14 Februari 2010

Kuliah Ahad Dhuha Tanggal 14 Februari 2010

Event : Kuliah Ahad Dhuha
Tanggal : 14 Februari 2010
Pembicara : DR Isnawati MA
Tema: Shalat shalat sunnah

Shalat Jumat

Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
QS. al-Jumu'ah (62) : 9

A. Arti Definisi / Pergertian Shalat Jumat

Sholat Jum'at adalah ibadah salat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah.

B. Hukum Sholat Jum'at

Shalah Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi laki-laki / pria dewasa beragama islam, merdeka dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu. Jadi bagi para wanita / perempuan, anak-anak, orang sakit dan budak, solat jumat tidaklah wajib hukumnya.

Dalil Al-qur'an Surah Al Jum'ah ayat 9 :

" Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."

C. Syarat Sah Melaksanakan Solat Jumat

1. Shalat jumat diadakan di tempat yang memang diperuntukkan untuk sholat jumat. Tidak perlu mengadakan pelaksanaan solat jum'at di tempat sementara seperti tanah kosong, ladang, kebun, dll.
2. Minimal jumlah jamaah peserta salat jum'at adalah 40 orang.
3. Shalat Jum'at dilaksanakan pada waktu shalat dhuhur / zuhur dan setelah dua khutbah dari khatib.

D. Ketentuan Shalat Jumat

Shalat jumat memiliki isi kegiatan sebagai berikut :
1. Mengucapkan hamdalah.
2. Mengucapkan shalawat Rasulullah SAW.
3. Mengucapkan dua kalimat syahadat.
4. Memberikan nasihat kepada para jamaah.
5. Membaca ayat-ayat suci Al-quran.
6. Membaca doa.

E. Hikmah Solat Jum'at

1. Simbol persatuan sesama Umat Islam dengan berkumpul bersama, beribadah bersama dengan barisan shaf yang rapat dan rapi.
2. Untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar sesama manusia. Semua sama antara yang miskin, kaya, tua, muda, pintar, bodoh, dan lain sebagainya.
3. Menurut hadis, doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT akan dikabulkan.
4. Sebagai syiar Islam.

F. Sunat-Sunat Shalat Jumat

1. Mandi sebelum datang ke tempat pelaksanaan sholat jum at.
2. Memakai pakaian yang baik (diutamakan putih) dan berhias dengan rapi seperti bersisir, mencukur kumis dan memotong kuku.
3. Memakai pengaharum / pewangi (non alkohol).
4. Menyegerakan datang ke tempat salat jumat.
5. Memperbanyak doa dan salawat nabi.
6. Membaca Alquran dan zikir sebelum khutbah jumat dimulai.

--
Shalat Dhuha

Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa Abdulloh bin Syaqiq pernah bertanya kepada Aisyah RA : "Apakah Rasulullah SAW melaksanakan sholat dhuha ?" ia menjawab : "tidak, kecuali jika beliau pulang dari berpergian" (HR Bukhori, Muslim, Malik, Abu Daud, An-Nasa'i)

Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW memang tidak pernah mendawamkan pelaksanaan sholat dhuha bahkan dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa tidak ada seorang pun yang pernah melihat Rasulullah SAW melaksanaknnya kecuali Ummu Hani RA. Dari Abdurrahman bin Abi Laila, ia berkata: "Tidak ada seorang pun yang membertahukan kepada kami bahwa ia telah melihat/menyaksikan Nabi SAW melaksanakan sholat dhuha selain Ummu Hani RA, ia berkata : "Sesungguhnya Nabi SAW memasuki rumahnya pada peristiwa Futuh Mekah, kemudian beliau mandi dan sholat delapan rakaat. Tidak pernah sekalipun saya melihat sholat yang paling ringan darinya hanya saja beliau menyempurnakan ruku dan sujudnya" (HR, Bukhori, Muslim, Malik, Tirmidzy, dan Abu Daud)

Adapun hukum mendawamkan (melaksanakn setiap hari/terus menerus) pelaksanaan sholat dhuha bagi umatnya, para ulama berbeda pendapat tentang hal tersebut

A. Jumhurul Ulama menyatakan bahwa disunnahkan untuk mendawamkan pelaksanaan sholat dhuha, karena keumuman hadits : "Amal yang paling dicintai oleh Alloh adalah yang amal yang didawamkan meskipun hanya sedikit" (HR Muslim)

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada yang menjaga pelaksanaan sholat dhuha kecuali Awwab". Beliau pun bersabda : "Ia termasuk sholat Awwabiin" (HR Hakim/Mauquf)

B. Ulama Hanabilah berpendapat bahwa tidak disunahkan melaksanakan sholat dhuha terus menerus (setiap hari), hal tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Dalam riwayat yang lain dijelaskan bahwa: "Rasulullah SAW biasa melaksanakan sholat dhuha sehingga kami berkata beliau tidak pernah meninggalkannya, kemudian beliau meninggalkan pelaksannannya sehingga kami berkata beliau tidak pernah melaksanakannya" (HR Tirmidzy/dhoif) Mereka pun beralasan bahwa melaksanakan sholat dhuha terus menerus akan menyerupai pelaksanaan sholat-sholat fardu.

Adapun sholat sunnah yang baru datang dari safar biasa Rasulullah SAW laksanakan di Masjid. Hal tersebut berdasarkan hadis dari Ka.ab bin Malik RA, : "Rasulullah SAW apabila datang dari berpergian, beliau datang ke Masjid dan melaksanakan sholat dua rakaat kemudian beliau duduk mengahadap para shahabatnya" (HR. Bukhori Muslim) Di dalam hadis ini, diterangkan bahwa disunnahkan bagi mereka yang baru datang dari bebergian agar dalam keadaan berwudhu dan hendaklah mendatangi masjid terlebih dahulu sebelum rumahnya dan melaksanakan sholat di dalamnya. Dan ini berbeda dengan sholat dhuha.

Bagaimana agar rezeki kita dimudahkan? Adakah ibadah membantu kita untuk memperlancar datangnya rezeki? Ada dan shalat dhuha adalah jawabannya. Shalat dhuha adalah ibadah shalat yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Shalat sunnat ini yang dilakukan seorang muslim saat waktu dhuha.Waktu dhuha tiba saat matahari mulai naik, kira-kira tujuh hasta sejak terbitnya. Atau sekitar pukul tujuh pagi hingga waktu dzuhur. Jumlah rakaat shalat dhuha, dari dua hingga duabelas rakaat. Meskipun bernilai sunnah, shalat ini mengandung manfaat yang sangat besar bagi umat Islam.

Rasulullah bersabda di dalam Hadists Qudsi,“Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat shalat dhuha, karena dengan shalat tersebut, Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR Hakim dan Thabrani)

Dalam hadist yang lain dikatakan,“Barangsiapa yang masih berdiam diri di mesjid atau tempat shalatny setelah shubuh karena melakukan I’tikaf, berzikir, dan melakukan dua rakaat shalat dhuha disertai tidak berkata sesuatu kecuali kebaikan, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun bnyaknya melebihi buih di lautan.” (HR. Abu Daud)

"Dalam tubuh manusia itu ada 360 ruas tulang. Ia harus disedekahkan untuk setiap ruas itu." Para shahabat bertanya, "Siapa yang kuat melaksanakan itu, ya Rasulullah? Beliau menjawab, "Dahak yang di masjid itu lalu ditutupinya dengan tanah, atau menyingkirkan sesuatu gangguan dari tengah jalan itu berarti sedekah. Atau, sekiranya tidak dapat melakukan itu, cukuplah diganti dengan mengerjakan dua rakaat shalat dhuha." (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Shalat-shalat sunah sangat dianjurkan. Karena ada faedah yang terkandung di dalamnya. Salah satunya untuk membuka pintu-pintu rezeki dan keberkahannya. Di antara shalat sunah tersebut adalah shalat dhuha.Hadits Rasulullah SAW terkait shalat dhuha antara lain :"Siapapun yang melaksanakan shalat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak busa lautan." (H.R Turmudzi)Selengkapnya tabir emas dibalik shalat dhuha, dapat Anda baca dalam buku Keajaiban Shalat Dhuha. Buku berpengantar Dr. K.H. Muslih Abd. Karim, MA ini ditulis Muhammad Abu Ayyas. Buku berjumlah halaman 140 ini, pun menjelaskan cara mudah mencari rezeki. Dalam buku ini mengandung pesan: sebab rezeki hak semua orang dan kemiskinan mendekati kekufuran, maka ibadah dan usaha adalah jawabannya.Dengan mengenal keutamaan dan keajaiban shalat dhuha, maka kaum muslim akan lebih tergerak untuk merawat shalat sunah ini.

--

Shalat Istikharah

Istiqarah ketika menentukan antara dua pilihan yang terbaik atau untuk meminta bimbingan Allah Ta’ala. Terlebih Istiqarah ketika sedang ta’aruf dengan calon pasangan.

Rasulullah saw. bersabda:

“Apabila seseorang di antara kamu berkehendak melakukan suatu perkara, hendaklah ia shalat dua rakaat di luar shalat fardhu, kemudian bacalah doa ini:

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan ilmuMu pilihan yang paling tepat, aku memohon kekuatan kepada-Mu dengan kemahakuasaan-Mu, aku memohon KaruniaMu yang besar. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa, sedangkan aku tidak kuasa. Engkau Maha Mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui, dan Engkaulah yang mengetahui perkara ghaib.

Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku, bagi agamaku, bagi hidupku dan baik akibatnya bagi diriku (dunia dan akhirat) maka tetapkanlah dan mudahkanlah. Sesungguhnya apabila Engkau mengetahui bahwa perkara ini buruk bagiku, bagi agamaku, bagi hidupku dan buruk akibatknya terhadap diriku (dunia dan akhirat) maka jauhkanlah perkara ini dariku dan jauhkan dariku darinya. Tetepkanlah kebaikan untukku di mana pun aku berada, dan jadikanlah diriku ridha menerimanya.

Kemudian Rasulullah saw. bersabda,

Maka silakan ia sebut keperluannya. (H.R. Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, dan lainnya).

Setelah melakukan shalat istiqarah, apabila shalatnya dilaksanakan dengan kesungguhan dan keikhlasan, diharapkan akan memunculkan kecenderungan dan kemantapan hati. Dengan landasan itulah keputusan akhir ditetapkan, bahwa pilihan kita jatuh kepada si Fulan atau Fulanah. Bismillah, mudah-mudahan itulah pilihan barakah, pilihan yang membawa kita dan keluarga kita nantinya ke dalam Jannah Allah kelak.

Yakinlah, ketika kita melibatkan Allah didalamnya, apapun hasilnya, pasti adalah yang terbaik bagi kita, dan Allah pasti ridha kepada kita.

--

Shalat Tasbih

riwayatnya adalah berkata Rasulullah saw kepada Abbas ra : “Wahai Abbas, wahai pamanku, maukah kau kuberi?, maukah kau termuliakan?, maukah kau kuajari keluhuran? maka perbuatlah 10 hal, yg jika kau kerjakan maka Allah akan mengampuni dosamu yg pertama dan terakhir, dosa yg terdahulu dan yg baru, yg sengaja dan tak sengaja, yg besar dan yg kecil, yg tersembunyi dan yg terang terangan, 10 bagian yaitu kau shalat 4 rakaat, dan kau membaca pada setiap rakaat surat Fatihah dan surat lainnya,jika selesai dari bacaannya maka bacalah Subhanallah walhamdulilllah walaa ilaha illallah wallahu akbar 15X, lalu……(demikian Rasul saw meneruskan bacaan shalat tasbih sebagaimana kita ketahui).. maka jadilah setiap rakaat 75X dzikir itu, lakukan demikian 4 rakaat, maka lakukanlah jika mampu akan hal itu setiap hari, jika tidak maka setiap jumat sekali, jika tidak maka setiap bulan sekali,jika tidak maka setahun sekali, jika tidak maka seumur hidupmu sekali (HR Sunan Abi Dawud bab shalat tasbih, Mustadrak ala shahihain Bab Shalat Tattawwu’, Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Bab Fadhl Attasbih, dll).

Mengenai shalat nisfu sya’ban saya belum menemukan riwayatnya yg shahih dan tsigah, namun kita lebih percaya pada parea Kyai kita daripada mereka yg dangkal dalam ilmu hadits

jikapun hal itu bid’ah, maka tentunya Bid’ah hasanah, Shalat sunnah boleh dil;akukan kapan saja, maka jika memperbanyak ibadah di malam nisfu sya’ban dengan memperbanyak shalat, apakah salahnya?

salahkan orang memperbanyak sujud dimalam itu?

sebagaimana riwayat shahih ketika Imam Masjid Quba mengada ada dengan membaca surat alikhlas pada setiap rakaat setelah fatihah baru kemudian surat lainnya,

maka makmumnya memprotesnya, kenapa surat al ikhlas disederajatkan dg fatihah??

maka imam itu keras kepala dan tak mau merubahnya, kabar disampaikan pada Rasul saw, dan Rasul saw memanggilnya dan menanyakannya, maka Imam Masjid Quba menjawab tanpa dalil, seraya berkata : “Aku mencintai surat Al Ikhlas.., maka Rasul saw bersabda : cintamu pada surat al ikhlas akan membuatmu masuk sorga” (Shahih Bukhari).

jelas sudah, Rasul saw tak menyalahkan orang yg membuat buat suatu hal yg beliau saw tak ajarkan, selama hal itu baiik, berikut masalah Bid’ah hasanah :

1. Nabi saw memperbolehkan berbuat bid’ah hasanah.

Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda beliau saw : “Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna Bid’ah hasanah dan Bid;ah dhalalah.

Perhatikan hadits beliau saw, bukankah beliau saw menganjurkan?, maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yg membuat kebaikan atas islam maka perbuatlah, alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yg tidak mencekik ummat, beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diperlukan hal hal yg baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan, demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yg tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman, inilah makna ayat : “ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM..dst, “hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”, maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua hal yg baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya, alangkah sempurnanya islam,

bila yg dimaksud adalah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat itu salah, karena setelah ayat ini masih ada banyak ayat ayat lain turun, masalah hutang dll, berkata para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai kejadian turunnya ayat ini maka Musyrikin tidak lagi masuk masjidil haram, maka membuat kebiasaan baru yg baik boleh boleh saja.

namun tentunya bukan membuat agama baru atau syariat baru yg bertentangan dg syariah dan sunnah Rasul saw, atau menghalalkan apa apa yg sudah diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya, inilah makna hadits beliau saw : “Barangsiapa yg membuat buat hal baru yg berupa keburukan…dst”, inilah yg disebut Bid’ah Dhalalah.

Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau saw memperbolehkannya (hal yg baru berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar ummat tidak tercekik dg hal yg ada dizaman kehidupan beliau saw saja, dan beliau saw telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yg buruk (Bid’ah dhalalah).

Mengenai pendapat yg mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus untuk sedekah saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yg dangkal dalam pemahaman syariah, karena hadits diatas jelas jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bid’ah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi’in.

2. Siapakah yg pertama memulai Bid’ah hasanah setelah wafatnya Rasul saw?

Ketika terjadi pembunuhan besar besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yg mereka itu para Huffadh (yg hafal) Alqur’an dan Ahli Alqur’an di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra : “Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yg tidak diperbuat oleh Rasulullah..??, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an” berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari ).

Nah saudaraku, bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar shiddiq ra mengakui dengan ucapannya : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg Umar”, hatinya jernih menerima hal yg baru (bid’ah hasanah) yaitu mengumpulkan Alqur’an, karena sebelumnya alqur’an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah pisah di hafalan sahabat, ada yg tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dll, ini adalah Bid’ah hasanah, justru mereka berdualah yg memulainya.

Kita perhatikan hadits yg dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bid’ah hasanah mengenai semua bid’ah adalah kesesatan, diriwayatkan bahwa Rasul saw selepas melakukan shalat subuh beliau saw menghadap kami dan menyampaikan ceramah yg membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir, maka kami berkata : “ Wahai Rasulullah seakan akan ini adalah wasiat untuk perpisahan, maka beri wasiatlah kami” maka rasul saw bersabda : “Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang Budak afrika, sungguh diantara kalian yg berumur panjang akan melihat sangat banyak ikhtilaf perbedaan pendapat, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin yg mereka itu pembawa petunjuk, gigitlah kuat kuat dg geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati hatilah dengan hal hal yg baru, sungguh semua yg Bidah itu adalah kesesatan”. (Mustadrak Alasshahihain hadits ).

Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah khulafa’urrasyidin, dan sunnah beliau saw telah memperbolehkan hal yg baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, dan sunnah khulafa’urrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yg baru, yg tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Alqur’an, lalu pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra, dg persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw.

sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini, khulafa’urrasyidin melakukan bid’ah hasanah, Abubakar shiddiq ra dimasa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur’an, lalu kemudian Umar bin Khattab ra pula dimasa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata : “Inilah sebaik baik Bid’ah!”(Shahih Bukhari) lalu pula selesai penulisan Alqur’an dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga Alqur’an kini dikenal dg nama Mushaf Utsmaniy, dan Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui hal itu.

Demikian pula hal yg dibuat-buat tanpa perintah Rasul saw adalah dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan dimasa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar shiddiq ra, tidak pula dimasa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan dimasa Utsman bn Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bulkhari).

3. Bid’ah Dhalalah

Jelaslah sudah bahwa mereka yg menolak bid’ah hasanah inilah yg termasuk pada golongan Bid’ah dhalalah, dan Bid’ah dhalalah ini banyak jenisnya, seperti penafian sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat Khulafa’urrasyidin, nah…diantaranya adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, karena hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul saw dan dilakukan oleh Khulafa’urrasyidin, dan Rasul saw telah jelas jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf, berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa’urrasyidin, bagaimana Sunnah Rasul saw?, beliau saw membolehkan Bid’ah hasanah, bagaimana sunnah Khulafa’urrasyidin?, mereka melakukan Bid’ah hasanah, maka penolakan atas hal inilah yg merupakan Bid’ah dhalalah, hal yg telah diperingatkan oleh Rasul saw.

Bila kita menafikan (meniadakan) adanya Bid’ah hasanah, maka kita telah menafikan dan membid’ahkan Kitab Al-Quran dan Kitab Hadits yang menjadi panduan ajaran pokok Agama Islam karena kedua kitab tersebut (Al-Quran dan Hadits) tidak ada perintah Rasulullah saw untuk membukukannya dalam satu kitab masing-masing, melainkan hal itu merupakan ijma/kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahu’anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw wafat.

Buku hadits seperti Shahih Bukhari, shahih Muslim dll inipun tak pernah ada perintah Rasul saw untuk membukukannya, tak pula Khulafa’urrasyidin memerintahkan menulisnya, namun para tabi’in mulai menulis hadits Rasul saw.

Begitu pula Ilmu Musthalahulhadits, Nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami kedudukan derajat hadits, ini semua adalah perbuatan Bid’ah namun Bid’ah Hasanah.

Demikian pula ucapan “Radhiyallahu’anhu” atas sahabat, tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat, walaupun itu di sebut dalam Al-Quran bahwa mereka para sahabat itu diridhoi Allah, namun tak ada dalam Ayat atau hadits Rasul saw memerintahkan untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya, namun karena kecintaan para Tabi’in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut.
Dan ini merupakan Bid’ah Hasanah dengan dalil Hadits di atas, Lalu muncul pula kini Al-Quran yang di kasetkan, di CD kan, Program Al-Quran di handphone, Al-Quran yang diterjemahkan, ini semua adalah Bid’ah hasanah.

Bid’ah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, karena dengan adanya Bid’ah hasanah di atas maka semakin mudah bagi kita untuk mempelajari Al-Quran, untuk selalu membaca Al-Quran, bahkan untuk menghafal Al-Quran dan tidak ada yang memungkirinya.

Sekarang kalau kita menarik mundur kebelakang sejarah Islam, bila Al-Quran tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi pada perkembangan sejarah Islam ?
Al-Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di kulit onta, hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan muncul beribu-ribu Versi Al-Quran di zaman sekarang, karena semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, yang masing-masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah Al-Quran dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bid’ah Hasanah, sekarang kita masih mengenal Al-Quran secara utuh dan dengan adanya Bid’ah Hasanah ini pula kita masih mengenal Hadits-hadits Rasulullah saw, maka jadilah Islam ini kokoh dan Abadi, jelaslah sudah sabda Rasul saw yg telah membolehkannya, beliau saw telah mengetahui dg jelas bahwa hal hal baru yg berupa kebaikan (Bid’ah hasanah), mesti dimunculkan kelak, dan beliau saw telah melarang hal hal baru yg berupa keburukan (Bid’ah dhalalah).

Saudara saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah ucapan Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan ucapannya adalah Mutiara Alqur’an, sosok agung Abubakar Ashiddiq ra berkata mengenai Bid’ah hasanah : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg Umar”.

Lalu berkata pula Zeyd bin haritsah ra :”..bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun(Abubakar ra) meyakinkanku (Zeyd) sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dg mereka berdua”.

Maka kuhimbau saudara saudaraku muslimin yg kumuliakan, hati yg jernih menerima hal hal baru yg baik adalah hati yg sehati dg Abubakar shiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zeyd bin haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yg dijernihkan Allah swt,
Dan curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak mau sependapat dg mereka, belum setuju dg pendapat mereka, masih menolak bid’ah hasanah, dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa’urrasyidin, gigit dg geraham yg maksudnya berpeganglah erat erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka.
Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan sependapat dg Abubakar Asshiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat.

Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid’ah

1. Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii)

Berkata Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi dua, yaitu bid’ah mahmudah (terpuji) dan bid’ah madzmumah (tercela), maka yg sejalan dg sunnah maka ia terpuji, dan yg tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dg ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih : “inilah sebaik baik bid’ah”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)

2. Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah

“Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yg berbunyi : “seburuk buruk permasalahan adalah hal yg baru, dan semua Bid’ah adalah dhalalah” (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yg dimaksud adalah hal hal yg tidak sejalan dg Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : “Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya” (Shahih Muslim ) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid’ah yg baik dan bid’ah yg sesat”. (Tafsir Imam Qurtubiy )

3. Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi)

“Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg dosanya”, hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yg baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yg buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw : “semua yg baru adalah Bid’ah, dan semua yg Bid’ah adalah sesat”, sungguh yg dimaksudkan adalah hal baru yg buruk dan Bid’ah yg tercela”. (Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim )

Dan berkata pula Imam Nawawi bahwa Ulama membagi bid’ah menjadi 5, yaitu Bid’ah yg wajib, Bid’ah yg mandub, bid’ah yg mubah, bid’ah yg makruh dan bid’ah yg haram.

Bid’ah yg wajib contohnya adalah mencantumkan dalil dalil pada ucapan ucapan yg menentang kemungkaran, contoh bid’ah yg mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren, dan Bid;ah yg Mubah adalah bermacam macam dari jenis makanan, dan Bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yg umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2 bid’ah”. (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim )

Al Hafidh AL Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy rahimahullah
Mengenai hadits “Bid’ah Dhalalah” ini bermakna “Aammun makhsush”, (sesuatu yg umum yg ada pengecualiannya), seperti firman Allah :

yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Rabbnya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.
QS. al-Ahqaf (46) : 25

Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi)nya, akan tetapi telah tetaplah perkataan (ketetapan) daripada-Ku: "Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.
QS. as-Sajdah (32) : 13

--
Shalat Taubat

Shalat Taubat adalah shalat sunnat yang dilakukan seorang muslim jika ingin bertaubat terhadap kesalahan yang pernah ia lakukan.

Shalat taubat dilaksanakan dua raka'at dengan waktu yang bebas kecuali pada waktu yang diharamkan untuk melakukan shalat.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Tidaklah seseorang melakukan suatu perbuatan dosa, lalu dia bangun (bangkit) dan bersuci, kemudian mengerjakan shalat, dan setelah itu memohon ampunan kepada Allah, melainkan Allah akan memberikan ampunan kepadanya”. Kemudian beliau membaca ayat : “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah – Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS Ali-Imran: 135)


Tata Cara Shalat Taubat

Jumlah rakaatnya 2, 4 sampai 6 rakaat.

Niat shalat taubat:

Ushallii sunnatat taubati rak’ataini lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat shalat sunat taubat dua rakaat karena Allah.”

Doanya:

Astagfirullahal azhiim al ladzi laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyumu wa atuubu ilaihi taubata ‘abdin zhaalimin laa yamliku li nafsihi dharran wa laa naf’an wa laa mautan wa laa hayaatan wa laa nusyuuraa.

Artinya: Saya memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung, aku mengaku bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, Tuhan yang hidup terus selalu terjaga. Aku memohon taubat kepada-Nya, selaku taubatnya seorang hamba yang banyak berdosa, yang tidak mempunyai kekuatan untuk berbuat mudharat ataupun manfaat, untuk mati atau hidup maupun bangkit nanti.

--

Shalat Tasbih

Shalat Tasbih adalah shalat untuk mensucikan Allah dari segala sekutunya agar menambah kuat iman kita dan terhindar dari perbuatan syirik. Tidak mempunyai waktu tertentu, asal tidak dilakukan pada waktu yang dilarang.jumlah rakaatnya empat.Jika dilakukan pada siang hari empat rakaat dengan sekali salam dan jika dilakukan pada malam hari maka empat rakaat dengan dua kali salam ( setiap dua rakaat dua kali salam ).S abda Nabi saw : " Jika kamu mampu shalat Tasbih setiap hari maka lakukanlah, jika tidak mampu maka tiap hari jum'at atau setahun sekali atau seumur hidup sekali " ( HR.Abu Daud dan Ibnu Majah ).

Cara Melaksakan Shalat Sunnah Tasbih :

> Niat dalam hati berbarengan dengan Takbiratul Ihram

> "Aku niat shalat sunah Tasbih karena Allah"

> Membaca doa Iftitah, surat Al Fatihah dan salah satu surat didalam Al Qur'an. Afdhalnya, rakaat pertama membaca surat At Takatsur dan rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas. Membaca tasbih 15 X sebelum Ruku.

> Ruku' dan membaca tasbih ruku' tiga kali, kemudian membaca tasbih 10 X

> I'tidal dan membaca bacaannya, kemudian membaca tasbih 10 X

> Sujud pertama dan membaca tasbih sujud tiga kali, kemudian membaca tasbih 10 X

> Duduk diantara dua sujud dan membaca bacaannya, kemudian membaca tasbih 10 X

> Sujud kedua dan membaca tasbih sujud tiga kali, kemudian membaca tasbih 10 X

> Duduk sejenak (duduk Istirahat) seperti duduk diantara dua sujud dan membaca tasbih 10 X

> Setelah membaca Tasyahhud lalu membaca tasbih 10 X kemudian memberi salam dua kali.Rakaat-rakaat selanjutnya seperti kelakuan diatas, sehingga tiap satu rakaat 75 tasbih dikalikan empat rakaat jumlahnya 75 X 4 = 300 tasbih

--

Shalat Istikharah


Solat dua rakaat. Pada Rakaat pertama dibaca Surah Al-Faatihah dan Surah Al-Kaafiruun ( Qul yaa ayyuhal kaafirun) dan di rakaat kedua dibaca surah Al-Fatihah dan surah Al-Ikhlaas ( Qul hua Allahu ahad).

Solat Istikharah ini dilakukan sebelum tidur atau ketika sembahyang tahhajud dikahir malam (selepas jam 3 pagi) dan yang paling afdhal dilakukan sebelum tidur.Cara yang laing afdhal atau terbak untuk saudari lakukan solat istikaharah dan mendapat petunjuk dari Allah ialah sengan melakukan perkara berikut sebelum tidur

Ambil wudhuk ( akan tidur dalam keadaan berwudhuk)
Sembahyang sunat taubat 2 rakaat Pada Rakaat pertama dibaca Surah Al-Faatihah dan Surah Al-Kaafiruun ( Qul yaa ayyuhal kaafirun) dan di rakaat kedua dibaca surah Al-Fatihah dan surah Al-Ikhlaas ( Qul hua Allahu ahad).
Bertaubat kepada Allah dengan sesungguhnya dengan menyesali perbuatan maksiat yang dilakukan dan berazam tidak akan mengulangi lagi dosa-dosa tersebut.
Sembayang solat hajat agar diberi petunjuk untuk menyelesaikan masalah. Bacaan adalah sama dengan solat taubat.
Membaca Al-Quraan sebaik-baiknya surah Yasin
Sembahyang Istikharah sebagaimana yang diterangkan. Selepas sembahyang terus tidur dengan membaca doa sebelum tidur dan juga ayat-ayat quraan yang menjadi amalan RAsulullah untuk menghindarkan dari gangguan syaitan.

Doa istikharah dibaca ketika sujud atau selepas solat:

Wahai tuhanku, aku memohon pilihan dengan ilmuMu dan memohon takdirMu dengan kekuasaanMu. Dan aku memohon daripada kelebihanMu yang amat besar. Sesungguhnya Engkau sahaja mampu segalanya dan aku tidak mampu dan Engkau amat mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui. Engkau mengetahui segala perkara ghaib. Wahai tuhanku sekiranya /engkau ketahui bahawa perkara ini adalah yang terbaik buatku dalam perkara agamaku, didalam kehidupanku serta kehidupanku selanjutnya, maka takdirkanlah perkara itu untuk ku serta permudahkannya untuk ku dan berkatilah aku padanya. Sekiranya Engkau ketahui baha perkara ini adalah bukan yang terbaik buatku dalam perkara agamaku, di dalam kehidupan ku serta kehidupan ku selanjutnya, maka jauhilah daripadanya serta takdirkanlah yang terbaik buatku serta berkatilah aku.Doa Solat hajat:Mafhumnya:- Tiada tuhan yan disembah melainkan Allah yang bersifat maha mengetahui dan mulia. Maha suci Allah tuhan kepada arays yang maha besar. Segala puji bagi Allah tuhan sekelian alam. Aku momohon rahmat Mu serta keampunan Mu, perlindungan daripada segala dosa, serta pertolongan Mu dalam melakukan kebaikan, serta perlindungan daripada setiap perkara buruk serta aku memohon darjat syurga yang tinggi. Jangan Kamu tinggalkan dosa terhadapku kecuali Engkau mengampuninya, tidak ada kesulitan kecuali Engkau permudahkannya, tidak ada hutang kecuali Engkau permudahkan urusan pembayarannya, tidak ada hajat dunia dan hajat akhirat kecuali Engkau perkenankan hajat tersebut wahai tuhan yang pemurah.

--

Shalat Gerhana

Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua raka’at dan ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun, para ulama berselisih mengenai tata caranya.

Ada yang mengatakan bahwa shalat gerhana dilakukan sebagaimana shalat sunnah biasa, dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada sekali ruku’, dua kali sujud.
Ada juga yang berpendapat bahwa shalat gerhana dilakukan dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada dua kali ruku’, dua kali sujud. Pendapat yang terakhir inilah yang lebih kuat sebagaimana yang dipilih oleh mayoritas ulama.

Hal ini berdasarkan hadits-hadits tegas yang telah kami sebutkan:

“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk menyeru ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Muslim )

“Aisyah menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.” (HR. Bukhari)

Ringkasnya, agar tidak terlalu berpanjang lebar, tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut:

[1] Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan karena melafadzkan niat termasuk perkara yang tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam dan beliau shallallahu ’alaihi wa sallam juga tidak pernah mengajarkannya lafadz niat pada shalat tertentu kepada para sahabatnya.

[2] Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.

[3] Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaherkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah:

”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari dan Muslim )

[4]Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya.

[5]Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD’

[6]Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.

[7]Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya.

[8]Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).

[9]Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali.

[10]Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.

[11]Salam.

[12]Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak.)

Nasehat Terakhir


Saudaraku, takutlah dengan fenomena alami ini. Sikap yang tepat ketika fenomena gerhana ini adalah takut, khawatir akan terjadi hari kiamat. Bukan kebiasaan orang seperti kebiasaan orang sekarang ini yang hanya ingin menyaksikan peristiwa gerhana dengan membuat album kenangan fenomena tersebut, tanpa mau mengindahkan tuntunan dan ajakan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika itu. Siapa tahu peristiwa ini adalah tanda datangnya bencana atau adzab, atau tanda semakin dekatnya hari kiamat.

Lihatlah yang dilakukan oleh Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam:

Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan memohon ampun kepada Allah.” (HR. Muslim )

-- Shalat Minta Hujan

1. Mengangkat kedua tangan saat berdoa minta hujan

Hadis riwayat Abdullah bin Zaid Al-Mazini, ia berkata:
Rasulullah keluar menuju tempat salat untuk mengerjakan salat istisqa' (permohonan hujan). Beliau memindahkan selendangnya (rida) ketika menghadap kiblat. (Shahih Muslim )
Hadis riwayat Anas ra., ia berkata:

Aku melihat Rasulullah saw. mengangkat kedua tangannya dalam berdoa hingga nampak ketiaknya yang putih. (Shahih Muslim)

2. Doa dalam istisqa'

Hadis riwayat Anas bin Malik ra.:

Bahwa seorang sahabat memasuki mesjid pada hari Jumat dari pintu searah dengan Darulqada. Pada waktu itu Rasulullah saw. sedang berdiri berkhutbah. Sahabat tersebut menghadap Rasulullah saw. sambil berdiri, lalu berkata: Ya Rasulullah, harta benda telah musnah dan mata penghidupan terputus, berdoalah kepada Allah, agar Dia berkenan menurunkan hujan. Rasulullah saw. mengangkat kedua tangannya dan berdoa: "Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami". Kata Anas: Demi Allah, di langit kami tidak melihat mendung atau gumpalan awan. Antara kami dan gunung tidak ada rumah atau perkampungan (yang dapat menghalangi pandangan kami untuk melihat tanda-tanda hujan). Tiba-tiba dari balik gunung muncul mendung bagaikan perisai. Ketika berada di tengah langit mendung itu menyebar lalu menurunkan hujan. Demi Allah, kami tidak melihat matahari sedikit pun pada hari Jumat berikutnya. Kemudian kata Anas lagi: Pada Jumat berikutnya seseorang datang dari pintu yang telah di sebut di atas ketika Rasulullah saw. sedang berkhutbah. Orang itu menghadap beliau sambil berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, harta-harta telah musnah dan mata pencarian terputus (karena hujan terus menerus), berdoalah agar Allah berkenan menghentikannya. Rasulullah saw. mengangkat tangannya dan berdoa: "Ya Allah, di sekitar kami dan jangan di atas kami. Ya Allah, di atas gunung-gunung dan bukit-bukit, di pusat-pusat lembah dan tempat tumbuh pepohonan". Hujan pun reda dan kami dapat keluar, berjalan di bawah sinar matahari. (Shahih Muslim )

3. Mohon perlindungan ketika melihat angin dan mendung, serta bergembira dengan turunnya hujan

Hadis riwayat Aisyah ra., istri Nabi saw. ia berkata:

Bila hari berangin dan mendung wajah Rasulullah saw. tampak Gelisah, mondar-mandir. Dan bila hujan turun, beliau berseri-seri dan hilanglah kegelisahan itu. Aisyah berkata: Aku menanyakan hal itu kepada beliau. Beliau menjawab: Aku sangat khawatir hujan itu akan menjadi azab yang menimpa umatku. Jika melihat hujan turun beliau berkata: (Hujan adalah) rahmat. (Shahih Muslim)

4. Tentang angin timur dan angin barat

Hadis riwayat Ibnu Abbas ra.:
Dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda: Aku telah ditolong dengan angin timur dan kaum 'Aad telah dihancurkan dengan angin barat. (Shahih Muslim )

1 komentar:

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut