24 Maret 2013

Kuliah ahad dhuha di Masjid Raya Bani Umar Tanggal 24 Maret 2013

Event : Kuliah ahad dhuha di Masjid Raya Bani Umar
Tanggal : 24 Maret 2013
Pembicara : Ustadz Shamsi ali
Tema : Perkembangan Islam di Amerika

Kisah mengenai perkenalan ustadz Shamsi ali : Beliau adalah Imam Besar Masjid Al Hikmah, New York, adalah lelaki Bugis dari Kajang, Bulukumba. Shamsi Ali lahir di desa terpencil di Kajang, 5 Oktober 1967. Kini, beliau menjadi salah satu tokoh agama terkemuka di Eropa. Posisinya sebagai Imam Islami Center New York mengantar Shamsi menjadi rujukan di Negeri Paman Sam dan sekitarnya. Apalagi, beliau juga menjabat Direktur Jamaica Muslim Centre. Pekan ini, ustadz Shamsi bertandang ke kampung halamannya. Dia mampir di Makassar. Kehadirannya disambut sejumlah lembaga untuk mengais inspirasi dari kisah sang imam. Ustadz Shamsi bercerita pengalamannya diskusi agama dengan mantan Presiden AS George Bush dan Presiden AS Barrack Obama.

Ustadz Shamsi menuturkan kisah heroiknya sampai menembus Amerika. Ustadz mengaku pernah mengemban ilmu agama di Pesantren Muhammadiyah, Gombara. Shamsi mengaku sangat senang bisa menjadi pembicara di UIN Alauddin karena dia bisa bertemu dengan teman-teman lamanya di Pesantren Gombara. Cerita ustadz Shamsi mengarah ke kehidupan masa kecilnya di Kajang. Pemuda Bugis dari Kajang, Bulukumba, itu adalah anak petani yang tumbuh laiknya anak kampung kebanyakan. Ustadz Shamsi dilahirkan di kalangan petani. Kedua orangtuanya minus pendidikan memadai. Karena bingung dengan sikap kenakalan ustadz Shamsi, orang tua beliau memutuskan “memenjarakan” anaknya di Pesantren Gombara, Maros. Kebetulan ustadz Shamsi memiliki keluarga di Makassar yang sedang menempuh pendidikan di Makassar. Dari informasi keluarganya itu, orangtua ustadz Shamsi memutuskan agar beliau masuk di pesantren yang menurut istilah sebagian orang pesantren adalah "penjara suci". Bakat berkelahi yang masih melekat pada ustadz Shamsi kini mendapat saluran yang positif. Beliau kemudian masuk di kegiatan eksul Tapak Suci. Bakat inilah yang membawanya menjadi juara 2 di Unisba. Berawal dari hobi "berkelahi" di tapak suci ini ia kelak mendapat gelar Doktor HC di Unisba. Setelah menyelesaikan studi di Pondok Pesantren Darum Arqam Gombara, Makassar, Shamsi Ali mengabdi di pesantren untuk mengajar. Beliau ingin sekali kuliah tetapi keadaan finansial keluarga tidak mendukung. "Bingung mau masuk universitas tidak ada uang. Akhirnya ngabdi di pesantren dengan seikhlasnya," kenang ustadz Shamsi.

Beberapa bulan kemudian, ustadz Shamsi ditawari pimpinan pondok pesantren belajar ke Pakistan. Ia pun melanjutkan studi di International Islamic University. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, beliau menjadi muazzin (tukang adzan) di Masjid Faisal, masjid terbesar di Islamabad. Jenjang S1 dalam bidang Tafsir diselesaikan tahun 1992. Beliau kemudian melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan jenjang S2 di universitas yang sama tamat tahun 1994, dengan memilih bidang Perbandingan Agama. Hingga akhirnya ada tawaran mengajar di Jeddah, Arab Saudi, yang langsung disetujuinya. Di Jeddah ini, ustadz Shamsi sering memberikan ceramah manasik haji di KJRI Jeddah. Pada saat ceramah manasik haji, ustadz Shamsi bertemu dengan Wakil Tetap RI untuk PBB New York, Nugroho Wisnumurti. Nugroho mengundang Shamsi untuk memimpin masjid Indonesia yang sekarang bernama Masjid Al Hikmah di New York, sembari menjadi staf Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI).

Sebelumnya ustadz memang mempunyai keinginan melanjutkan pendidikan ke luar negeri yakni antara di Inggris atau Amerika. Sehingga pada saat ditawari ke Amerika, beliau pun setuju. Pertama kali tiba di Amerika Serikat, beliau khawatir, tambahnya. Menurutnya, beliau berada di sebuah negara yang bebas segala rupa. Hal ini berbeda saat masih di Jeddah. Namun kekhawatiran itu berubah saat bertemu dengan orang yang lebih beragam. Beliau pun bergaul dengan orang-orang yang memiliki latar belakang keyakinan yang berbeda-beda. Beliau mempunyai tetangga dari latar belakang agama yang berbeda mulai dari Protestan, Katolik, Sikh, dan Hindu. Ia memiliki sepasang tetangga beragama Katolik, setiap pagi ia membersihkan taman depan rumah dan selalu menyapa Shamsi dan istrinya dengan ramah sambil mengatakan, "Hai good morning". Mereka tahu ustadz Shamsi dan istri Islam karena istri beliau pakai jilbab tapi mereka sangat ramah. Meski boleh jadi ada yang berbeda secara fundamental, namun Shamsi meyakini ada sisi positif dari semua orang sehingga bisa terbangun kerja sama antarorang yang beragam itu.

Black September

Saat penyerangan World Trade Center (WTC) 11 September, ustadz Shamsi mengaku sedang berada dalam kereta. "Orang menyangka ada kebakaran. Kita nonton TV, gedung kembar ditabrak," kenangnya. Namun bagaimana dengan reaksi media saat itu, yang pertama kali ditayangkan CNN menampilkan orang Palestina yang bergembira dan berdansa. Pada saat itu ia mengetahui bahwa peristiwa itu sangat berat apalagi pada saat perjalanan di kereta tersebut beliau banyak mendengar orang-orang mencaci Islam. Tetangga yang sangat diakrapinya datang ke rumah ustadz Shamsi dan menangis dan mengatakan beliau tidak percaya bahwa Islam seperti yang dikatakan oleh banyak orang. Hal itu karena ia menemui hal yang kontras dengan perilaku orang Islam sesungguhnya. Menurutnya, setelah penyerangan 11 September itu, suasana AS selama 1 sampai 2 pekan sangat mencekam. Bahkan beberapa pengurus Masjid Al Hikmah New York berencana menutup masjid. "Tapi ustadz Shamsi katakan No Way. Kenapa harus ditutup?," katanya. Kalau ditutup itu sama saja membenarkan anggapan orang, dan masjid tersebut tidak jadi ditutup. Beberapa saat setelah peristiwa itu beliau ditelepon untuk menghadiri Interfaith. Interfaith tidak lain adalah upaya membangun komunikasi untuk saling memahami sehingga terjadi kerja sama (partnership) dalam kepentingan yang disepakati dan saling menghormati dalam hal-hal yang tidak disepakati. "Ustadz Shamsi datang dengan biasa saja. Empat tahun di Amerika, bahasa Inggris ustadz Shamsi masih belepotan. Ustadz Shamsi serahkan semuanya kepada Allah," ujarnya.

Ustadz Shamsi menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang mengakui persaudaraan umat manusia. Islam tak membenci umat lain. Justru Islam datang untuk mengangkat derajat semua manusia. Beliau juga mengingatkan semua yang hadir agar hendaknya kebencian kita terhadap suatu kaum tidak menjadikan kita tidak adil. Tak lama setelah kejadian itu, ustadz Shamsi diundang menghadiri A Prayer for America. Sebuah kehormatan besar bagi ustadz Shamsi Ali dan bagi umat Islam di seluruh dunia ketika Shamsi Ali diundang mewakili Islam Amerika dalam acara Doa untuk Amerika.

Sebuah acara doa dan perenungan AS atas Tragedi Bom WTC dan Pentagon 11 September 2004 yang diikuti pemuka Protestan, Katolik, Sikh, Hindu, dan Islam lainnya di stadion terkenal olah raga baseball Yankee Stadium, The Bronx, New York, 23 September 2004. Beliau satu panggung dengan mantan Presiden Amerika Serikat, senator Hillary Clinton, Wali Kota New York Rudolph Giuliani, Gubernur New York Robert Pataki, Oprah Winfrey, sejumlah selibritis dunia pada acara yang dihadiri sekitar 50.000 orang di stadion yang lokasinya dekat reruntuhan gedung kembar 110 tingkat World Trade Center (WTC). Ketika itu, ustadz Shamsi Ali muncul di mimbar A Prayer for America di Stadion Yankee, New York City. Beliau mengenakan pakaian sederhana tanpa sorban putih atau jenggot panjang. Beliau hanya mengenakan kemeja dan juga peci. Beliau menyebut Bismillahirahmanirrahim dari bibirnya. Lalu, puluhan ribu publik AS mendengar syahdunya kalimat-kalimat Allah dibacakan Shamsi di luar kepala.

Tidak ada suara, kecuali alunan merdu suara ustadz Syamsi. Dia juga mengingatkan semua yang hadir agar hendaknya kebencian kita terhadap suatu kaum tidak menjadikan kita tidak adil. Pada kesempatan itu, ustadz Shamsi Ali sempat berjabat tangan dan berpesan kepada pemerintah George Walker Bush. Pertama beliau ucapkan belasungkawa kepada Bush dan orang Amerika dan mengutuk apapun bentuknya peristiwa itu. Ustadz Shamsi berpesan kepada pemerintah George Walker Bush dan pengambil keputusan AS agar janganlah kiranya karena kebencian yang tertanam, bukan keadilan yang dijunjung, melainkan pembalasan dendam semata. "Pak Presiden, ustadz Shamsi ingin menyampaikan bahwa ini tidak ada kaitannya dengan kepercayaan dan komunitas saya. Jadi maukah Anda memberikan pernyataan pada publik bahwa serangan teroris itu tidak ada kaitannya dengan Islam/Muslim?". Itulah ucapan ustadz Shamsi Ali kepada Presiden AS saat itu, George Bush. Kata-kata itu mengalir dari bibir ustadz Shamsi Ali, dai asal Indonesia.

Ustadz Shamsi mengucapkan kalimat itu lantaran Islam disorot tajam. Padahal Shamsi yakin agama mana pun, termasuk Islam, tidak mengajarkan teror. Kepada rakyat Amerika, Bush menyampaikan pesan yang disampaikan Shamsi. Saat tampil di mimbar, beliau diberi pilihan antara ceramah dan berdoa. Ia kemudian memilih membaca Al Quran untuk menyampaikan bahwa Islam itu agama yang universal, isaja anassarullah.

---

Pentingnya menjaga hubungan sesama manusia meskipun kepada kafir dzimmi

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menyakiti seorang kafir dzimmi, maka aku kelak yang akan menjadi musuhnya. Dan siapa yang menjadikanku sebagai musuhnya, maka aku akan menuntutnya pada hari kiamat.”

---

Ayat ayat yang dibacakan ustadz Shamsi di Stadium Yankee

Pentingnya menjaga keragaman dalam bersuku dan berbangsa

Qs Al Hujurat : 13

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal

---

Qs An Nashr

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan,

dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,

maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.

---

Hal hal yang dilakukan ustadz Shamsi di Amerika

1. Menjalin hubungan dengan pejabat pejabat sekitar

2. Menjalin hubungan dengan masyarakat yang berbeda agama

---

Hal yang juga dilaksanakan oleh ustadz Shamsi Ali adalah Menjaga keistiqomahan mualaf

---

Ibnu 'Abbas RA. berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda, "Ada 2 (dua) macam nikmat yang banyak dilupakan manusia, yaitu nikmat kesehatan dan kesempatan (umur)." (HR. Bukhari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut