Al Quran memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syariah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsip mengenai persoalan-persoalan tersebut.
Dan Allah SWT menugaskan Rasul saw., untuk memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu: " Kami telah turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al-Quran) untuk kamu terangkan kepada manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir"(QS 16:44).
Disamping keterangan yang diberikan oleh Rasulullah saw., Allah memerintahkan pula kepada umat manusia seluruhnya agar memperhatikan dan mempelajari Al-Quran: " Tidaklah mereka memperhatikan isi Al-Quran, bahkan ataukah hati mereka tertutup"(QS 47:24).
Mempelajari Al-Quran adalah kewajiban.
Pendapat Ulama tentang Ayat Mutasyabihah
- Ar-Rahman bersemayam di atas ‘arsy.
- Dan datanglah Tuhanmu, sedang malaikat berbaris-baris.
- Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya.
- Dan supaya kamu diasuh di atas mata-Ku. Dalam ayat-ayat ini terdapat kata-kata “bersemayam”, “datang”, “di atas”, “sisi”, “wajah”, “mata”, “tangan” dan “diri” yang dibanggakan atau dijadikan sifat bagi Allah.
Pendapat para ulama tentang ayat-ayat mutasyabihat di atas adalah:
- Menurut madzhab salaf, yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabihat itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri.
- Menurut madzhab khalaf, yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang lain dengan dzat Allah. Mereka itu disebut pula madzhab takwil.
Dari ayat-ayat mutasyabihat di atas dapat ditakwil, contohnya:
- Istiwa’ diartikan dengan ketinggian yang abstrak, berupa pengendalian Allah terhadap alam semesta ini tanpa merasa kepayahan.
- Kedatangan Allah diartikan kedatangan perintahNya.
- Allah berada di atas hambaNya diartikan dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada di suatu tempat tertentu.
- Sisi diartikan hak Allah
- Wajah diartikan dzat Allah
- Mata diartikan pengawasan
- Tangan diartikan kekuasaan
ayat mutasyabihat adalah ayat dimana arti dan makna sesungguhnya lebih tersirat. dan hanya Allah yang tahu takwilnya. tetapi bukan berarti tidak diketahui, melainkan bisa jadi pada 14 abad lalu ketika diturunkan pengetahuan manusia belum sampai.
misalnya surat Al Anbiyaa ayat 30 yang berbunyi:
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? "
pada waktu diturunkan akal manusia masih terbatas, tetapi ketika abad 20 pengetahuan manusia sudah sampai, fisika menemukan teori big bang, yaitu alam semesta awalnya dari satu titik energi kemudian meledak membentuk alam semesta dan isinya.secara bahasa (etimologi), kata mutashabihat berasal dari kata tashabuh yang berarti "keserupaan" dan "kemiripan".
Tashabaha dan ishtabaha berarti saling menyerupai satu dengan lainnya hingga tampak mirip sehingga perbedaan yang ada diantara keduanya menjadi samar. Sehingga ungkapan orang-orang bani Israil kepada nabi Musa yang berbunyi "inna al-baqara tashabaha 'alayna" berarti "sesungguhnya sapi itu sangat mirip di mata kami".
Jadi makna mutashabih adalah ungkapan yang memperlihatkan bahwa sesuatu itu sama dengan sesuatu yang lain dalam satu atau beberapa sisi atau sifat, atau yang membuat sesuatu yang tidak dapat dijangkau akal, dengan mudah dapat dipahami.
Cara berdoa :
- dipanjatkan langsung
- dilakukan dengan tawasul: a. di awali dengan melakukan amalan ibadah. b. bertawasul melalui orang sholeh. c. dengan menyebut asmaul husna. d. dengan menyebut kebesaran / kemuliaan seseorang.
sebaik baik amalan ibadah setelah ibadah wajib adalah Tilawah Al Quran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar