23 Juni 2011

Tabligh Akbar Dalam Rangka Isra Mi'raj dan Bakt Sosial Tanggal 19 Juni 2011

Event : Tabligh Akbar Dalam Rangka Isra Mi'raj dan Bakt Sosial
Tanggal : 19 Juni 2011
Pembicara : Ustadz Jefry
Tema : Shalawat, Isra MI'raj

Cinta kepada Rasulullah Nabi Muhammad Saw tidak cukup dengan membaca shalawat atau memeriahkan acara maulidan. Namun, lebih dari itu, harus dibuktikan dengan meneladani perilakunya baik dalam hal akhlak, ibadah, dan muamalahnya.

Seseorang sudah bisa dikatakan benar-benar mencintai Rasul jika ia berusaha seoptimal mungkin mencontoh dan menjalankan sunnah Rasul. Anas bin Malik meriwayatkan:

“Rasulullah Saw berkata kepadaku: ‘Wahai anakkku, jika kamu mampu pada pagi sampai sore hari tida ada dihatimu sifat berkhianat pada seorang pun maka perbuatlah’. Lalu beliau berkata kepadaku lagi: ’Wahai anakku! Itu termasuk sunnahku dan siapa yang menghidupkan sunnahku maka ia telah mencintaiku dan siapa yang telah mencintaiku maka aku bersamanya di surga’. (HR. Al-Tirmidzi).

DR. Muhammad Kholifah Al-Tamimi dalam kitab Huquq Al Nabi ‘Ala Umatihi Fi Dhu’il Kitab Was Sunnah seperti dikutip ustadzkholid.com menyebutkan, mengikuti, menghidupkan, dan menegakkan sunah Rasul dalam setiap langkah kehidupan adalah bukti cinta kepada Rasulullah Saw sebagaimana juga menjadi bukti kecintaan kepada Allah.

“Katakanlah (Muhammad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imran: 31).

Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya menuntut konsekuensi mengamalkan hal-hal yang dicintai dan menjauhi yang dilarang dan dibenci dan tidak mungkin ada orang yang mencintai Rasulnya adalah orang yang tidak mau mengikuti sunnahnya atau bahkan melakukan kebid’ahan dengan sengaja.

Ciri dan bukti lain cinta Rasul yang sebenarnya adalah banyak ingat dan menyebutnya. Menjadi kelaziman, orang yang mencintai sesuatu tentu akan memperbanyak ingat dan menyebutnya. Salah satunya dengan cara sering meenyampaikan shalawat dan salam.

”Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzaab:56)

Menurut Ibnul Qayyim, ketika seseorang memperbanyak menyebut kekasihnya, mengingatnya di hati, dan mengingat kebaikan-kebaikan dan faktor-faktor yang menumbuhkan perasaan cinta kepadanya, maka makin berlipat ganda kecintaannya kepada kekasihnya tersebut dan bertambah rindu kepadanya serta menguasai seluruh hatinya.

Jika ia tidak sama sekali menyebutnya dan tidak mengingatnya dan mengingat kebaikan-kebaikan sang kekasih di hatinya, maka akan berkurang rasa cinta di hatinya.

Ibnul Qayyim juga menyatakan, adab tertinggi terhadap Rasulullah Saw adalah menerima penuh, tunduk patuh kepada perintahnya, dan menerima beritanya dengan penuh penerimaan dan pembenaran, tanpa ada penentangan dengan khayalan batil yang dinamakan ma’qul (masuk akal), syubhat, keraguan atau mendahulukan pendapat para intelektual dan kotoran pemikiran mereka, sehingga hanya berhukum dan menerima, tunduk dan taat kepada beliau.

Ada cinta, pasti ada rindu. Bukti lain cinta Rasul adalah keinginan kuat untuk bertemu dengan beliau, khususnya umat beliau yang hidup setelah beliau wafat atau tidak sezaman dengan beliau.

”Di antara umatku yang paling mencintaiku adalah orang-orang yang hidup setelahku, salah seorang dari mereka sangat ingin melihatku walaupun menebus dengan keluarga dan harta.” (HR. Muslim).

”Demi Dzat yang jiwa Muhammad ditanganNya (Allah), pasti akan datang pada salah seorang dari kalian satu waktu dan ia tidak melihatku, kemudian melihat aku lebih ia cintai dari keluarga dan hartanya.” (HR. Muslim).

Termasuk tanda dan bukti cinta Rasul adalah membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Quran. Menurut Imam Al-Qadhi Iyaad, di antara tanda-tanda mencintai Rasulullah adalah mencintai Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dan beliau mengambil petunjuk dan menunjuki (manusia) dengannya serta berakhlak dengannya. Siti A’isyah menyatakan, “Sesungguhnya akhlak beliau adalah Al Qur’an.” (HR Muslim).

Mencintai Rasululllah juga harus diikuti dengan mencintai orang-orang yang beliau cintai, di antaranya ahli bait (kerabat beliau), para istri beliau, dan para sahabat beliau.

Menurut Ibnu Taimiyah, di antara ushul (pokok ajaran) Ahlu Sunnah Wal Jamaah adalah tidak mencela para sahabat Rasulullah Saw sebagaimana hadits:

“Janganlah kalian mencela para sahabatku. Demi Allah, seandainya salah seorang kalian berinfaq emas sebesar gunung uhud, tidak akan menyamai satu mud mereka dan tidak pula separuhnya.”

Sebaliknya, orang yang cinta Rasul juga membenci mereka yang dibenci Allah SWT dan Rasul-Nya. Wallahu a’lam.

---

http://ddhongkong.org/2011/02/cinta-rasul-bukan-sekadar-shalawat/

---

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj sendiri terjadi tanggal 27 Rajab tahun ke-11 dari kerasulan Nabi Muhammad SAW. Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya dari Anas Ibnu Malik bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Didatangkan untukku Buraq yang merupakan hewan putih, panjangnya diatas himar dan dibawah bagal, kukunya berada di akhir ujungnya. Beliau bersabda, “Aku segera menunggainya hingga tiba di Baitul Maqdis.” Beliau bersabda, “Lalu ia mengikatnya dengan tali (rantai) yang biasa dipakai oleh para nabi untuk mengikat.” Beliau melanjutkan, kemudian aku memasuki masjid (Baitul Maqdis) dan mendirikan shalat dua rakaat. Setelah itu, aku keluar. Lalu Malaikat Jibril a.s. mendatangiku dan menyodorkan dua buah gelas yang satu berisi khamar dan lainnya berisi susu. Aku memilih gelas yang berisi susu dan Jibril a.s. berkata, “Engkau telah memilih kesucian.”

Kemudian ia naik bersamaku ke langit yang pertama. Jibril meminta dibukakan pintu. Lalu (malaikat penjaga langit pertama) bertanya, “Siapakah kamu?” Jibril a.s. menjawab, “Jibril” Kemudian ia ditanya lagi, “Siapakah yang besertamu?” Jibril a.s. menjawab, “Muhammad.” Malaikat itu bertanya, “Apakah kamu diutus?” Jibril menjawab, “Ya, aku diutus” Lalu pintu langit dibukakan untuk kami. Ternyata aku bertemu dengan Nabi Adam a.s. Nabi Adam a.s menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.

Setelah itu Jibril a.s. naik bersamaku kelangit yang kedua dan meminta dibukakan pintu. Lalu pintu langit kedua dibukakan untuk kami. Di sana aku bertemu dengan dua putra paman Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria a.s., keduanya menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.

Lalu Jibril a.s. naik bersamaku ke langit yang ketiga dan meminta dibukakan pintu langit ketiga. Lalu pintu langit ketiga dibukakan untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Yusuf a.s. Yang diberi anugrah sebagian nikmat ketampanan. Nabi Yusuf menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.

Kemudian Jibril a.s. naik bersamaku kelangit keempat dan meminta dibukakan pintu langit keempat. Lalu pintu langit keempat dibukakan untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Idris a.s. yang menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Allah SWT berfirman, “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.”

Setelah itu Jibril a.s. kembali naik bersamaku kelangit yang kelima dan meminta dibukakan pintu langit kelima. Lalu ia membukakan pintu langit yang kelima untuk kami, Di sana aku bertemu dengan Harun a.s. yang menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.

Malaikat Jibril a.s. kembali naik bersamaku ke langit yang keenam dan meminta dibukakan pintu untuk kami. Lalu ia membukakan pintu keenam untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Musa a.s. yang menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan.

Lalu Jibril a.s. naik lagi bersamaku ke langit yang ketujuh dan meminta dibukakan pintu langit ketujuh. Kemudian malaikat penjaga pintu langit ketujuh membukakan pintu untuk kami. Di sana aku bertemu dengan Ibrahim a.s. yang menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma’mur yang setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat dan tidak kembali kepadanya sebelum mereka menyelesaikan urusannya.

Setelah itu, ia pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha. Ternyata, daun-daunnya sebesar kuping gajah dan buah-buahannya menyerupai buah anggur. Begitu perintah Allah SWT menyelubunginya dan menyelubungi apa-apa yang akan diselubungi, ia segera berubah. Tidak ada seorang makhluk Allah pun yang mampu menyifati keindahan dan keelokannya. Lalu Allah Maha Agung mewahyukan apa-apa yang akan diwahyukan-Nya kepadaku dan mewajibkanku untuk mendirikan ibadah sholat 50 x setiap hari sehari semalam. Setelah itu, aku turun menemui Musa a.s.. Ia bertanya kepadaku, “Apakah gerangan yang telah diwajibkan Allah SWT atas umatmu.” Aku menjawab, “ Mendirikan sholat sebanyak lima puluh kali.” Kemudian ia berkata, “Kembalilah kepada Rabb-mu (Allah) dan memohon keringanan kepada-NYA. Sesungguhnya umatmu tidak memiliki kemampuan untuk melakukan itu. Aku telah pernah mencobanya kepada kaumku dulu (Bani Israel).” Beliau melanjutkan sabdanya, Kemudian aku kembali kepada Rabb-ku dan memohon, “Wahai Rabb, berikanlah keringan untuk umatku.” Dan Ia mengurangi menjadi lima kali. Setelah itu, aku kembali menemui Musa a.s. dan kukatakan kepadanya, Allah telah mengurangi menjadi lima kali.” Tapi Nabi Musa a.s. berkata, kembali “Sesungguhnya umatmu tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu. Karena itu kembalilah kepada Rabb-mu dan mohonlah keringanan.” Lalu aku bolak-balik bertemu antara Rabb-ku Yang Maha Tinggi dengan Nabi Musa a.s.. Lalu Dia berfirman, “Wahai Muhammad, sesungguhnya kelima shalat itu dilaksanakan setiap sehari semalam. Setiap sholat dihitung sepuluh yang berarti berjumlah lima puluh shalat. Barang siapa yang ingin melakukan suatu kebajikan/kebaikan kemudian karena beberapa sebab urung melaksanakannya, maka Ku-tuliskan untuknya satu kebaikan. Dan jika ia mengerjakannya, maka Ku-tuliskan untuknya sepuluh kebaikan. Barangsiapa melakukan kemungkaran (kejelekan) kemudian tidak jadi melakukannya, maka Aku tidak menulis apa-apa padanya. Dan jika ia mengerjakannya, maka Aku menuliskannya satu kejelekan.” Beliau kembali melanjutkan sabdanya, Lalu aku turun hingga sampai kepada Musa a.s. dan memberitahukan hal tersebut. Musa a.s. berkata, “Kembalilah kepada Rabb-mu dan memohonlah keringanan.” Saat itu Rasulullah saw. bersabda, “Aku katakan kepadanya, aku telah berulang kali kembali kepada Rabb-ku hingga aku merasa malu kepada-Nya.”

---

http://www.lukitowiyono.com/peristiwa-isra-miraj-nabi-muhammad-saw.html

---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut