28 Mei 2015

Pengajian Masjid Raya Bani Umar 26 Mei 2015 Ustadz HM Sofwan Jauhari, MAg Fiqih shalat wanita

Event : Pengajian Masjid Raya Bani Umar
Tanggal : 26 Mei 2015
Pembicara : Ustadz HM Sofwan Jauhari, MA
Tema : Fiqih shalat wanita

Mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selamanya karena sebab keturunan, persusuan dan pernikahan dalam syariat Islam.
Muslim Asia Tenggara sering salah dalam menggunakan istilah mahram ini dengan kata muhrim, sebenarnya kata muhrim memiliki arti yang lain. Dalam bahasa arab, kata muhrim (muhrimun) artinya orang yang berihram dalam ibadah haji sebelum bertahallul. Sedangkan kata mahram (mahramun) artinya orang-orang yang merupakan lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh) kita nikahi sementara atau selamanya. Namun kita boleh bepergian dengannya, boleh berboncengan dengannya, boleh melihat wajahnya, boleh berjabat tangan, dan seterusnya.

http://id.wikipedia.org/wiki/Mahram

Beberapa perbedaan didalam shalat antara pria dan wanita adalah sebagai berikut:

1. Bagi laki-laki ketika ruku’ dan sujud, disunnahkan mengangkat dan merenggangkan siku tangannya sehingga jauh dari lambungnya, serta mengangkat perut dan merenggangkannya sehingga jauh dari kedua pahanya. Harap diingat, auratnya harus tetap tertutup ketika melakukan hal ini.
Adapun bagi perempuan sebaliknya, sewaktu ruku’ dan sujud, disunnahkan menghimpitkan sebagian anggota badan dengan anggota badan yang lain seperti menghimpit dan merapatkan siku tangan dengan lambungnya, menghimpitkan serta merapatkan perut dengan pahanya, juga menghimpitkan serta merapatkan antara dua lutut dan dua kakinya, karena keadaan seperti ini lebih dapat dan lebih memastikan untuk menutupi aurat tubuh seorang perempuan.

2. Bagi laki-laki disunnahkan mengeraskan suara sehingga dapat didengar oleh orang yang berada di dekatnya pada waktu dan tempat yang disunnahkan untuk mengeraskannya. Baik dia menunaikan shalat sendirian maupun ketika menjadi imam.

Sedangkan shalat-shalat yang disunnahkan untuk mengeraskan suara saat melaksanakannya adalah sebagai berikut: ketika shalat Subuh, ketika melaksanakan dua rakaat pertama dari shalat Maghrib dan Isya’, ketika melaksanakan shalat Jum’at, ketika melaksanakan shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha, ketika melaksanakan shalat Istisqa’, ketika melaksanakan shalat Gerhana Bulan, ketika melaksanakan shalat Tarawih, dan ketika melaksanakan shalat Witir di bulan Ramadhan.
Sedangkan bagi perempuan, diperintahkan untuk mengecilkan suaranya sehingga suaranya tidak terdengar orang lain yang ada di dekatnya apabila saat ia shalat terdapat laki-laki yang bukan mahramnya. Adapun apabila dia shalat sendiri atau bersamanya hanya para perempuan atau terdapat laki-laki yang menjadi mahramnya, disunnahkan baginya mengeraskan suaranya di tempat dan waktu yang sunnahkan untuk mengeraskan suaranya sebagaimana yang tersebut di atas.

3. Dari segi aurat, bagi laki laki auratnya ketika shalat adalah antara pusar dan lututnya, sedangkan bagi perempuan auratnya adalah semua anggota badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, baik bagian luar maupun bagian dalamnya.

4. Dari segi menegur imam dalam Shalat, untuk ma’mum laki-laki, dia harus menegur imam shalatnya dengan membaca tasbih (Subhanallah). Dengan catatan, disyaratkan ketika mengucapkan “Subhanallah” itu dengan niat membaca dzikir atau membaca dzikir sekaligus menegur imam.
Adapun bagi ma’mum perempuan, cara menegur atau mengingatkan imam shalatnya adalah dengan cara bertepuk tangan.
QS Al Ahzab : 32

http://alhabibsegafbaharun.com/inilah-perbedaan-shalat-antara-pria-dan-wanita/

Fiqih bukan satu satunya pedoman dalam perbuatan sehari hari, masih perlu ditambahkan akhlaq

Sebentar lagi kita akan melaksanakan puasa ramadhan, yuk jadikan puasa kita bermakna
Imam Al-Ghazali berkata : "Berapa banyak orang yang berpuasa, namun ia tidak mendapatkan dari puasanya itu, selain lapar dan haus. Sebab puasa itu bukanlah semata-mata menahan lapar dan haus, akan tetapi adalah menahan hawa nafsu. Boleh jadi orang tersebut berdusta, menggunjing dan memandang dengan syahwat, sehingga yang demikian itu membatalkan hakikat puasa." (Ihya' Ulumiddin)

https://id-id.facebook.com/notes/mutiara-shalat/sudah-benarkah-puasa-kita-/254270835537

Ada beberapa syarat yang harus diikuti jika wanita shalat berjamaah di masjid :

1. Wanita shalat jamaah di masjid bersama atau atas ijin suami, kecuali kalau sudah tua.
2. Tidak meninggalkan kewajibannya sebagai isteri (misalnya mengasuh anak, menyiapkan makanan untuk keluarga dll).
3. Tidak memakai wewangian yang menyebabkan orang tertarik kepadanya.
Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah : Siapa saja wanita yang terkena dupa maka jangan menghadiri shalat Isya bersama kami

4. Tidak tabarruj (menghias diri berlebihan)
5. Tidak ikhtilat (bercampur antara laki-laki dan perempuan)
6. Kalau di rumah bisa berjamaah dengan anak, kemenakan atau pembantu itu lebih baik.

https://cahayawahyu.wordpress.com/religion/hukum-shalat-berjamaah-di-masjid-bagi-wanita-dari-berbagai-pendapat/

Bagaimana posisi penempatan shaff shalat antara pria dan wanita ?

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salam dan ketika itu para wanita pun berdiri. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tetap berada di tempatnya beberapa saat sebelum dia berdiri. Kami menilai –wallahu a’lam- bahwa hal ini dilakukan agar wanita terlebih dahulu meninggalkan masjid supaya tidak berpapasan dengan kaum pria.” (HR. Bukhari)

1. Posisi shaf lelaki yang berada di samping atau bahkan di belakang lelaki, tidaklah membatalkan shalat, menurut pendapat yang kuat.
2. Jika posisi shaf lelaki di dekat wanita bisa menimbulkan syahwat, maka dia dia harus menghindar dan mencari tempat yang lain. Karena bisa menjadi sumber fitnah.
3. Jika posisi lelaki di samping atau belakang wanita tidak sampai menimbulkan syahwat karena alasan darurat, hukumnya boleh dan tidak mempengaruhi keabsahan shalat.

http://www.konsultasisyariah.com/shaf-laki-laki-sejajar-dengan-shaf-wanita-batal-shalat/

Sebaik-baik shaf (barisan di dalam shalat) bagi laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling buruk adalah yang terakhir. Dan sebaik-baik shaf bagi wanita adalah yang terakhir dan yang paling buruk adalah yang paling depan (HR. Muslim)

Waktu-waktu yang dilarang shalat di dalamnya ada tiga. Yaitu :
1. Setelah shalat shubuh sehingga matahari naik setinggi tombak.
2. Setelah shalat Ashar sehingga matahari terbenam.
3. Ketika matahari di tengah-tengah sehingga tergelincir ke barat.

Dan kalau dirinci dan diperluas maka ada lima. Yaitu :
1. Setelah shubuh sampai terbitnya matahari.
2. Setelah ‘Ashar sampai matahari menguning (hamper tenggelam).
3. Ketika matahari di tengah-tengah sampai bertegelincir (± 10 menit sebelum adzan)
4. Sejak terbitnya matahari sampai naik setinggi tombak (± 12 menit sebelum adzan)
5. Sejak menguningnya matahari sehingga benar-benar tenggelam.

Waktu-waktu terlarang di atas didasarkan kepada beberapa dalil berikut ini :
- Hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu 'anhuma, ia berkata, “Beberapa orang yang aku percaya dan dipercaya oleh Umar bersaksi bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam melarang shalat setelah Shubuh sehingga matahari terbit dan sesudah ‘Ashar sehingga matahari tenggelam.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
- Hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiyallaahu 'anhu, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada shalat sesudah Shubuh hingga matahari meninggi dan tidak ada shalat sesudah ‘Ashar hingga matahari tenggelam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Hadits Ibnu Umar radhiyallaahu 'anhuma, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Apabila terbit matahari, maka akhirkan shalat sehingga matahari meninggi. Dan apabila matahari mulai tenggelam sehingga benar-benar menghilang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu 'anhu, ia berkata: “Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam melarang kami mengerjakan shalat atau menguburkan mayat kami pada tiga waktu: Ketika matahari terbit hingga naik, saat tengah hari sehingga matahari tergelincir, dan ketika matahari akan tenggelam sehingga tenggelam.” (HR. Muslim)

http://www.voa-islam.com/read/konsultasi-agama/2010/11/27/12003/waktuwaktu-yang-dilarang-mengerjakan-shalat/#sthash.RsmXaega.dpuf

1 komentar:

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut