07 Oktober 2013

Cerita Batik #ILoveBatik Tanggal 2 Oktober 2013

Event : Cerita Batik #ILoveBatik
Tanggal : 2 Oktober 2013
Pembicara : Iwet Ramadhan
Tema :

Alhamdulillah, bertepatan dengan Hari Batik, saya mendapatkan undangan untuk menghadiri Cerita Batik di Gedung Indosat KPPTI dimana pembicaranya adalah Iwet Ramadhan. Hari ini, saya mengenaikan gamis polos hitam dan Capuchon batik by Anemone Hannie hananto plus hijab pashimna hitam polos, Look chic and fantastic :). Pembicara menjelaskan pengertian batik, What ? Apa ya sebenarnya batik itu ? Jawabannya : teknik merintang warna diatas kain dengan menggunakan malam. Jadi, mari kita mengintrospeksi diri, Katanya suka batik, cinta batik, Kalau kita tidak tau batik itu apa, ya, Bukan #CintaBatik namanya.

Iwet Ramadhan mengenakan celana bermotif batik khas Solo namanya Satria manahan, Biasanya, motif ini dikenakan ketika seorang laki laki ingin melamar wanita yang dicintainya. Jadi, Mas Iwet cinta sama siapa ya ? #ILoveBatik katanya. Beliau juga menjelaskan ada motif batik Tambal pamiluto yang tujuan pemakaiannya untuk menarik hati wanita yang dicintainya, Mas Iwet juga menerangkan motif grompol : Motif Grompol adalah desain khas Yogya yang dipergunakan untuk upacara pernikahan. Grompol, yang berarti berkumpul bersama melambangkan datang bersama-sama, atau kebersamaan, seperti keberuntungan, kebahagiaan, anak, dan kehidupan pernikahan yang harmonis. (http://batikcity.com/motif-grompol/). Selain itu ada motif semen rante, rantai berarti melambangkan hubungan yang erat dan mengikat sesuai dengan keyakinan orang Indonesia yang melanggar hubungan akan merusak nama baik wanita itu sendiri.

Kembali ke kisah sejarah batik, Iwet Ramadhan juga menerangkan mengenai pembagian karakteristik batik. * Di pulau Jawa batik dibagi menjadi dua, yaitu, batik pedalaman dan batik pesisiran. Batik pedalaman adalah batik yang berkembang di daerah pedalaman, khususnya Yogyakarta dan Surakarta (Solo), batik pedalaman ini seringkali dikenal sebagai sebutan batik keraton atau batik klasik. Sedangkan batik Pesisiran adalah batik yang berkembang didaerah pesisir di pulau Jawa, seperti Cirebon, Pekalongan dan Madura.

Batik pesisiran banyak dipengaruhi budaya-budaya luar seperti Cina, India dan Arab. Dalam pewarnaannya warna-warna cerah banyak ditemui di batik pesisir, seperti merah, hijau, biru dan kuning. Motif batiknya biasanya terinspirasi dari apa yang dilihat itulah yang dibuat, misalnya kupu-kupu dengan kepala dan kakinya digambarkan lengkap. Tapi, batik pedalaman tidak demikian, batik pedalaman dapat membuat kupu-kupu-kupu hanya sayapnya saja, tanpa kepala.

Pada motif batik pedalaman, motif yang kebanyakan digunakan adalah motif Jawa-Hindu, banyak sekali ornamen-ornamen candi yang ada di daerah Yogyakarta dan Solo dilukiskan kembali di batik. Warna-warna yang dipakai pun lebih warna yang natural, seperti coklat, putih dan biru, dengan balutan filosofi dimana kehidupan orang Jawa yang sarat akan filsafat kebudayaan Jawa yang sangat kental.

Batik pedalaman tumbuh dan berkembang di lingkungan keraton yang selalu penuh dengan tata krama, motif yang digunakan adalah motif yang tidak sembarangan, setiap motif dan warna batik memiliki arti filosofi sendiri. (http://ceritakain.wordpress.com/2013/04/09/batik-pedalaman/)

* Makna di Balik Motif Batik Solo

Batik Solo menguarkan aura megah dan kesan anggun. Tidak semata-mata karena paduan warna dan lekuk motifnya, melainkan makna yang terkandung di balik setiap motif itu. Dalam sejarah, hanya di wilayah Jawa, tepatnya di Solo dan Jogjakarta, batik masuk ke ranah kekuasaan. Motif-motif batik khusus dibuat untuk raja dan kalangan keraton.

Selain motif, warna soga (kecokelatan) yang menjadi ciri khas batik Solo, dan kemudian disebut sebagai batik Sogan ini, memiliki arti “kerendahan hati, bersahaja” menandakan kedekatan dengan bumi, alam, yang secara sosial bermakna dekat dengan rakyat.

Di antara beragam motif yang ada, ditemukan lima motif khas batik Solo, yang menarik untuk diperhatikan. Selamat menikmati!

1. Sido Asih : Motif geometris berpola dasar bentuk-bentuk segi empat ini memiliki arti keluhuran. Saat mengenakan kain Sido Asih, berarti seseorang mengharapkan kebahagiaan hidup. Motif ini dikembangkan setelah masa pemerintahan SISKS PB IV di keraton Surakarta.

2. Ratu Patih : Nama motif ini diambil dari kata “Ratu Patih” yang berarti seorang raja yang memerintah didampingi oleh perdana menterinya, karena usia yang masih sangat muda. Motif batik yang menggambarkan kemuliaan, dan hubungan penggunanya dengan alam sekitar ini, mulai dibuat pada masa pemerintahan SISKS Pakoeboewono VI di tahun 1824

3. Parang Kusumo : Parang adalah motif diagonal, berupa garis berlekuk-lekuk dari sisi atas ke sisi bawah kain. Sedangkan Kusuma berarti bunga. Motif Parang Kusuma ini menjelaskan penggunanya memiliki darah raja (keturunan raja) atau disebut sebagai darah dalem. Motif batik ini berkembang pada masa pemerintahan Ingkang Panembahan Senopati di Kerajaan Mataram pada abad ke – 16.

4. Bokor Kencono : Sebuah motif geometris berpola dasar berbentuk lung-lungan yang mempunyai makna harapan dan keagungan, kewibawaan. Motif ini untuk pertama kalinya dibuat untuk dikenakan PB XI.

5. Sekar Jagad : Sekar berarti bunga dan jagad adalah dunia. Paduan kata yang tercermin dari nama motif ini adalah “kumpulan bunga sedunia”. Motif ini merupakan perulangan geometris dengan cara ceplok (dipasangkan bersisian), yang mengandung arti keindahan dan keluhuran kehidupan di dunia. Motif ini mulai berkembang sejak abad ke-18. (http://nlyliyani.wordpress.com/2012/09/18/makna-di-balik-motif-batik-solo/)

Pembuatan batik kelengan merupakan teknik tertua. Prosesnya sederhana, yaitu dengan kain ditutup dengan malam menurut motif yang dikehendaki (dengan canting cap), kemudian diwedel dan dilorod. Batik kelengan hanya memiliki dua warna, yakni warna dasar dan warna putih sebagai warna kain. - See more at: http://thebatik.net/batik-kelengan/#sthash.0F7GO9n7.dpuf

* Batik Gentongan adalah karya seni batik khas pulau Madura. Namun siapa menyangka bahwa dalam karya seni batik gentongan Madura ternyata memiliki keunikan tersendiri yaitu adanya unsur mistik dari selembar karya batik gentongan yang tertuang di atas kain tersebut.

Proses pembuatan batik gentongan Madura tidak seperti batik Jawa umumnya. Selain membutuhkan waktu minimal 6 bulan, mungkin tak pernah terlintas di benak anda bahwa dalam proses pembuatan batik gentongan juga ada pantangan bagi pengrajinnya. Pantangan ini bisa mendatangkan karma jika pengrajin batik gentongan itu melanggar tradisi.

Menurut Syarifah (43), salah Salah satu pantangan bagi pengrajin Batik Gentongan adalah jika ada keluarga pengrajin yang meninggal, maka proses pembuatan batik dalam gentong itu harus berhenti. “Pantangannya, salah satunya adalah kalau ada sanak keluarga kita yang meninggal dunia. Itu harus berhenti, kalau diteruskan akan buat sial pak”, tutur Syarifah kepada infomistik, Kamis 30/05/2013.

Menurut Syarifah, nama “Gentongan” pada kerajinan batik ini diambil dari proses pembuatannya yang menggunakan media gentong. “dikatakan batik Gentongan karena dibuatnya di dalam gentong di dalam kamar yang gelap pak. Itu makanya disebut Batik Gentongan”. Gentong itu juga harus ditaruh di dalam kamar yang kedap cahaya.

Batik Gentongan Madura dibuat dengan tanPengrajin Batik Gentongangan secara manual atau “hand made” dengan sentuhan pewarna alam. Pada umumnya, Batik Gentongan bermotif flora dan fauna. Perpaduan perwarna alam dengan motif flora fauna ini membentuk cita rasa seni budaya timur yang kuat. Proses pembuatannya cukup lama yaitu minimal 6 Bulan. "Dicelup lalu diangkat, dicelup lalu diangkat lagi, begitu seterusnya selama paling tidak 6 bulan. Inilah yang membuat batik Gentongan Madura sangat istimewa, ada tradisi sendiri dan berbeda dengan batik lainnya yang dari Jawa," ucap Syarifah.

Karya seni Batik Gentongan asal Madura ini ternyata telah mendapatkan perhatian serius dari salah seorang pernacang busana Billi Wong yang diwujudkan dalam bentuk rancang busana yang berkonsep international. Perpaduan pewarna alami, proses pembuatan, motif ditambah kombinasi materi denim, adalah bentuk akulturasi cita rasa budaya Timur dan Barat yang semakin mempertegas fashionable. Setiap pameran di luar negeri, batik Gentongan Madura ini selalu turut dibawa untuk dipamerkannya.

Potensi membanggakan saat karya seni Madura berpotensi menembus pasar internasional, namun yang justru memprihatinkan adalah kondisi strata ekonomi pengrajin batik Gentongan Madura seakan ada tangan besar yang yang sengaja membuat para pengusaha dan pengrajin karya seni Madura ini seakan mati suri. Selain faktor permodalan, pengrajin batik Gentongan juga tidak memiliki asosiasi yang membantu memasarkan produknya. Saat ini, para pengrajin sangat tergantung kepada tengkulak baik dalam menjual produknya maupun pembiayaan produksinya karena tidak memiliki akses pasar maupun akses permodalan sehingga mereka tidak mempunyai daya dukung menuju kondisi ekonomi yang lebih baik.

Melihat potensi pasar Internasional yang sangat terbuka serta tingginya nilai seni serta keistimewaan Batik Gentongan ini, pembinaan dan penguatan permodalan serta akses pasar sangat dibutuhkan agar peluang pasar serta potensi yang ada pada Batik Gentongan ini tidak lenyap begitu saja melainkan dapat dikembangkan menuju usaha lokal yang menembus pasar Internasional. (http://infomistik.com/unsur-mistik-balik-keistimewaan-batik-gentongan-yang-butuh-uluran-tangan-339.html)

* Kerumitan membuat sepotong batik tulis ternyata masih belum cukup jika kita tahu sejarah motif Batik Ttiga Negeri. Motif Batik Tiga Negeri merupakan gabungan batik khas Lasem, Pekalongan dan Solo, pada jaman kolonial wilayah memiliki otonomi sendiri dan disebut negeri. Mungkin kalau hanya perpaduan motifnya yang khas masing-masing daerah masih wajar dan biasa, tetapi yang membuat batik ini memiliki nilai seni tinggi adalah prosesnya.

Konon menurut para pembatik, air disetiap daerah memiliki pengaruh besar terhadap pewarnaan, dan ini masuk akal karena kandungan mineral air tanah berbeda menurut letak geografisnya. Maka dibuatlah batik ini di masing-masing daerah. Pertama, kain batik ini dibuat di Lasem dengan warna merah yang khas, seperti merah darah, setelah itu kain batik tersebut dibawa ke Pekalongan dan dibatik dengan warna biru, dan terakhir kain diwarna coklat sogan yang khas di kota Solo. Mengingat sarana transportasi pada zaman itu tidak sebaik sekarang, maka kain Batik Tiga Negeri ini dapat dikatakan sebagai salah satu masterpiece batik. (http://batikpekalongan.wordpress.com/2007/11/08/batik-tiga-negeri/)

Motif batik tambal memiliki arti tambal bermakna menambal atau memperbaiki hal-hal yang rusak. Dalam perjalanan hidupnya, manusia harus memperbaiki diri menuju kehidupan yang lebih baik, lahir maupun batin. Dahulu, kain batik bermotif tambal dipercaya bisa membantu kesembuhan orang yang sakit. Caranya adalah dengan menyelimuti orang sakit tersebut dengan kain motif tambal. Kepercayaan ini muncul karena orang yang sakit dianggap ada sesuatu “yang kurang”, sehingga untuk mengobatinya perlu “ditambal”. (http://id.wikipedia.org/wiki/Batik_Tambal)

Motif Batik Yogyakarta

* Parang

Motif batik Parang adalah simbol dari wibawa, kebanggaan, kerajaan, dan kepemimpinan. Konon, motif Parang ini ditemukan oleh Sultan Agung Mataram yang sedang bermeditasi di Pantai Selatan. Sang Sultan melihat ombak yang memecah karang dan terinspirasi untuk menjadikannya sebagai motif batik. Motif Parang ini biasa digunakan oleh kalangan kerajaan. Para raja biasanya memakai motif Parang Barong, untuk pangeran memakai Parang Gendreh, dan untuk para putri memakai motif Parang Kletik. Motif Batik Parang ini tidak boleh digunakan di istana pada saat raja berada di istana karena itu berarti menghina raja.

Truntum

Motif Batik Truntum adalah simbol dari cinta abadi, pengabdian, dan simbol untuk cinta yang selalu tumbuh dan berkembang. Asal mula motif batik ini adalah kisah dari Ratu Beruk yang merasa sedih karena suaminya, Sunan Pakubuwono II, yang ingin memperistri selirnya. Karena tidak bisa memprotes kehendak suaminya, Sang Ratu hanya bisa bersedih sambil membatik motif bintang di kain mori. Melihat keteguhan hati istrinya tersebut, Sunan Pakubuwono tidak jadi memperistri selirnya, cintanya kepada sang istri semakin berkembang, maka terciptalah motif Batik Truntum yang bentuknya seperti bintang. Biasanya motif batik ini digunakan oleh orang tua yang ingin menikahkan anaknya dengan harapan pernikahan anaknya akan selalu di isi oleh cinta kasih yang terus tumbuh dan berkembang.

Kembang Kawung

Ceplok Kawung adalah salah satu motif ceplok yang paling umum dan paling sering kita temui sebagai motif batik. Konon motif ini masuk dalam kategori sebagai salah satu motif paling tua yang pernah ada. Kata Kawung sendiri berasal dari kata suwung yang berarti Kosong. Kata Suwung ini juga kerap dikaitkan dengan sifat manusia. Ada 3 definisi suwung yang terkait dengan sifat manusia ini.

Definisi pertama, kata suwung apabila dikaitkan dengan titik terdekat dengan garis imajiner alam pikir kita. Sueung atau kosong pada manusia diibaratkan sebagai manusia yang pikirannya kosong dan akhirnya bertindak tak tentu arah sehingga kerap disebut gila.

Definisi kedua, kata suwung apabila dikaitkan dengan titik tengah pada garis imajiner pemikiran manusia berarti kosong tanpa bentuk dan abstrak. Kekosongan ini menjadikan dirinya netral, tidak berpihak, tidak berkemauan untuk menonjolkan diri, mengikuti arus, dan membiarkan segala yang berada di sekitarnya berjalan sebagaimana alam menghendakinya.

Definisi ketiga, Kata suwung bila dikaitkan dengan titik terjauh pada garis imajiner pemikiran manusia, “suwung” memiliki makna yang berkebalikan dengan titik yang terdekat dengan kita. Seseorang yang berada dalam kondisi “suwung” jenis ini, dia mencapai tahapan akhir dalam pengendalian diri yang luar biasa dan mampu mengontrol diri secara sempurna sehingga dia mengetahui secara pasti kapan dia harus berbuat dan kapan dia harus menahan diri.

Tidak heran kemudian motif kawung ini terlihat selalu dipakai oleh Semar. Manusia titisan dewa yang memiliki akhlak yang sangat baik, memiliki pemikiran-pemikiran yang tajam dan sangat bijaksana. Sehingga bisa dikatakan bahwa motif kawung ini adalah sebuah simbol kesempurnaan.

Ada banyak sekali sebenarnya jenis motif kawung yang ada. Beberapa diantaranya adalah: Kawung Picis, Kawung Cacah Gori sampai dengan Kawung Kemplong (Jenis Kawung yang terbesar).

Makna khususnya juga bermacam-macam, akan tetapi makna dasarnya tetaplah sama, simbol kesempurnaan.

Batik Tulis Lasem

Menurut Babad Lasem karangan Mpu Santri Badra,keberadaan batik ini diIndonesia berkaitan dng kedatangan Laksamana ChengHo (1413). Anak buah Laksamana Cheng Ho, Bi Nang Un dan istrinya Na Li Ni memilih menetap di Bonag setelah melihat keindahan alam Jawa. Na Li Ni mulai membatik motif burung hong,liong,bunga seruni,mata uang&warna merah darah ayam khas Tiong Hoa.Motif ini jd ciri Batik Lasem. Selain bernilai artistik,Batik Lasem motif burung Hong/phoenix,adalah simbol kekuatan wanita,bermakna kebajikan,prestasi&keabadian. Ada satu motif yg sangat identik sekali dng batik Lasem,yaitu motif Lokcan.Motif ini digemari dari Bali, Lombok, sampai ke Sumba. Motif ini berisi sulur-suluran dng aneka macam motif hewan penjaga dunia seperti naga,burung hong,kilin,kura-kura&lambang banji. Di Sumatra Barat,motif ini lalu dimodifikasi warnanya menjadi warna coklat tanah,dr sinilah lalu batik tanah liat mulai dikenal. Selain warna merah yg terkenal,batik Lasem juga identik dengan latar Latohan (sejenis tanaman laut) dan juga latar batu pecah. Tapi kejayaan batik Lasem mulai pudar saat Jepang masuk ke Indonesia.Kesulitan bahan baku kain mori,membuat industri batik lasem lumpuh. Sejak itu batik lasem seperti kehilangan pamornya dan yang kemudian membuat batik Lasem menjadi langka.

Batik Slobok

Kain motif ini sering dipakai masyarakat Jawa untuk melayat kerabat atau teman yang telah meninggal dunia. Motif slobok, yang memiliki arti kata longgar adalah sebuah kiasan dari harapan untuk kelancaran bagi arwah dan agar terhindar dari kesusahan ketika menghadap kepada Tuhan Yang Maha Esa (http://tikshirt.com/ceritabatik/)

Motif Batik Yogyakarta

*Motif Sekar Jagad

Kegunaan : Digunakan orang tua mempelai pada upacara pernikahan.
Makna filosofis : Agar hatinya gembira.

Motif Pamiluto

Kegunaan : Dipakai pada saat upacara pertunangan.
Makna filosofis : Pamilut = Perekat. Agar pasangan merasa saling terikat.

Motif Ciptoning

Kegunaan : Untuk acara resmi.
Makna filosofis : Agar si pemakai menjadi orang bijak dan mampu memberikan petunjuk jalan yang benar.

Motif Wahyu Tumurun Cantel

Kegunaan : Dipakai pengantin pada waktu temu pengantin.
Makna filosofis : Wahyu = Anugrah, Tumurun = Turun.
Dengan menggunakan kedua kain ini, kedua pengantin diharapkan mendapatkan anugrah Tuhan YME berupa kehidupan yang bahagia dan sejahtera serta mendapatkan petunjuk-Nya.

Motif Wahyu Tumurun

Kegunaan : Busana daerah.
Makna filosofis : Agar si pemakai mendapatkan wahyu atau anugrah.

Motif Udan Liris

Kegunaan : Busana daerah
Makna filosofis : Agar si pemakai diharapkan dapat menghindari hal-hal yang kurang baik.

Motif Truntum Sri Kuncoro

Kegunaan : Digunakan oleh orang tua pengantin pada waktu temu pengantin.
Makna filosofis : Truntum = Menuntun. Sebagai orang tua berkewajiban menuntun kedua mempelai memasuki hidup baru yang banyak liku-liku.

Motif Tritik Jumputan

Kegunaan : Busana daerah.
Makna filosofis : Agar si pemakai terlihat luwes dan serasi.

Motif Tirta Teja

Kegunaan : Pakaian.
Makna filosofis : Tirta = Air, Teja = Cahaya.
Agar si pemakai terlihat lebih bercahaya.

Motif Tambal Kanoman

Kegunaan : Dipakai oleh golongan muda.
Makna filosofis : Agar si pemakai terlihat serasi dan mendapatkan banyak rejeki.

Motif Soko Rini

Kegunaan : Upacara tujuh bulanan. Sebagai alat untuk menggendong bayi.
Makna filosofis : Agar si pemakai mendapatkan kesenangan yang kokoh dan abadi.

Motif Slobog

Kegunaan : Upacara kematian. Upacara pelantikan para pejabat pemerintah.
Makna filosofis : Melambangkan harapan agar arwah yang meninggal mendapatkan kemudahan dan kelancaran dalam perjalanan menghadap Tuhan YME, sedangkan keluarga yang ditinggalkan juga diberikan kesabaran dalam menerima musibah kehilangan salah satu keluarganya. Selain itu juga memiliki arti lain yaitu, melambangkan harapan agar selalu diberi petunjuk dan kelancaran dalam menjalankan semua tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Motif Sido Mukti Luhur

Kegunaan : Upacara tujuh bulanan. Sebagai alat untuk menggendong bayi.
Makna filosofis : Sido Mukti = Gembira, kebahagiaan. Sehingga bayi yang di gendong merasa tenang dan mendapat kebahagiaan.

Motif Sido Mukti Ukel Lembat

Kegunaan : Upacara bertemunya pengantin.
Makna filosofis : Orang yang memakai akan menjadi mukti.

Motif Sido Asih Sungut

Kegunaan : Bertemunya mempelai.
Makna filosofis : Sido = Jadi, Asih = Sayang. Agar hidup dalam rumah tangganya dipenuhi rasa kasih sayang.

Motif Sido Asih Kemoda Sungging

Kegunaan : Upacara tujuh bulanan. Sebagai alat untuk menggendong bayi.
Makna filosofis : Agar disayangi setiap orang.

Motif Sido Asih

Kegunaan : Bebas.
Makna filosofis : Agar si pemakai disenangi banyak orang.

Motif Semen Romo Sawat Gurdo Cantel

Kegunaan : Upacara tujuh bulanan. Pakaian pesta.
Makna filosofis : Agar si pemakai selalu mendapatkan berkah Tuhan.

Motif Semen Romo Sawat Gurdo

Kegunaan : Busana daerah.
Makna filosofis : Agar si pemakai terlihat menjadi lebih menarik.

Motif Semen Mentul

Kegunaan : Pakaian sehari-hari.
Makna filosofis : Orang yang memakai pada umumnya tidak mempunyai keinginan yang pasti.

Motif Semen Gurdo

Kegunaan : Untuk pesta dan busana daerah.
Makna filosofis : Agar si pemakai mendapatkan berkah dan terlihat berwibawa.

Motif Semen Kuncoro

Kegunaan : Pakaian harian keraton.
Makna filosofis : Agar si pemakai akan memancarkan kebahagiaan.

Motif Sekar Polo

Kegunaan : Untuk pakaian sehari-hari
Makna filosofis : Agar si pemakai akan dapat memberikan dorongan atau pengaruh terhadap orang lain.

Motif Sekar Manggis

Kegunaan : Upacara tradisional Jawa
Makna filosofis : Agar si pemakai diharapkan akan memberikan kesan serasi bagi si pemakai.

Motif Sekar Keben

Kegunaan : Pakaian harian kalangan abdi dalam keraton.
Makna filosofis : Agar si pemakai memiliki pandangan yang luas dan berpikiran kedepan.

Motif Sekar Asem

Kegunaan : Pakaian upacara adat Jawa.
Makna filosofis : Asem = Senyum (Jawa : Mesem). Orang yang memakai akan selalu hidup bahagia dan bersifat ramah.

Motif Sapit Urang

Kegunaan : Sebagai koleksi dari lingkungan keraton.
Makna filosofis : Orang yang menggenakannya diharapkan mempunyai kepribadian yang baik dan hidupnya tidak sembrono.

Motif Prabu Anom Parang Tuding

Kegunaan : Upacara tujuh bulanan.
Makna filosofis : Agar si pemakai mendapatkan kedudukan yang baik, awet muda dan simpatik.

Motif Kurung

Kegunaan : Busana daerah.
Makna filosofis : Orang yang menggenakannya diharapkan menjadi gagah dan berwibawa serta memiliki kepribadian yang kuat.

Motif Parang Tuding

Kegunaan : Upacara tujuh bulanan. Digunakan untuk menggendong bayi.
Makna filosofis : Parang = Batu Karang, Tuding = Menuding (Jawa : Menunjuk). Menunjukkan hal-hal yang baik dan menimbulkan kebaikan.

Motif Parang Grompol

Kegunaan : Busana daerah.
Makna Filosofis : Si pemakai diharapkan akan mempunyai banyak rejeki.

Motif Parang Kusumo Ceplok Mangkoro

Kegunaan : Berbusana pria dan wanita.
Makna Filosofis : Parang Kusumo = Bangsawan, Mangkoro = Mahkota. Si pemakai mendapat kedudukan, keluhuran dan dijauhkan dari mara bahaya.

Motif Parang Curigo, Ceplok Kepet

Kegunaan : Menghadiri pesta.
Makna Filosofis : Curigo = Keris, Kepet = Isis. Si pemakai diharapkan memiliki kecerdasan, kewibawaan, serta ketenangan.

Motif Parang Barong

Kegunaan : Dipakai oleh Sultan atau Raja.
Makna Filosofis : Kekuasaan atau kewibawaan seorang Sultan atau Raja.

Motif Parang Bligon, Ceplok Nitik Kembang Randu

Kegunaan : Menghadiri pesta.
Makna Filosofis : Parang Bligo = bentuk bulat berarti kemantapan hati. Kembang Randu = melambangkan si pemakai memiliki kemantapan dalam hidup dan banyak rejeki.

Motif Lerek Parang Centung

Kegunaan : Upacara tujuh bulanan (Jawa : Mitoni). Dipakai perempuan pada acara pesta.
Makna Filosofis : Parang Centung = Sudah Pandai Ber-rias (Jawa : Wis ceto macak), Kalau dipakai akan terlihat cantik.

Motif Nogosari

Kegunaan : Upacara tujuh bulanan (mitoni).
Makna Filosofis : Nogosari adalah nama sejenis pohon. Motif ini melambangkan kesuburan dan kemakmuran.

Motif Nitik Ketongkeng

Kegunaan : Bebas.
Makna Filosofis : Biasanya dipakai oleh orang tua untuk mendapatkan rejeki dan serasi.

Motif Nogo Gini

Kegunaan : Upacara temanten Jawa.
Makna Filosofis : Apabila memakai kain tersebut diharapkan bisa memberikan barokah (rejeki) pada sang pemakai.

Motif Nitik

Kegunaan : Digunakan pada acara resmi.
Makna Filosofis : Orang yang memakai diharapkan menjadi bijaksana dan dapat menilai orang lain dengan tepat.

Motif Lung Kangkung

Kegunaan : Sebagai pakaian sehari-hari.
Makna Filosofis : Diharapkan akan mendapatkan pulung (rejeki).

Motif Latar Putih Cantel Sawat Gurdo

Kegunaan : Di gunakan untuk dipakai di acara resmi.
Makna Filosofis : Menunjukkan suatu kewibawaan.

Motif Klitik

Kegunaan : Digunakan untuk dipakai di acara resmi.
Makna Filosofis : Menunjukkan suatu kewibawaan.

Motif Kembang Temu Latar Putih

Kegunaan : Untuk berpergian dan untuk ber-pesta.
Makna Filosofis : Kembang Temu = Kebapakan. Maka orang yang memakai akan memiliki sifat dewasa.

Motif Kawung Picis

Kegunaan : Digunakan di kalangan kerajaan.
Makna Filosofis : Motif ini melambangkan harapan agar manusia selalu ingat akan asal-usulnya. Motif Kawung Picis juga melambangkan empat penjuru (pemimpin harus dapat berperan sebagai pengendali perbuatan baik). Juga melambangkan bahwa hati nurani sebagai pusat pengendali nafsu yang terdapat pada diri manusia, sehingga ada keseimbangan pada diri manusia.

Motif Kesatrian

Kegunaan : Dipakai pengiring waktu upacara pengiringan pengantin.
Makna Filosofis : Agar pemakai terlihat gagah dan memiliki sifat seperti ksatria.

Motif Jawah Liris Seling Sawat Gurdo

Kegunaan : Digunakan untuk berbusana sehari-hari.
Makna Filosofis : Pemakai Batik ini diharapkan dalam kesehariannya akan dihujani rizky.

Motif Jalu Mampang

Kegunaan : Untuk menghadiri upacara pernikahan.
Makna Filosofis : Memberikan dorongan semangat kehidupan dan memberikan restu bagi pengantin.

Motif Harjuno Manah

Kegunaan : Upacara Pisowanan (menghadap raja bagi kalangan kraton).
Makna Filosofis : Diharapkan orang yang memakai, apabila mempunyai keinginan akan dapat terwujud.

Motif Grompol

Kegunaan : Di pakai oleh Ibu mempelai putri pada saat siraman.
Makna Filosofis : Grompol, bermakna berkumpul/bersatu. Memakai Batik jenis ini diharapkan berkumpulnya segala sesuatu yang baik-baik, seperti rizky, keturunan, serta kebahagiaan hidup.

* beberapa tips untuk merawat kain Batik agar kualitas dan warna dari kain Batik tersebut selalu terjaga, adalah sebagai berikut :
1. Hindari penggunaan sabun dan deterjen, sabun dan deterjen memiliki sifat yang terlalu keras dalam mengikis warna yang menempel pada kain dan bisa memudarkan warna dari batik itu sendiri. Untuk mengganti bahan tersebut dalam mencuci batik, bisa menggunakan shampo rambut.
2. Tidak perlu disikat, Untuk mencuci kain batik cukup direndam dan di bagian yang kotor cukup di kucek dengan lembut saja, tidak perlu menggunakan sikat.
3. Hindari pemerasan pada kain dan penggunaan mesin cuci, saat mencuci kain batik cukup dengan menarik ujung-ujungnya saja, maka kain batik akan kembali lurus.
4. Hindari penjemuran secara langsung, untuk menjemur kain batik, jangan langsung dijemur terbuka dan terkena sinar matahari, cukup di jemur di tempat yang teduh, atau diangin-anginkan saja.
5. Hindari penyetrikaan secara langsung, bagian yang disetrika cukup bagian dalam nya saja, namun apabila terlalu kusut, maka lapisi dulu kain batik tersebut dengan kain bersih lainnya.
6. Hindari semprotan wewangian secara langsung, Bahan kimia yang terkandung dalam wewangian (parfum) adalah alkohol, dan bahan ini bisa merusak warna pada kain batik, maka dari itu sebaiknya dihindari.
7. Hindari pemakaian kapur barus pada waktu penyimpanan, kamper atau kapur barus bisa merusak batik, sebaiknya ganti dengan merica, lada yang di bungkus kain yang di letakkan pada pojok-pojok lemari anda.

http://batikthok.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut