29 November 2011

Pengajian Masjid Raya Bani Umar Tanggal 29 Nov 2011

Event : Pengajian Masjid Raya Bani Umar
Tanggal : 29 Nov 2011
Pembicara : Ustadz Satria Hadi Lubis
Tema: Refleksi Tahun baru hijriyah : agar menjadi manusia yang produktif

Hijrah sebagai awal tahun hijriyah

Maknanya kita harus selalu berpindah (hijrah) bergerak, berubah, berkembang ke arah yang lebih baik menuju kepada sedekat dekatnya pribadi Nabi Muhammad

---

Hijrah dari kegelapan kepada cahaya, dari maksiat kepada taat, dari kafir kepada muslim

---

Orang yang paling mulia adalah orang yang paling bertaqwa

Qs Al Hujurat : 13

esungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.

---

Untuk menjadi taqwa, kita mencontoh Rasulullah

Qs Al Ahzab : 21

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

---

Proses Hijrah :

1. Bersyukur

Hijrah diawali dengan bersyukur, agar hijrah berhasil

QS Ibrahim : 7

Dan (ingatlah juga), takala Rabbmu mema'lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

---

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam mengajarkan sebuah do’a kepada Mua’dz bin Jabal radhiyallahu’anhu agar dibaca setiap selesai sholat “Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik” (Ya Allah, bantulah aku untuk selalu berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan memperbaiki ibadahku kepada-Mu)”. (Sunan Abu Daud, 1522. Syaikh Al Albani berkata hadist ini shohih)

---

Bersyukur menurut Imam Ghazali, bersyukur artinya berterima kasih kepada Allah dengan menerima secara tulus apapun yang terjadi sebagai takdir Allah, jika kita tidak setuju, sedih, kecewa dengan takdir Allah berarti kita belum bersyukur.

---

Manusia sering menolak pilihan Allah (kurang bersyukur)

Abdullah bin umar berkata : Manusia berdoa kepada Allah untuk memberikan yang terbaik bagi dirinya. Namun ketika Allah memberikan pilihan, ia menolaknya karena tidak sesuai dengan keinginannya padahal boleh jadi pilihan itu yang terbaik baginya namun belum diketahui hikmahnya

QS Al Baqarah : 216

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

---

Mari mengambil hikmah dari kisah Tsa'labah

Seperti hari-hari sebelumnya, Tsalabah telah bersiap di shaf terdepan, persis di belakang Nabi Muhammad SAW. Muadzin sudah mengumandangkan Iqomah tanda shalat Ashar akan segera dimulai. Nabi sendiri yang menjadi imam saat itu. Tsalabah shalat dengan khusyuk, mengikuti gerakan Nabi dengan baik.
“Assalamualaikum warrahmatulloh…” Nabi memalingkan wajahnya ke kanan lalu ke kiri tanda sholat telah selesai diikuti oleh makmum.
Tsalabah dengan tergesa-gesa bangkit dari duduknya. Setengah berlari ia bergegas meninggalkan mesjid.
“Kenapa sih Tsalabah itu? Ia selalu terburu-buru pergi setelah selesai shalat. Tak pernah ia duduk berdzikir lebih dulu. Seperti shalat orang munafik saja,” kata salah seorang jemaah berkasak kusuk.
“Iya. Padahal kalau sedang shalat kayaknya khusyuuuuuk banget,” timpal temannya.
“Sssst...mungkin ia lagi ada urusan,” yang lain menengahi.

Kejadian tersebut berulang setiap hari. Akhirnya Nabi merasa harus menegurnya, maka ia memanggil Tsalabah untuk menghadap. Ia bertanya mungkinkah Tsalabah mempunyai urusan yang sangat mendesak sehingga ia selalu pulang terburu-buru.
“Shalat seperti itu tidak baik. Jadi seperti shalatnya orang munafik,” Nabi menasehati. Tsalabah tertunduk sedih.
“Saya memang orang yang paling tidak beruntung di Madinah. Untuk shalat saja saya hanya punya satu kain dan harus bergantian dengan istriku di rumah. Itu sebabnya saya tidak bisa berlama-lama di mesjid seperti yang lain. Takutnya istri saya nanti tidak kebagian waktu shalat.”
Terdengar suara ber ‘ooooh’ panjang dari para jemaah yang ikut mendengarkan.
“Tapi bukan berarti saya pemalas. Saya sudah bekerja begitu keras untuk mengumpulkan rizki tapi ternyata Alloh belum memberikan pertolongan,” lanjut Tsalabah.

Tsalabah terengah-engah saat tiba di pntu rumahnya. Ia tadi berlari begitu cepat karena waktu shalat hampir habis.
“Hampir saja aku tidak shalat,” ucap isterinya sambil bergegas menunaikan shalat.
“Yang mulia Nabi tadi menanyaiku. Ia ingin tahu kenapa aku selalu shalat terburu-buru,” kata Tsalabah.
“Lalu apa yang kau katakana?” tanya istrinya penasaran.
“Yah aku ceritakan saja bahwa saking miskinnya kita hanya punya satu kain yang harus dipakai bergantian. Sepertinya Nabi memakluminya,” jawabnya.
“Apakah kau meminta Nabi untuk mendoakan kita? Kau tahu kan. Doa Nabi itu makbul. Mintalah ia untuk berdoa kepada Alloh supaya kita diberi kekayaan. Alloh pasti mengabulkannya,” pinta isterinya penuh semangat.
“Ah aku malu meminta seperti itu. Disangkanya kita tidak mensyukuri nikmat yang Alloh berikan. Bagaimana kalau Nabi murka.”
“Cobalah dulu!” desak istrinya.

Terpaksa esoknya Tsalabah menemui Nabi di rumahnya.
“Ada apa wahai Tsalabah? Kenapa kau tampak risau?” Nabi tersenyum menyambutnya.
“Eh anu Yang Mulia. Ee...saya ingin memintamu untuk mendoakan keluarga kami. Mintakanlah kepada Alloh untuk memberi kita kekayaan. InsyaAlloh kami akan lebih giat beribadah. Saya pasti tidak akan terburu-buru pulang setelah shalat karena tak perlu lagi berebut kain dengan istriku. Dan kami bisa bersedekah kepada fakir miskin.” Tsalabah tertunduk malu.
Nabi menghela nafas.
“Kenapa kau ingin sekali menjadi kaya Tsalabah?”
“Kami bosan dengan kemiskinan kami. Tidak ada yang bisa kami lakukan untuk meningkatkan ibadah kami. Tidak bisa bersedekah apalagi berzakat. Sepertinya kami orang termalang di jagat ini,” desah Tsalabah.
“Apakah kau pernah kelaparan Tsalabah?” tanya Nabi.
“Tidak Yang Mulia.”
Nabi kembali tersenyum.
“Tidak cukupkah aku menjadi contohmu? Aku juga miskin sepertimu. Aku tidur hanya beralaskan pelepah kurma. Kami sekeluarga bahkan sering berpuasa karena tidak ada persediaan makanan yang bisa kami makan. Bersabarlah. Sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar. InsyaAlloh pahala ibadahmu lebih besar dibandingkan mereka yang lebih lapang darimu.”
Tsalabah hanya mengangguk-angguk kecil.

Isteri Tsalabah tidak begitu puas dengan jawaban Nabi. Ia mendesak suaminya untuk meminta sekali lagi.
“Bilang saja, ukuran kesabaran kita pastilah tidak sama dengan beliau. Kita kan bukan Nabi,” dorong isterinya.
“Aku begitu malu menghadap Nabi tadi. Apaplagi jika sekarang harus meminta untuk kedua kalinya.” Tsalabah mencoba menolak.
“Kalau kau tidak berani, aku yang akan menghadap Nabi,” ancam isterinya.
Tsalabah terpaksa menyetujuinya.

Nabi dengan sabar mendengarkan penuturan Tsalabah. Ia menghela nafas dan dengan murung menengadahkan wajahnya sambil terpejam.
“Baiklah. Aku akan meminta Alloh untuk menolongmu. Berjanjilah padaku bahwa kau akan semakin giat beribadah jika Alloh nanti berkenan memberikan kelebihan rizki,” kata Nabi.
Mata Tsalabah bersinar-sinar.
“Aku berjanji. Engkaulah saksinya wahai Nabi,” kata Tsalabah cepat-cepat.
Nabi mengangguk. Ia mulai memanjatkan doa yang diamini Tsalabah dengan jantung berdebar.

Perubahan berlangsung dengan sangat singkat. Kambing Tsalabah yang hanya dua ekor dan sudah tua tiba-tiba beranak pinak dengan cepat. Padang rumput yang dulu lengang kini penuh dengan kambing miliknya. Warga berebut membeli susu kambing darinya karena menurut mereka rasanya lebih enak dan gurih. Tsalabah menjadi kaya raya.

Suatu hari, setelah selesai berdzikir, Nabi menyadari bahwa ia tak pernah melihat lagi Tsalabah berdiri di belakangnya.
“Kemana Tsalabah?” tanya Nabi.
“Oh Tsalabah sudah tidak pernah lagi shalat berjamaah,” jawab seorang sahabat. “Semenjak hartanya berlimpah, ia sibuk menghitungnya. Tak ada waktu lagi untuk sekedar shalat berjamaah.”
Nabi terdiam dan mendesah. Tampak kesedihan membayang di wajahnya.
“Aku tahu hal ini akan terjadi,” batin Nabi.

Tiba saatnya pengumpulan zakat harta tahunan. Nabi menghimbau bagi mereka yang mampu untuk membayar zakat hartanya. Zakat itu nantinya dipakai untuk membantu warga yang kurang mampu. Para sahabat dengan giat mendatangi para saudagar. Bersama-sama mereka menghitung berapa zakat yang harus diberikan.
Seorang sahabat mendatangi rumah Tsalabah. Ia memintanya untuk membayar zakatnya.
“Kenapa aku harus membayar zakat? Zakat itu seperti upeti. Hanya tawanan perang yang harus membayar upeti. Aku tidak pernah berperang melawan Nabi, jadi aku tidak harus bayar pajak,” tolak Tsalabah.
“Zakat fungsinya untuk membersihkan harta, karena di dalam harta yang kita punyai tersimpan hak-hak anak yatim dan orang yang tak mampu, beda sekali artinya dengan upeti.” Sahabat mencoba menjelaskan.
“Pokoknya aku tidak mau bayar zakat. Semua harta ini adalah hasil jerih payahku. Tidak ada hubungannya dengan anak yatim atupun orang miskin.” Tsalabah tetap keras kepala.
“Ternyata kau memang telah berubah Tsalabah. Harta telah membutakanmu. Aku akan laporkan hal ini kepada Nabi.”
“Bilang saja. Aku tidak takut,” tantang Tsalabah.

Sahabat bergegas menemui Nabi dan menceritakan penolakan Tsalabah. Wajah Nabi merona merah menahan marah.
“Celakalah Tsalabah,” ujar Nabi.
Sahabat yang hadir saat itu langsung maklum bahwa sebentar lagi malapetaka akan menimpa Tsalabah. Seseorang menyampaikan berita itu kepada Tsalabah.

Tsalabah tersedak minumannya saking ketakutannya.
“Aduh apa yang harus kulakukan? Kalau Nabi marah dan mendoakanku supaya aku jatuh miskin, bagaimana nasibku nanti?” tangisnya.
“Ya sudah, coba saja minta maaf. Siapa tahu kau masih bisa diampuni. Jangan lupa bawa zakatmu juga!”

Tsalabah menggiring puluhan kambingnya ke hadapan Nabi.
“Yang Mulia maafkan aku. Ini, aku bawa zakatku. Aku akan membawanya lagi kalau yang ini kurang,” Tsalabah memohon.
“Kami tidak membutuhkan zakatmu lagi Tsalabah. Bawa pulang sajalah lagi,” tolak Nabi.
“Aduh celaka benar aku!” tangis Tsalabah ketakutan.

Seperti halnya kekayaannya yang datang begitu cepat, mereka menhilang dengan cepat pula. Mula-mula warga yang tadinya antri membeli susu kambingnya kini semua kabur karena air susu kambingnya menjadi basi dan bau. Kambingnya hilang satu persatu, ada yang mati karena sakit, dimakan serigala atau tersesat ke dalam hutan. Ditambah lagi padang rumput yang dulu hijau tiba-tiba menjadi kering dan tandus sehingga kambing-kambingnya mati kelaparan. Dalam hitungan minggu saja Tsalabah kembali menjadi miskin, bahkan lebih miskin dari sebelumnya.
Semoga kita senantiasa menjadi hamba yang bersyukur.

---

Ingat, Apabila bersyukur dengan nikmat yang sedikit, maka nikmat akan bertambah

---

Tes bagi tanda kesyukuran kita :

Apakah tidak suka makan sayur ? Padahal banyak yang ingin makan sayur

Apakah sekolah membuat kita lelah ? Padahal banyak orang yang tidak bisa sekolah, ingin mengharapkan bisa sekolah

Apakah anda melakukan diet ? Padahal banyak orang yang mengharapkan makanan

Apakah orang tua sangat melindungi anda ? Padahal ada orang yang tidak memiliki orang tua sebagai pelindungnya

Apakah anda bosan dengan permainan yang ada ? Padahal ada anak yang tidak punya pilihan mainan

Apakah anda bermanja manja di tempat tidur ? padahal ada orang lain yang tidak ingin bangun dari tidurnya

Apakah punya banyak sepatu ? padahal ada orang yang punya sepatu hanya dari bekas botol minuman

---

Rasulullah Saw bersabda : “Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada Beliau : “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab : “Mereka mengkufuri suaminya dan tidak mensyukuri kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang diantara mereka (istri) setahun penuh, kemudian ia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya ia berkata ; aku tidak pernah melihat kabaikan pada dirimu sama sekali.” (Hr. Al Bukhari dan Muslim). Dalam hadits lain Beliau bersabda : “Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal ia membutuhkannya.” (Hr. An Nasa’I).

---

Katakan dengan tulus :

Terima kasih Allah, atas segala nikmat yang Engkau berikan kepadaku, Kesehatanku, keluargaku, anak anakku, pekerjaanku, teman temanku dan semuanya

---

Jenis syukur menurut Abdul hamid al bilali :

1. syukur umum : duniawi dan materi

2. syukur khusus : ukhrowi dan maknawi

Bersyukur dengan nikmat kesehatan

QS Asy Syu'ara : 80

Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku

---

Syetan VS Bersyukur

Qs Al A'raf : 16-17

Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,

kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta'at).

---

Syarat Syukur :

Ibnu Qoyyim rohimahulloh berkata: "Syukur seseorang terasa lengkap jika memenuhi tiga syarat dan dikatakan orang bersyukur jika melengkapi ketiga syarat itu. Ketiga syarat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ia mengakui nikmat Alloh Subhanahu wa Ta’ala pada dirinya.

QS Ad Dhuha : 11

Dan terhadap ni'mat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)

---

2. Ia menyanjung Alloh Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat itu.

3. Ia menggunakan nikmat itu untuk mendapatkan keridhoan-Nya".

---

Rasulullah meskipun sudah dijamin masuk surga, tidak pernah putus semangatnya untuk melaksanakan ibadah terbaiknya sebagai wujud rasa syukur kepada Allah

Dalam hadits diceritakan” suatu malam Aisyah ra mendapati Rasulullah SAW sedang melakukan shalat tahajud hingga membuat kaki beliu bengkak karena berdiri terlalu lama. Melihat itu Aisyah ra berkata,” Ya Rasulallah, mengapa dirimu selalu melakukan ini setiap malam hari, sedangkan hal ini bukanlah merupakan kewajiban. dan bukankah dosa-dosamu yang lalu dan yang akan datang sudah diampuni oleh Allah? . Rasulullah SAW pun tersenyum dan berkata,” Apakah salah jika aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur”?.

---

2. Muhasabah

Apabila melihat/mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan, kembalikan semuanya kepada Allah

Qs Al Baqarah : 155-156

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun

---

Berapa tahunkah kita tinggal di bumi ?

a. Rata rata usia manusia 60 tahun

b. digunakan untuk tidur 20 tahun (8 jam/hari/1/3 hari)

c. digunakan untuk masa kecil 15 tahun (bayi dan anak anak tanpa dosa)

d. digunakan untuk makan, minum, BAK, BAB, Mandi, dandan, olahraga (63000 jam/2 tahun)

e. waktu produktif hanya 20 tahun

Belum dikurangi melamun, nonton tv, ngerumpi, dugem dan kegiatan tidak bermanfaat lainnya

---

Berapa tahunkah kita berada di bumi ?

QS Al Mukminun : 112-115

Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi"

Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung".

Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui".

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?

---

1 tahun di dunia = 1000 tahun di akhirat

QS Al Hajj : 47

Dan mereka meminta kepadamu agar azab disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Rabbmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung.

---

Bagaimana produktivitas kita ?

a. Mengambil Hikmah dari Abu Musa Al ASy'ari Ra

Abdullah bin Qais RA, atau lebih dikenal dengan nama kunyahnya Abu Musa al Asy'ari telah memeluk Islam ketika Nabi SAW masih berada di Makkah. Abu Musa yang tinggal di Yaman ini, sejak awal memang tidak menyukai kebiasaan kaum Arab menyembah berhala. Karena itu, setelah mendengar adanya seseorang yang menyeru kepada agama tauhid dan mencela berhala-berhala, ia segera memacu tunggangannya mengarungi padang pasir menuju Makkah untuk bisa bertemu dengan Nabi SAW. Setelah mendengar penjelasan beliau tentang Risalah Islam yang beliau bawa, tanpa keraguan sedikitpun Abu Musa berba'iat memeluk Islam. Ia tinggal beberapa waktu di Makkah untuk memperoleh pengajaran Nabi SAW, kemudian beliau menyuruhnya kembali ke daerahnya, sampai nanti Islam telah memperoleh kemapanan. Akan berbahaya baginya kalau tetap tinggal di Makkah saat itu.

Beberapa tahun berlalu, Abu Musa berhasil mendakwahkan Islam di kabilahnya di Yaman. Ia juga mendengar bahwa Nabi SAW dan kaum muslimin telah tinggal di Madinah dan memperoleh kemapanan di sana. Ketika ia mendengar Nabi SAW menghimpun pasukan untuk menyerang Khaibar, bersama limapuluh orang lebih, termasuk dua saudara kandungnya, Abu Ruhum dan Abu Burdah, ia memutuskan berhijrah ke Madinah. Ia berharap bisa bergabung dan berjihad bersama beliau dalam peperangan tersebut.

Mereka memutuskan melalui jalur lautan dengan perahu karena dianggapnya lebih cepat daripada harus mengarungi padang pasir. Tetapi perahu mereka terdampar di Habasyah karena mengalami kerusakan. Ja'far bin Abu Thalib yang masih tinggal di sana menjumpai rombongan tersebut di pesisir, ia berkata kepada Abu Musa, "Sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan kami tinggal di sini, maka menetaplah bersama kami di sini!"

Rombongan Abu Musa memenuhi tawaran Ja'far, sambil memperbaiki perahu mereka. Tetapi belum lama tinggal di sana, datang utusan Rasulullah SAW agar mereka segera berhijrah ke Madinah. Dua rombongan inipun kembali berperahu menyeberangi Laut Merah, kemudian menyeberang padang pasir menyusul Rasulullah SAW yang masih berada di Khaibar. Mereka bertemu Nabi SAW ketika pasukan muslim telah menaklukan Khaibar, beliau menyambut gembira dua rombongan muhajirin ini dan memberi bagian ghanimah perang Khaibar kepada mereka.

Nabi SAW menggelari kelompok Abu Musa sebagai kaum Asy'ari atau Asy'ariyyin, dan menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya. Beliau memberi gambaran tentang mereka, "Kaum Asy'ariyyin ini, bila mereka ditimpa kekurangan makanan dalam pertempuran atau dilanda paceklik, mereka mengumpulkan semua makanan yang tersisa pada selembar kain, lalu mereka membagi rata. Mereka ini termasuk golonganku, dan aku termasuk golongan mereka…!!"

Umar bin Khaththab pernah bertemu dengan Asma binti Umais, yang ikut berhijrah ke Habasyah, di rumah putrinya, Hafshah RA. Ia menanyakan kepada putrinya siapa tamunya tersebut. Setelah dijelaskan, ia berkata, "Apakah yang berhijrah ke Habasyah dan berlayar di lautan itu?" Tanya Umar.

Asma mengiyakan. Umar berkata lagi, "Kami telah mendahului kalian dalam berhijrah (ke Madinah), sehingga kami lebih berhak kepada Rasulullah daripada kalian."

Asma binti Umais tidak terima dengan pernyataan Umar dan membantahnya. Ia juga berkata kepada Umar bahwa akan mengadukan perkara ini kepada Nabi SAW. Tak lama setelah Umar pulang, Nabi SAW datang. Asma menceritakan perbedaan pendapat antara dirinya dan Umar dengan lengkap dan terperinci. Beliau bersabda, "Umar tidak lebih berhak kepadaku daripada kalian, karena ia dan sahabat-sahabatnya hanya berhijrah sekali sementara kalian turut serta dalam rombongan perahu dan berhijrah dua kali."

Ketika mendengar peristiwa Asma dan Umar tersebut, Abu Musa dan kaum Asy'ariyyin lainnya segera mendatangi Asma, dan memintanya menceritakan lagi berulang-ulang. Mereka ikut merasa bangga karena mereka bersama-sama dalam satu kapal dengan para sahabat yang berhijrah dari Habasyah.

Abu Musa al Asy'ary merupakan tipikal sahabat yang lengkap. Seorang yang saleh dan alim, rajin beribadah dan menuntut ilmu ketika sedang mukim (tidak sedang berjihad), dan seorang prajurit yang perkasa, cerdik dan arif ketika sedang terjun dalam berbagai pertempuran, tanpa kehilangan keikhlasannya.

Allah memberikan karunia suara yang luar biasa kepada Abu Musa al Asy'ary. Kalau ia membaca Al Qur'an, suaranya akan mendayu menggetarkan hati. Para sahabat enggan meninggalkan masjid kalau ia sedang melantunkan kalam Ilahi, seakan ada magnit yang menahan mereka untuk mendengarkan suaranya sampai selesai. Nabi SAW pernah bersabda tentang suaranya ini, "Sungguh, Abu Musa telah diberi Allah SWT seruling dari seruling-seruling keluarga Daud…!!"

Ketika menjabat khalifah, Umar bin Khaththab sering memanggil Abu Musa dan berkata, "Bangkitkanlah kerinduan kami kepada Tuhan kami, wahai Abu Musa….!!"

Dari seorang hamba yang sedang khusyu' beribadah, bahkan terkadang ia menangis dalam tawajuh-tawajuhnya, tiba-tiba Abu Musa berubah menjadi prajurit tangguh di garis depan, ketika ia terjun dalam pertempuran. Sejak bergabung dengan Nabi SAW di Madinah, ia hampir selalu mengikuti berbagai pertempuran untuk menegakkan panji-panji Islam, baik bersama atau tanpa Rasulullah SAW. Sebagai gambaran bagaimana semangatnya dalam terjun di medan jihad ini, ia berkata, "Kami pernah mengikuti suatu pertempuran bersama Rasulullah SAW hingga terompah (sepatu) kami pecah dan berlobang, begitu juga dengan sepatuku, sehingga kuku jariku habis terkelupas. Terpaksa kami harus membalut telapak kaki-kaki kami dengan sobekan kain…!!"

Bisa dibayangkan bagaimana penderitaan yang dirasakan para sahabat tersebut, apalagi dalam perjalanan di padang pasir yang panas menyengat. Mengenai kegigihan Abu Musa di medan jihad ini, Nabi SAW bersabda, "Pemimpin dari orang-orang yang berkuda (dalam pertempuran) adalah Abu Musa….!!"

Di masa khalifah Umar, Abu Musa diangkat sebagai pemimpin dari pasukan untuk membebaskan Isfahan dari belenggu tirani Persia. Setelah bertempur beberapa waktu dan pasukan Persia hampir kalah, mereka minta berdamai dan berjanji untuk membayar upeti, tetapi mereka meminta tempo waktu untuk mengumpulkan hartanya. Abu Musa memenuhi permintaan tersebut, namun demikian ia memerintahkan pasukannya untuk tetap siaga dan tidak menurunkan kewaspadaan. Ia mencium siasat busuk dalam permintaan damai pasukan Persia ini. Benarlah apa yang dirasakan Abu Musa, pada waktu yang tidak terduga, pasukan Persia melakukan penyerangan mendadak terhadap pasukan muslim. Disangkanya pasukan muslim sedang terlena dan tidak bersiaga, tetapi mereka salah besar, dan dengan mudah pasukan Persia dikalahkan, jatuhlah Isfahan ke pelukan Islam.

Di masa Umar juga, Abu Musa ikut terjun dalam pasukan besar untuk menyerang Tustar, benteng terakhir imperium Persia. Setelah makin banyak wilayah Persia yang jatuh atau bergabung dengan Islam, seluruh pasukan Persia ditarik mundur ke kota Tustar. Kota yang dikelilingi dengan benteng ini dipertahankan habis-habisan oleh pasukan Persia yang dipimpin oleh Hurmuzan.

Pasukan muslim mengepung kota tersebut selama berhari-hari, tetapi tidak mudah untuk menerobos dan melumpuhkannya. Ketika banyak cara yang dicoba untuk menerobos benteng Persia mengalami kegagalan, Abu Musa menyusun suatu siasat. Ia mengirim beberapa prajurit perintis yang menyamar sebagai pedagang, dan beberapa orang lagi sebagai pengembala. Dengan membawa duaratus ekor kuda dan beberapa domba, mereka mulai berjalan dari tempat yang cukup jauh dari batas kota Tustar. Sementara itu pasukan induk bersembunyi di sekitar pintu gerbang benteng. Ketika sekelompok "pedagang dan penggembala" ini tiba di pintu gerbang, pasukan Persia membukakan pintu untuk mereka. Tetapi sebelum sempat mereka menutup kembali, pasukan perintis yang menyamar ini melakukan penyerangan, diikuti kemudian oleh pasukan induk yang menerobos pintu gerbang Kota Tustar. Terjadi pertempuran dahsyat antara kedua pasukan, sampai akhirnya pasukan Persia menyerah kalah.

Ketika terjadi pertentangan antara Khalifah Ali dan Muawiyah, yang kemudian berakhir dengan perang Shiffin, Abu Musa memilih untuk tidak terlibat dalam kedua belah pihak, sebagaimana sikap beberapa orang sahabat. Ia melihat, penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali telah berkembang menjadi pertentangan antara dua wilayah Islam, penduduk Syam yang mendukung Muawiyah dan penduduk Irak yang mendukung Ali bin Abi Thalib. Memang, sejak diangkat menjadi khalifah, Ali memindahkan ibukota Islam dari Madinah ke Kufah di Irak.

Perang Shiffin berakhir dengan peristiwa Tahkim (lihat peristiwanya dalam kisah "Amr bin Ash RA"), pasukan Muawiyah mengirimkan Amr bin Ash dan pasukan Ali mengirimkan Abu Musa al Asy'ari untuk melakukan perundingan. Sebenarnya Ali ingin mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai wakilnya dalam perundingan, karena ia sangat mengenal tipikal Muawiyah dan Amr bin Ash yang suka sekali bersiasat, sementara Abu Musa adalah tipikal sahabat saleh yang tulus ikhlas dan tidak pernah berprasangka buruk kepada sesama muslim. Tetapi karena mayoritas memilih Abu Musa dalam tahkim tersebut, Ali menerimanya, walaupun ia bisa menduga kesudahannya.

Pada dasarnya Abu Musa mengetahui bahwa Ali berada di pihak yang benar, tetapi perkembangan situasi mengarah pada perpecahan umat, karena itu ia menginginkan agar umat kembali bersatu dan meninggalkan pertentangan antara Ali dan Muawiyah. Biarlah mereka memilih kembali pemimpinnya secara demokratis. Tetapi sebaliknya dengan Amr bin Ash, ia hanya punya tujuan agar Muawiyah tetap menjadi khalifah. Dan dengan kelicinan siasatnya, Amr berhasil "memanfaatkan" kesalehan dan ketulusan Abu Musa untuk mencapai tujuannya tersebut.

Inilah petikan apa yang dikatakan Abu Musa dalam peristiwa tahkim tersebut. Ketika Amr bin Ash berkata bahwa Muawiyah berhak atas kekhalifahan karena ia orang yang mulia, dan pewaris serta penuntut balas yang tepat atas terbunuhnya Khalifah Utsman, Abu Musa berkata, "Mengenai kemuliaan Muawiyah, kalau kekhalifahan bisa diperoleh karena kemuliaan, maka yang paling berhak adalah Abrahah bin Shabah, karena ia keturunan dari Raja-raja Yaman Attababiah, yang menguasai bagian barat dan timur dari bumi ini. Dan, apalah artinya kemuliaan Muawiyah dibandingkan dengan Ali bin Abi Thalib…Dan, mengenai Muawiyah sebagai wali Utsman, tentulah lebih utama puteranya sendiri, Amr bin Utsman…!!"

Setiap argumen yang disampaikan Amr bin Ash untuk mewujudkan tujuannya dapat dipatahkan oleh Abu Musa sehingga akhirnya ia menerima usulannya bahwa urusan kekhalifahan ini akan dikembalikan lagi kepada pilihan umat nseperti ketika pemilihan khalifah Abu Bakar. Hanya saja Amr bin Ash melakukan suatu siasat yang sama sekali tidak diduga Abu Musa, yakni menyalahi kesepakatan yang telah diambilnya bersama dan menetapkan Muawiyah sebagai khalifah.

Abu Musa melakukan bantahan dan kata-kata sengit, yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan untuk diucapkannya atau oleh kaum Asy'ariyyin lainnya yang berhati lembut, kepada Amr bin Ash. Setelah itu ia meninggalkan tempat tersebut dan mengasingkan diri ke Makkah. Ia tinggal di dekat Masjidil Haram dan menghabiskan sisa usianya dengan ibadah demi ibadah hingga maut menjemputnya, masih di masa pemerintahan Muawiyah ini.

b. Ibnu Abbas bercerita tentang kegighannya menuntut ilmu, Aku biasa datang ke rumah Ubai bin ka'ab, jika ia sedang tidur maka aku sambil tidur di depan pintu rumahnya

c. selama 50 tahun, sama sekali pun aku tidak pernah absen melihat Ibrahim bin harbi dalam majelis bahasa

d. Ja'far bin Dawartawais Ra menceritakan : setelah aku shalat ashar, aku sudah ada di majelis pengajian ali bin al madini yang baru akan diselenggarakankan keesokan harinya. Sepanjang malam aku berada di dalam tempatku, karena khawatir tidak mendapatkan tempat di dalam pengajiannya

e. Husyaim meninggal gara gara dikerubuti para penuntut ilmu, sebagaimana yang diceritakan Khatibi, para pencari hadist berebut mendapatkan Husyaim terjauh dari keledainya dan meninggal dunia

f. seorang ulama salaf mengatakan : kalau ada majelis yang berlangsung cukup lama, maka setan pasti akan ikut ambil bagian didalamnya

g. seorang ulama salaf menasehati sahabat sahabatnya : apabila kalian pulang dari rumahku maka berpencarlah, barangkali di tengah perjalanan kalian bisa membaca al quran, tetapi kalau kalian berkumpul kumpul maka kalian akan asyik bercakap cakap

h. Al Khudwah bin sirin berkata : aku tahu dosa apa yang membuatku dililit hutang, 40 tahun yang lalu aku berkata kepada seseorang "jai orang bangkrut"

i. Bilal bin sa'ad berkata : alangkah sedihnya aku karena aku tidak bersedih karena akhirat

j. Abdullah bin mas'ud berjalan melewati pandai besi dan melihat satu batang besi yang menyala lalu ia menangis

---

Kita seharusnya mengejar sukses sejati bukan sukses semu

Kebiasaan sukses :

1. Manfaat bagi orang lain

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari dimana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraanya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah.

(Riwayat Bukhori dan Muslim)

---

Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi orang lain” (HR. Bukhari)

---

2. keseimbangan hidup

Olahraga, olah rasa, olah pikir

3. akhir yang baik

QS Al A'raf : 34

Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.

---

Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ (HR. Ibnu Majah)

---

4. proses mencapai cita cita mulia

5. menikmati kemenangan kemenangan

---

Apabila sudah melaksanakan 5 poin diatas, insyaAllah sukses dunia akhirat

InsyaAllah juga mendapatkan bonus seperti tenar, kaya, pangkat

---

sukses sebagai proses/perjalanan :

a. dapat diperoleh tanpa henti

b. orientasi pada diri sendiri

c. betah pada cara yang halal

---

3. Rencana aksi

Hidup amat singkat

gunakan produktif sebaik baiknya untuk mengumpulkan pahala dan menjauhi dosa

---

Mari berlomba di dalam kebaikan

QS Al Baqarah : 148

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Seungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

---

"Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku, kemudian yang sesudah mereka, kemudian yang sesudah itu . " (Hadits Bukhari dan Muslim).

---

Keutamaan menuntut ilmu

Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah). (HR. Ibnu Majah)

---

Doa :

Ya Allah, jadikanlah kami manusia yang pandai mengisi waktu kami

cerdas memahami makna hidup ini

dan janganlah Engkau jadikan kami golongan yang menyesal

sesungguhnya telah jelas petunjuk Engkau kepada kami

---

1 komentar:

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut