasa malu hilang dari seseorang maka akan mengakibatkan seseorang binasa atau mengalami malapetaka yang sangat besar.

Rasulullah SAW berabda, “Sesungguhnya Allah tatkala hendak membinasakan seorang hamba, Allah mencabut rasa malu darinya. Ketika Allah telah mencabut rasa malu darinya, orang itu tidak akan mendapati dirinya kecuali dia dibenci dan membenci orang lain. Ketika tidak mendapati dirinya kecuali dibenci dan membenci orang lain akan dicabut amanah (kepercayaan) darinya. Ketika amanah telah dicabut darinya dia tidak mendapati dirinya kecuali dia berkhianat dan dikhianati oleh orang lain. Ketika tidak mendapati dirinya kecuali dia berkhianat dan dikhianati, akan dicabut darinya rahmat. Ketika telah dicabut rahmat darinya, tidak mendapati dirinya kecuali dia dikutuk dan dilaknat. Ketika tidak mendapati dirinya kecuali dia dikutuk dan dilaknat, maka akan dicabut darinya tali agama Islam.” (HR. Ibnu Majah)

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/05/05/mmbko7-hilangnya-rasa-malu

---

Rasulullah Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam bersabda : Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak/etika. Dan akhlak Islam adalah malu. (HR. Ibnu Majah, Shahih menurut Al-Albani)

Rasulullah Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam bersabda : Yang pertama kali diketahui oleh manusia dari perkara kenabian adalah “Jika kamu tidak memiliki rasa malu, berbuatlah sesukamu” (HR Bukhari). Ada juga hadis lain, “Malu adalah sebagian dari iman” (HR Bukhari dan Muslim).

---

Kemuliaan seorang wanita yang memiliki rasa malu

Dari Atha bin Abi Rabah, ia berkata, Ibnu Abbas berkata padaku, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya” Ia berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.’ Wanita itu menjawab, ‘Aku pilih bersabar.’ Lalu ia melanjutkan perkataannya, ‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.’ Maka Nabi pun mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

---

Seorang yang sholehah namun memiliki penyakit ayan saja punya rasa malu jika pas ayannya kambuh, berharap jika kejadian penyakitnya, tidak terbuka auratnya, Namun kenapa muslimah yang sehat, justru membuka sendiri auratnya ?

---

Dosa besar dan kecil : Dosa kecil dan besar selalu dipertimbangkan berdasarkan rasa malu kepada Allah serta penyesalan atas apa yang diperbuatnya

Ibnul Qayyim berkata :

1. Gembira dengan dosa adalah lebih besar disisi Allah daripada dosa itu sendiri

2. Tertawa saat melakukan dosa lebih besar disisi Allah daripada dosa itu sendiri

3. Bersedih akibat ketinggalan melakukan dosa, itu lebih besar disisi Allah daripada dosa itu sendiri

4. Upaya untuk selalu menutup nutupi diri dari dosa sementara Anda tetap melakukan dosa tanpa merasa takut kepadaNya itu lebih besar di hadapan Allah daripada dosa itu sendiri

---

Kisah : Ibrahim bin adham

Suatu hari, Ibrahim bin Adham didatangi oleh seseorang yang sudah sekian lama hidup dalam kemaksiatan, sering mencuri, selalu menipu, dan tak pernah bosan berzina. Orang ini mengadu kepada Ibrahim bin Adham, "Wahai tuan guru, aku seorang pendosa yang rasanya tak mungkin bisa keluar dari kubangan maksiat. Tapi, tolong ajari aku seandainya ada cara untuk menghentikan semua perbuatan tercela ini?" Ibrahim bin Adham menjawab, "Kalau kamu bisa selalu berpegang pada lima hal ini, niscaya kamu akan terjauhkan dari segala perbuatan dosa dan maksiat.

Pertama, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, maka usahakanlah agar Allah jangan sampai melihat perbuatanmu itu." Orang itu terperangah, "Bagaimana mungkin, Tuan guru, bukankah Allah selalu melihat apa saja yang diperbuat oleh siapapun? Allah pasti tahu walaupun perbuatan itu dilakukan dalam kesendirian, di kamar yang gelap, bahkan di lubang semut pun." Wahai anak muda, kalau yang melihat perbuatan dosa dan maksiatmu itu adalah tetanggamu, kawan dekatmu, atau orang yang kamu hormati, apakah kamu akan meneruskan perbuatanmu? Lalu mengapa terhadap Allah kamu tidak malu, sementara Dia melihat apa yang kamu perbuat?" Orang itu lalu tertunduk dan berkata,"katakanlah yang kedua, Tuan guru!"

Kedua, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, maka jangan pernah lagi kamu makan rezeki Allah." Pendosa itu kembali terperangah, "Bagaimana mungkin, Tuan guru, bukankah semua rezeki yang ada di sekeliling manusia adalah dari Allah semata? Bahkan, air liur yang ada di mulut dan tenggorokanku adalah dari Allah jua." Ibrahim bin Adham menjawab, "Wahai anak muda, masih pantaskah kita makan rezeki Allah sementara setiap saat kita melanggar perintahNya dan melakukan laranganNya? Kalau kamu numpang makan kepada seseorang, sementara setiap saat kamu selalu mengecewakannya dan dia melihat perbuatanmu, masihkah kamu punya muka untuk terus makan darinya?" "Sekali-kali tidak! Katakanlah yang ketiga, Tuan guru."

Ketiga, kalau kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, janganlah kamu tinggal lagi di bumi Allah." Orang itu tersentak, "Bukankah semua tempat ini adalah milik Allah, Tuan guru? Bahkan, segenap planet, bintang dan langit adalah milikNya juga?" Ibrahim bin Adham menjawab,"Kalau kamu bertamu ke rumah seseorang, numpang makan dari semua miliknya, akankah kamu cukup tebal muka untuk melecehkan aturan-aturan tuan rumah itu sementara dia selalu tahu dan melihat apa yang kamu lakukan?" Orang itu kembali terdiam, air mata menetes perlahan dari kelopak matanya lalu berkata, "Katakanlah yang keempat, Tuan guru."

Keempat, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, dan suatu saat malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu sebelum kamu bertobat, tolaklah ia dan janganlah mau nyawamu dicabut." Bagaimana mungkin, Tuan guru? Bukankah tak seorang pun mampu menolak datangnya malaikat maut?" Ibrahim bin adham menjawab, "Kalau kamu tahu begitu, mengapa masih jua berbuat dosa dan maksiat? Tidakkah terpikir olehmu, jika suatu saat malaikat maut itu datang justru ketika kamu sedang mencuri, menipu, berzina dan melakukan dosa lainnya?" Air mata menetes semakin deras dari kelopak mata orang tersebut, kemudian ia berkata, "Wahai tuan guru, katakanlah hal yang kelima."
Kelima, jika kamu masih akan berbuat dosa, dan tiba-tiba malaikat maut mencabut nyawamu justru ketika sedang melakukan dosa, maka janganlah mau kalau nanti malaikat Malik akan memasukkanmu ke dalam neraka. Mintalah kepadanya kesempatan hidup sekali lagi agar kamu bisa bertobat dan menambal dosa-dosamu itu." Pemuda itupun berkata, "Bagaimana mungkin seseorang bisa minta kesempatan hidup lagi, Tuan guru? Bukankah hidup hanya sekali? Ibrahim bin Adham pun lalu berkata, "Oleh karena hidup hanya sekali anak muda, dan kita tak pernah tahu kapan maut akan menjemput kita, sementara semua yang telah diperbuat pasti akan kita pertanggung jawabkan di akhirat kelak, apakah kita masih akan menyia-nyiakan hidup ini hanya untuk menumpuk dosa dan maksiat?" pemuda itupun langsung pucat, dan dengan surau parau menahan ledakan tangis ia mengiba, "Cukup, Tuan guru, aku tak sanggup lagi mendengarnya." Lalu ia pun beranjak pergi meninggalkan Ibrahim bin Adham. Dan sejak saat itu, orang-orang mengenalnya sebagai seorang ahli ibadah yang jauh dari perbuatan-perbuatan tercela.

https://id-id.facebook.com/RKIINSPIRATIF/posts/10151300334711268

---

hadits Qudsi, Allah swt berfirman:

”Aku mempunyai berita yang besar untuk manusia dan jin; Aku yang menciptakan manusia, namun mereka menyembah selainKu; Akulah yang memberi mereka rezeki, tetapi mereka bersyukur kepada selainKu; kebaikanKu terhadap hambaKu tiada berhenti, tetapi kejahatan mereka kepadaKu juga tiada berhenti; rezekiKu terhadap mereka tidak pernah berhenti karena Akulah Sang maha kaya. Namun,mereka senantiasa bermaksiat kepadaKu, padahal merekalah yang sangat butuh kepadaKu. Yang termasuk orang-orang yang berdzikir kepadaKu adalah yang selalu hadir dalam mejelisKu. Maka, barangsiapa yang ingin semajelis denganKu hendaklah dia mengingatKu. Orang-orang yang taat kepadaKu berhak mendapatkan pahala kasih sayangKu. Orang-orang yang bermaksiat kepadaKu, tidaklah Aku pernah membuat mereka merasa putus asa akan rahmatKu. Jika mereka bertobat KepadaKu, maka Aku adalah kekasih mereka, tetapi jika mereka enggan, maka Aku adalah dokter mereka; Aku menguji mereka dengan berbagai untuk mensucikan diri-diri mereka dari aibnya masing-masing. Barangsiapa yang mendatangiKu dengan penyesalan (yang sungguh-sungguh ingin bertobat), niscaya Aku akan menyambutnya dari kejauhan, dan barangsiapa yang berpaling dariKu, niscaya Aku akan memanggilnya dari jarak yang begitu dekat, lalu mengatakan kepadanya, ’Ke mana kamu akan pergi? Apakah kamu mempunyai Tuhan selain Aku?’ Bagiku, satu kebaikan akan Aku balas dengan sepuluh kebaikan, bahkan akan Aku tambah. Dan, satu kejahatan akan Aku beri balasan yang setimpal, bahkan akan Aku maafkan. Demi keagungan dan kemuliaanKu, jika mereka memohon ampun kepadaKu, niscaya Aku akan
mengampuni mereka semua.”

https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=304355819680436&id=284953634953988

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut