19 Desember 2010

Kuliah Ahad Dhuha Tanggal 19 Desember 2010

Event : Kuliah Ahad Dhuha
Tanggal : 19 Desember 2010
Pembicara : Prof KH Ali Mustafa Yaqub MA
Tema: Ingkar Sunnah

Kaum ingkar sunah, macamnya :

1. Klasik : sifatnya perseorangan, sebab ketidak tahuan tentang kedudukan dan fungsi hadist dalam islam, lokasinya di Irak.

2. Kontemporer : sifatnya jamaah, bertujuan untuk menghancurkan islam, ketika diberi tahu tentang kedudukan sunah dalam islam, mereka tidak mau kembali ke jalan yang benar. Lokasinya di Mesir yang telah disebutkan, tokoh-tokoh yang mengingkari hadits pada akhir abad 19 dan ke 20 adalah Dr. Ali Hasan Abdul Kadir, Toha Hussin, Garrah Ali dan Gulam Ahmad Parwez di India-Pakistan. Di India, aliran ingkar al-sunnah muncul bersamaan dengan kolonialisme inggris. Pada masa ini, kekacauan dalam memahami agama dikalangan umat islam begitu membingungkan ditambah lagi pengaruh pemahaman-pemahaman misionaris Kristen Protestan dalam kehidupan keberagamaan mereka. Sehingga terjadi perdebatan-perdebatan antar-agama. Ditambah lagi pengaruh para orientalis (sarjana barat) yang bersifat kritis dalam menyikapi keotentikan hadits sebagai literatur. Kemudian juga skripturalisme para misionaris protestan, hal ini sangat mempengaruhi cara orang muslim memandang hubungan antara hadits dan kitab suci (Qur’an). Di Indonesia, pada dasawarsa tujuh puluhan, sekelompok muslim yang berpandangan tidak percaya terhadap al-sunnah Nabi Muhammad SAW. Mereka tidak menggunakannya sebagai sumber atau dasar agama Islam. Kelompok tersebut tampil secara terang-terangan menyebarkan pahamnya dengan nama, misalnya, Jama’ah al-Islamiah al-Huda, dan Jama’ah al-Qur’an dan Ingkar al-Sunnah, mereka ini hanya menggunakan al-Qur’an sebagai petunjuk dalam melaksanakan agama Islam, baik dalam masalah akidah maupun hal-hal lainnya. Mereka menolak dan mengingkari al-sunnah sebagai landasan agama.

Dalil-dalil al-Qur`an sebagai dasar penolakan terhadap hadits Nabi, kelompok ingkar al-sunnah juga memiliki dasar-dasar argument aqli sebagai penguat keberadaan mereka ditengah masyarakat, yaitu :

Islam berlandaskan hal hal yang pasti sedangkan sunah ada yang bersifat Dzon artinya dugaan.

1. Al-Qur’an dasar yang sempurna karena Al Quran tidak ada keraguan

Qs Al Baqarah : 1-2

Alif laam miim.

Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,

2. Al Quran adalah penjelasan bagi segala sesuatu.

Memang beberapa hal hukum dijelaskan di dalam Al Quran namun ada beberapa hal yang tidak jelas.

Qs Al Baqarah : 185

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa di bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur

Di dalam Al Quran sendiri ada yang pasti pengertiannya, contoh :

Qs Al Ikhlas : 1

Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa.

Di Dalam Al Quran sendiri ada yang kurang pasti pengertiannya, contoh :

Qs Al Baqarah : 228

Dan wanita-wanita yang dithalaq (hendaknya) mereka menahan diri (menunggu) selama tiga kali quru`(haid)

Al-Qur`an Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu landasan pokok bagi kelompok ingkar al-sunnah untuk menolak al-sunnah secara keseluruhan, adalah berdasarkan kata “bayan” artinya penjelasan. Jawaban beberapa ulama` terhadap asumsi mereka ini :

a. Penjelasan secara langsung

penjelasan kewajiban dalam al-Qur`an dan dengan perantaraan dalil-dalil lain seperti al-sunnah, ijma` dan qias. Seperti rakaat shalat, dan macam harta yang dikeluarkan zakatnya. Instrument yang disebut ini juga dapat digunakan untuk menyimpulkan sesuatu hukum yang tidak ada dalam al-Qur’an. Contoh tidak boleh makan daging binatang yang bertaring atau buas.

b. Al-Qur`an mengandung banyak perintah atau larangan yang sifatnya umum tanpa memberikan bagaimana perincian pelaksanaannya. Kalau tidak, maka hamba Allah swt. tidak akan dapat melaksanakan perintah atau menjauhi larangan tersebut sesuai dengan kehendak Allah swt disinilah hadits-hadits Rasulullah berfungsi.

3. Al Quran itu tidak meninggalkan sesuatu (lengkap)

Namun, ada beberapa hal yang tidak dijelaskan di dalam al Quran, babi dan khamer itu jelas haram, namun kodok, dll itu adalah penjelasan yang ada di dalan hadist.

Isi Al Quran itu tentang apa yang tertulis di Lauh Mahfudz.

Qs Al An'am : 59

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

4. Al Quran diwariskan dalam bentuk tertulis, namun mengapa Hadist tidak di wariskan pada waktu tertulis pada saat itu ?

Rasulullah saw. tidak mengizinkan mereka menuliskan sesuatu dari dirinya, selain Alquran, karena beliau khawatir akan tercampur dengan yang lain. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Said al-Khudri, Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kamu menulis dari aku. Barang siapa menulis dari aku selain Alquran, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang dariku, dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, ia menempati tempatnya di api neraka.”

Sekalipun setelah itu Rasulullah saw. mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadits, tetapi hal yang berhubungan dengan Alquran tetap didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah saw. di masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar ra.

khalifah pertama yang membukukan/mengumpulkan Al Quran adalah khalifah Abu bakar As Shiddiq rodhiallohu ‘anhu, dan bukan khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu. Yang dilakukan oleh sahabat Utsman bin Affan adalah menyatukan bacaan Al Quran dengan menggunakan logat bahasa orang-orang Quraisy, tak lebih dan tak kurang dari itu. Adapun pembukuan Al Quran pertama dilakukan pada zaman Abu Bakar.

Artinya “ Tulislah dari saya demi zat yang diriku di dalam kekuasaan-Nya, tidak keluar dari mulutku kecuali yang hak “.

Dugaan yang sangat keliru ini timbul karena mereka tidak dapat membedakan antara penulisan hadis yang, secara resmi, diperintahkan langsung oleh penguasa untuk disebarluaskan ke seluruh pelosok, dengan penulisan hadis yang dilakukan atas prakarsa perorangan yang telah dimulai sejak masa Rasulullah saw.

Penulisan bentuk kedua ini sedemikian banyaknya, sehingga banyak pula dikenal naskah-naskah hadis, antara lain:

1. Al-Shahifah Al-Shahihah (Shahifah Humam), yang berisikan hadis-hadis Abu Hurairah yang ditulis langsung oleh muridnya, Humam bin Munabbih. Naskah ini telah ditemukan oleh Prof. Dr. Hamidullah dalam bentuk manuskrip, masing-masing di Berlin (Jerman) dan Damaskus (Syria).

2. Al-Shahifah Al-Shadziqah, yang ditulis langsung oleh sahabat ‘Abdullah bin Amir bin ‘Ash –seorang sahabat yang, oleh Abu Hurairah, dinilai banyak mengetahui hadis– dan sahabat yang mendapat izin langsung untuk menulis apa saja yang didengar dari Rasul, baik di saat Nabi ridha maupun marah.

3. Shahifah Sumarah Ibn Jundub, yang beredar di kalangan ulama yang –oleh Ibn Sirin– dinilai banyak mengandung ilmu pengetahuan.

4. Shafifah Jabir bin ‘Abdullah, seorang sahabat yang, antara lain, mencatat masalah-masalah ibadah haji dan khutbah Rasul yang disampaikan pada Haji Wada’, dan lain-lain.

Naskah-naskah tersebut membuktikan bahwa hadis-hadis Rasulullah saw., telah ditulis atas prakarsa para sahabat dan tabi’in jauh sebelum penulisannya yang secara resmi diperintahkan oleh ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz.

Kholifah Umar bin Abdul Aziz (99H-102H) yang tumbuh dalam ikllim keilmuan, membentuk pribadi yang cinta akan ilmu pengetahuan. Selain itu beliau juga terkenal jujur. Sehingga ketika Ia menangkap kenyataan bahwa banyak dari para penghafal hadist yang wafat, serta semakin berkembangnya hadist palsu, maka tergeraklah hatinya untuk mengkodifikasikan hadist. Ia khawatir kalau tidak segera dibukukan maka hadist pasti akan berangsur-angsur hilang. Kekhawatiran itulah yang menyebabkan kholifah memerintahkan Gubernur Madinah Abu Bakar Muhammad bin Amru bin Hazm (w. 117 H) untuk membukukan hadist yang terdapat pada penghafal Amrah binti Abdurrahman bin Saad bin Zuhairah bin Ades (ahli fiqih murid Aisyah RA) serta hadist yang ada pada Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Siddiq. Selain itu kholifah juga memerintahkan Muhammad bin Syihab az-Zuhri (w 124 H) untuk mengumpulkan hadist yang ada pada para penghafal Hijaz dan Syuriah. Masa ini dicatat oleh sejarah sebagai masa kodifikasi resmi.

Macam Hadist berdasarkan jumlah penutur :

1. Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)

2. Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :

a. Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)
b. Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)
c. Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.

Hadits Dhoif adalah hadits yang lemah hukum sanad periwayatnya atau pada hukum matannya

a. Hadits Matruk
Yang berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja sedangkan perawi itu dituduh berdusta.

Contoh :

* dan dia (bulan Ramadhan) bulan yang awalnya rahmat, dan tengahnya magfiroh (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka

Karena ada seorang rawi bernama : Ali bin Zaid bin Jud’an. Dia ini rawi yang lemah sebagaimana diterangkan oleh Imam Ahmad, Yahya, Bukhari, Daruqhutni, Abi Hatim, dan lain-lain. Dan Imam Ibnu Khuzaimah sendiri berkata : Aku tidak berhujah dengannya karena jelek hafalannya.

* Bila ulama dan umara (pemimpin) baik, umat Islam pun akan baik.

b. Hadits Mungkar

Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya / jujur.

c. Hadits Mursal

Disebut juga hadits yang dikirim yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'in dari Nabi Muhammad SAW tanpa menyebutkan sahabat tempat menerima hadits itu.

Contoh Hadist palsu :

"Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu sorga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan"


Secara umum diantara tuduhan-tuduhan orientalis yang meragukan otentisitas hadits adalah :

1. Hadits tidak ditulis pada masa Nabi saw

2. Sahabat Umar bin Khatab menarik pendapatnya soal kodifikasi hadits

3. Para sahabat tidak menghafal hadits

4. Sulit membedakan hadits shahih dengan hadits palsu, karena terjadi begitu banyak pemalsuan hadits

5. Hanya hadits mutawatir yang boleh dijadikan sumber hukum

6. Meragukan kredibilitas para perawi dan ulama` hadits

Penyebab adanya ingkar sunnah menurut para ilmuan dunia, meliputi :

a. Kurang pengetahuan tentang sunnah

b. Adanya suatu upaya suatu kelompok tertentu untuk memurtadkan umat islam baik dari dalam maupun dari luar agama islam

c. Adanya salah tafsir terhadap hadits-hadits tertentu yang sulit dipahami maknanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut