02 April 2012

Pengajian Al Dzakirah Masjid Daarut Tauhid Bintaro sektor 9 Jl Rajawali Tema : Mengenal diri melalui shalat Tanggal : 2 April 2012

Event : Pengajian Al Dzakirah Masjid Daarut Tauhid Bintaro sektor 9 Jl Rajawali
Tema : Mengenal diri melalui shalat
Tanggal : 2 April 2012
Pembicara : Ustadz H Muhammad Manshur Al Faqir

Shalat hanya sekedar fiqih ? Padahal shalat itu seharusnya mampu mecegah kita dari perbuatan keji dan munkar

Qs Al Ankabut : 45

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

---

Rukun islam :

1. Syahadatain

2. shalat

3. puasa

4. zakat

5. haji

---

Dzikir Allahu Akbar 300 x 365 (pengucapan Allahu akbar di dalam shalat 5 waktu selama 1 tahun)

---

Jangan bersedih, jangan takut karena Allah bersama kita

QS At Taubah : 40

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita". Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana

---

Qs Al Ma'un : 4-7

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,

(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.

orang-orang yang berbuat riya

dan enggan (menolong dengan) barang berguna

---

Qs Al Muddatstsir : 42-47

Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?

Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,

dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin,

dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya,

dan adalah kami mendustakan hari pembalasan,

hingga datang kepada kami kematian"

---

Ciri ciri orang yang beriman :

1. Khusyuk di dalam shalat

2. Menjauhi perbuatan sia sia

3. Zakat

4. Menjaga kemaluan (menjauhi selingkuh dan perzinaan)

5. Memelihara amanat

6. Memelihara shalat

---

QS Al Mukminun : 1-9

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya,

dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,

dan orang-orang yang menunaikan zakat,

dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,

kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela

Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya

dan orang-orang yang memelihara shalatnya

---

Sedekah itu baik dalam keadaan lapang ataupun sempit

Qs Ali Imran : 134

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

---

Isi Al Quran 1/3 nya adalah Hablumminallah dan 2/3 nya adalah Hablumminannas

---

Shalat dengan segenap bacaan dan gerakannya serta hal hal lain yang berkaitan dengannya merupakan kendaraan dalam perjalanan menuju Allah dan tangga untuk naik kehadiratNya

Hal ini akan terwujud bila shalat itu dilaksanakan dengan memenuhi seluruh syarat, rukun, fardhu dan ruhnya sehingga shalat dapat menjadi wahana untuk mendekatkan diri kepada Allah, mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar, zikir kepadaNya dan meraih pertolonganNya

Rasulullah bersabda " Shalat adalah pendekatan diri setiap mukmin kepada Allah. Tentu saja pendekatan diri (qurb) disini artinya pendekatan diri yang bersifat ruhaniah bukan yang bersifat jasmaniah. Sebagaimana manusia memiliki ruh dan raga, shalat pun demikian, ada ruh dan raganya. Ruh shalat adalah niat, keikhlasan dan kehadiran hati sedangkan raganya adalah gerakan gerakan.

Mendekatkan diri kepada Allah di dalam shalat diibaratkan oleh Ibn Al 'Arabi dengan seorang gadis cantik yang ditawarkan oleh seorang pejabat istana kerajaan (pada zaman dahulu) yang ingin dekat kepada raja, untuk dijadikan istri raja. Niat dan keikhlasan dalam shalat adalah ibarat ruh si gadis cantik itu. Menawarkan seorang gadis cantik yang tidak memiliki ruh dan telah menjadi mayat kepada raja merupakan tindakan yang tidak sopan dan bahkan sebuah penghinaan sehingga pejabat istana itu pantas dihukum karenanya. Kehilangan rukuk dan sujud ibarat kehilangan badandan kehilangan rukun rukun ibarat kehilangan kedua mata, hidung dan kedua telinga dari gadis cantik itu. Ketidak hadiran dan kelalaian hari dari memahami makna makna bacaan dan zikir zikir ibarat kehilangan penglihatan dan pendengaran walaupun biju mata dan daun telinga masih utuh. Jika ada orang yang menawarkan gadis cantik dengan sifat sifat seperti ini kepada raja, bagaimana keadaan dan kedudukannya dalam pandangan raja ?

Perlu diketahui, shalat yang tidak sempurna tidak bisa menjadi waqhana pendekatan diri kepada Allah Swt. Sudah pasti hal itu dikembalikan kepada orang yang mempersembahkannya. Padahal, prinsip shalat adalah mengagungkan dan menghormati raja atau penguasa yang hakiki (AllahuAkbar). Sementara itu, mengabaikan adab adab shalat bertentangan dengan prinsip mengagungkan dan menghormati. Bagaimana mungkin shalat sepetti itu akan diterima ? Bagaimana mungkin orang yang shalat seperti itu akan memperoleh kedekatan dan kemuliaan ?

Orang yang shalat terlebih dahulu menghadap ke kiblat yang hakiki yaitu hati. Ia harus membersihkan hatinya dari segala sesuatu selain Allah untuk menyambut kehadiran ILahi. Dalam hadis qudsi, Allah berfirman, Bumi dan langitKu tidak cukup untukKu tetapi hati hambaKu yang mukmin cukup bagiKu. Rasulullah bersabda, " Hati orang mukmin adalah rumah Allah". Keadaan ini bisa tercapai dengan niat yang tulus, keikhlasan yang sempurna dan kehadiran sepenuh hati. Rasullah bersabda" Shalat tiada lain adalah kehadiran hati"

Setelah itu, ia harus memelihara ruh shalat yaitu keikhlasan, kehadiran hati dalam shalat dan menghias hati dengan makna makna shalat sehingga napapun dalam shalatnya dilakukan dengan hati khusyuk dan ketawaduan sesuai dengan gerakan lahiriyahnya. Itu karena tujuan dan maksud shalat adalah ketundukan hati bukan ketundukan raga. Dengan demikian, ia tidak akan mengucapkan Allahu akbar selama dalam hatinya masih ada sesuatu yang dianggap lebih besar daripada Allah. Ketika ia bertakbiratul ihram maka ia mengharamkan atas dirinya segala sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah dan menyalahi keridhaanNya baik berupa ucapan maupun perbuatan

Menurut Abu Thalib Al Makki dalam bukunya Qut Al Qulub, ketika orang yang hendak shalat mengucapkan takbiratul ihram dengan penuh keyakinan kepada Allah dan bersiap siap untuk bertemu denganNya, tabir memisahkan dirinya dari iblis, tirai menutupi pandangan iblis kepadanya dan ia dapat memandang wajah Tuhan yang maha melihat isi hatinya. Jika di dalam hatinya tidak didapati sesuatupun yang dipandang lebih bedar daripada Allah, Diapun menyaksikan dan berfirman "Kamu benar, Aku hadir di dalam hatimu seperti yang engkau katakan. Kemudian terpancarlah cahaya dari dalam hatinya yang bersambung dengan kerajaan Arasy. Dengan pancaran cahaya itu, ia dapat melihat kerajaan kerajaan langit dan bumi dan dituliskan baginya kebaikan sebanyak benda yang terliput cahaya itu.

Ibnu Al Arabi dalam Al Futuhat Al Makkiyyah mengatakan bahwa ketika Rasulullah berdiri hendak mendirikan shalat, Allah Swt berfirman seraya mengajari " JIka kami berdiri dihadapanKu, bersikaplah seperti orang fakir dan membutuhkan, tanpa memiliki sesuatu apapun. Segala sesuatu yang telah Aku kuasakan kepadamu, lemparkanlah. Berdirilah dengan tangan kosong dan letakkan tanganmu dengan membelakang karena Aku ada dalam hatimu

Ketika bertakbiratul ihram, beliau menghadapkan telapak tangannya ke arah kiblat dalam posisi tegak untuk mengatakan bahwa beliau bertangan ksosong dari apapun yang pernah ada dalam genggamannya. Ketika beliau menurunkannya, telapak tangan dihadapkan ke belakang dan itulah tempat beliau melemparkan apa yang ada di tangannya.

Dengan mengangkat kedua tangan, beliau menyatakan kepada Allah bahwa beliau telah meninggalkannya di tempat yang semestinya untuk ditinggalkan. Beliau telah menghadap kepadaNya sebagai seseorang yang berharap dan butuh dengan tangan kosong kepada Tuhan yang maha memberi. Dengan demikian Allah pun dengan sekehendakNya memberikan apa yang diharapkan dan dibutuhkannya.

Sungguh indah, syahdu dan nikmat bila kita shalatnya dengan model seperti itu, dengan metode shalat yang seperti itu, kita semakin mengenal : siapa diri kita sesungguhnya dan siapa Allah itu sesungguhnya. Kalau sudah demikian, shalat merupakan sarana dialog kita denganNya, sarana mengatasi berbagai problema kehidupan dan sebagai tempat untuk bergantung hanya kepadaNya

---

Doa : Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbiy ‘alaa diinika wa’ala thoo’atika

Artinya : wahai yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku untuk tetap konsisten dalam agamaMu dan dalam mentaatiMu

---

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dan An-Nasa’i, Anas bin Malik menceritakan sebuah kejadian yang dialaminya pada sebuah majelis bersama Rusulullah SAW.

Anas bercerita, “Pada suatu hari kamu duduk bersama Rasulullah SAW, kemudian beliau bersabda, “Sebentar lagi akan muncul dihadapan kalian seorang laki-laki penghuni surga.” Tiba-tiba muncullah laki-laki Anshar yang janggutnya basah dengan air wudhunya. Dia mengikat kedua sandalnya pada tangan sebelah kiri.”

Esok harinya, Rasulullah SAW. berkata begitu juga, “Akan datang seorang lelaki penghuni surga.” Dan munculah laki-laki yang sama. Begitulah Nabi mengulang sampai tiga kali.

Ketika majelis Rasulullah selesai, Abdullah bin Amr bin Al-Ash r.a. mencoba mengikuti seorang lelaki yang disebut oleh Nabi sebagai penghuni surga itu. Kemudian dia berkata kepadanya dia berkata kepadanya, “Saya ini bertengkar dengan ayah saya, dan saya berjanji kepada ayah saya bahwa selama tiga hari saya tidak akan menemuinya. Maukah kamu memberi tempat pondokan buat saya selama hari-hari itu ?”

Abdullah mengikuti orang itu ke rumahnya, dan tidurlah Abdullah di rumah orang itu selama tiga malam. Selama itu Abdullah ingin menyaksikan ibadah apa gerangan yang dilakukan oleh orang itu yang disebut oleh Rasulullah SAW sebagai penghuni surga. Tetapi selama itu pula dia tidak menyaksikan sesuatu yang istimewa di dalam ibadahnya.

Kata Abdullah, “Setelah lewat tiga hari aku tidak melihat amalannya yang istimewa, bahkan aku hampir-hampir meremehkan amalannya, lalu aku berkata, Hai hamba Allah, sebenarnya aku tidak bertengkar dengan ayahku, dan tidak juga aku menjauhinya. Tetapi aku mendengar Rasulullah SAW. berkata tentang dirimu sampai tiga kali, “Akan datang seorang darimu sebagai penghuni surga.” Aku ingin memperhatikan amalanmu supaya aku dapat menirunya. Mudah-mudahan dengan amal yang sama aku mencapai kedudukanmu.”

Lalu orang itu berkata, “Yang aku amalkan tidak lebih daripada apa yang engkau saksikan”. Ketika aku mau berpaling, kata Abdullah, dia memanggil lagi, kemudian berkata, “Demi Allah, amalku tidak lebih daripada apa yang engkau saksikan itu. Hanya saja aku tidak pernah menyimpan pada diriku niat yang buruk / prasangka buruk terhadap kaum Muslimin, dan aku tidak pernah menyimpan rasa dengki kepada mereka atas kebaikan yang diberikan Allah kepada mereka.”

Lalu Abdullah bin Amr berkata, “Beginilah bersihnya hatimu dari perasaan jelek dari kaum Muslimin, dan bersihnya hatimu dari perasaan dengki. Inilah tampaknya yang menyebabkan engkau sampai ke tempat yang terpuji itu. Inilah justru yang tidak pernah bisa kami lakukan.

Memberikan hati yang bersih, tidak menyimpan prasangka yang jelek terhadap kaum Muslim kelihatannya sederhana tetapi justru amal itulah yang seringkali sulit kita lakukan dalam kehidupan kebanyakan kita sehari-hari. Mungkin kita mampu berdiri shalat Tahajud di malam hari, sujud dan rukuk di hadapan Allah SWT, akan tetapi amat sulit bagi kita menghilangkan kedengkian kepada sesama kaum Muslimin. Hanya karena kita duga pahamnya berbeda dengan kita. Hanya karena kita pikir bahwa dia berasal dari golongan yang berbeda dengan kita. Atau hanya karena dia memperoleh kelebihan yang diberikan Allah, dan kelebihan itu tidak kita miliki. “Inilah justru yang tidak mampu kita lakukan, ” kata Abdullah bin Amr (Hayat Al-Shahabah, II, 520-521).

Pada halaman yang sama, Al-Kandahlawi menceritakan suatu hadis tentang sahabat Nabi yang bernama Abu Dujanah. Ketika Abu Dujanah sakit keras, sahabat yang lain berkunjung kepadanya.

Tetapi menakjubkan, walaupun wajahnya pucat pasi, Abu Dujanah tetap memancarkan cahayanya, bahkan pada akhir hayatnya. Kemudian sahabatnya bertanya kepadanya, “Apa yang menyebabkan wajah Anda bersinar?” Abu Dujanah menjawab, “Ada amal yang tidak pernah kutinggalkan dalam hidup ini. Pertama, aku tidak pernah berbicara tentang sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Kedua, aku selalu mengahadapi sesama kaum Muslim dengan hati yang bersih, yang oleh Al-Quran disebut qalbun salim”.

Al-Quran menyebut kata qalbun salim ini ketika Allah SWT. berfirman tentang suatu hari di hari kiamat, ketika tidak ada orang yang selamat dengan harta dan kekayaannya kecuali yang membawa hati yang bersih. Pada hari itu tidak ada manfaatnya di hadapan Allah SWT, harta dan anak-anak kecuali orang yang datang dengan hati yang bersih (QS 26:88-89).

Di dalam Islam, Rasulullah SAW yang mulia sejak awal dakwahnya mengajarkan kepada kaum Muslimin untuk memperlakukan kaum Muslimin yang lain sebagai saudara-saudaranya. Al-Quran mengatakan bahwa salah satu tanda orang yang beriman ialah menjalin persaudaraan dengan sesama kaum beriman lain. Al-Quran menggunakan kalimat yang disebut adat al-hasr, yaitu “innama” -artinya yang tidak sanggup memelihara persaudaraan itu tidak termasuk orang yang beriman.

Imam Al-Ghazali ketika menyebutkan ayat ini juga menegaskan bahwa orang yang beriman sajalah yang dapat memelihara persaudaraan dengan sesama kaum Muslim. Hanya yang beriman yang bisa menumbuhkan kasih sayang kepada kaum Muslim. Rasulullah SAW. menegaskan ayat ini dengan sabdanya : “Tidak beriman di antara kamu sebelum kamu mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.”

Rasulullah SAW yang mulia menyebutkan bahwa salah satu tanda orang yang beriman ialah mempunyai kecintaan yang tulus terhadap kaum Muslimin. Dan dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW. bersabda : “Agama adalah kecintaan yang tulus.”

Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh As-Suyuthi dalam kitabnya, Ad-Durr Al-Mantsur. Ketika sampai pada ayat yang mengatakan bahwa Allah SWT menolak segolongan manusia dengan segolongan manusia yang lain, pada surah Al-Baqarah, As-Suyuthi meriwayatkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Setiap masa ada orang yang sangat dekat dengan Allah (yang oleh Rasulullah disebut ABDAL). Kalau salah seorang di antara mereka mati, maka Allah akan menggantikannya dengan orang lain. Begitulah orang itu selalu ada di tengah-tengah masyarakat.”

Rasulullah SAW mengatakan bahwa berkat kehadiran mereka Allah menyelamatkan suatu masyarakat dari bencana. Karena merekalah Allah SWT menurunkan hujan, karena merekalah Allah menumbuhkan tetanaman, dan karena merekalah Allah mengidupkan dan mematikan.

Hingga para sahabat waktu itu bertanya kepada Rasulullah, “Apa maksudnya karena merekalah Allah menghidupkan dan mematikan?”

Rasulullah SAW menjawab : “Kalau mereka berdoa agar Allah memanjangkan usia seseorang, maka Allah panjangkan usianya. Kalau mereka berdoa agar orang zalim itu binasa, maka Allah binasakan mereka”.

Kemudian Rasulullah bersabda : “Orang ini mencapai kedudukan yang tinggi bukan karena banyak shalatnya, bukan karena banyak puasanya, bukan pula karena banyaknya ibadah hajinya, tetapi karena dua hal : yaitu memiliki sifat kedermawanan dan kecintaan yang tulus kepada sesama kaum Muslimin.” Wallahualam bissawab

Sumber:http://www.spiritualsharing.net/read/detail/226/pengalaman-tiga-hari-bersama-penghuni-surga

---

Setelah nabi Muhammad meninggal, sahabat Abu bakar senantiasa ingin meniru setiap amal perbuatan Nabi Muhammad, sampai suatu ketika dia bertanya pada Aisyah.

“amalan Rasul apa lagi yang belum aku kerjakan?”

Aisyah menjawab ” uuhhmm , setiap pagi ,. menjelang wafatnya beliau, pada saat beliau masih sehat, setiap pagi dia menyuapi orang buta yang duduk di penghujung jalan itu”

“bukankah pria buta itu adalah seorang yahudi ? lagipula dia selalu mencerca dan memaki nabi Muhammad” kata Abu Bakar

“iya, memang, dia selalu mencaci dan memperolok nabi, tapi setiap pagi Nabi selalu memberinya sarapan, dan Nabi tidak pernah memberitahukan siapa dirinya sebenranya, karena jika yahudi itu tahu, niscaya dia tidak akan mau menerima bantuan Nabi” kata Aisyah

Namun, karena keinginannya untuk meniru amalan rasul sangat tinggi, Abu Bakar mendatangi pria buta itu sambil membawa sepiring bubur gandum.

Ketika Abu Bakar datang, Pria buta itu langsung tersenyum, dia mencium aroma bubur gandum itu, dan artinya dia akan segera mendapatkan makan.

Setelah duduk di depan pria yahudi itu, Abu Bakar segera menyuapkan bubur gandum tersebut. Dan seperti biasanya, pria itu tidak berhenti untuk mencela dan menggunjing nabi Muhammad.

karena jengkel, Abu Bakar segera menyuapkan sendok bubur berikutnya. Seketika itulah pria yahudi tadi menampik sendok bubur.

“siapa kau ?! ” kau bukanlah orang yang biasa menyuapkan nasi kepadaku !” kata pria yahudi itu

“pria itu selalu lembut setiap menyuapiku, tidak pernah dia memberikan suapan berikutnya ketika aku masih belum menelan !” kata pria yahudi itu

Dengan mata menahan air mata haru, mengetahui betapa lembut sikap Rasul, bahkan pada orang yang membencinya, Abu Bakar menceritakan bahwa dia bukanlah orang yang biasa menyuapinya.

“orang yang selalu memberimu makan pagi adalah Muhammad, orang selalu engkau caci dan cela setiap hari, bahkan ketika engkau sedang disuapinya” ujar Abu Bakar.

Mendengar semua itu, dan menyadari bahwa Nabi Muhammad telah wafat, dan dia tidak sempat meminta maaf, yahudi itupun menangis dan menyesal sedalam – dalamnya,. dan dengan hidayah dari Allah, pria yahudi inipun luluh hatinya, saat itu juga dia berucap Dua kalimat Shahadat.

---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut