04 Februari 2011

Pengajian Mahagoni Park Tanggal 3 Februari 2011

Event : Pengajian Mahagoni Park
Tanggal : 3 Februari 2011
Pembicara : Ustadzah Liyah
Tema: Amanah, Introspeksi Diri

Amanah secara syariat :

1. Akhlaq mulia yang mendorong seseorang menjaga hak hak pihak lain

a. Hak Allah

Qs Adz Dzariyyat :56

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku

---

b. Hak Rasulullah

Qs Al Ahzab :21

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

---

c. Hak Orang tua

Qs Al Ahqaf : 15

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nimat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.

Mendoakan orang tua kita

Qs Al Isra : 24

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.

---

d. Hak suami

Qs An Nisa : 34

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

---

Keutamaan menasehati dalam hal kebenaran dan kesabaran

Qs Al Ashr : 3

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.

---

e. Hak tetangga, teman dll

hadits Aisyah dan Ibnu Umar ini. Lihatlah baik-baik bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan: “Sehingga aku menyangka tetangga tersebut akan mewarisinya.”

Imam Al Marwaziy meriwayatkan dari Al Hasan Al Bashriy pernyataan beliau: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.”

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu tetatangganya”

Tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.”

QS An Nisa : 36

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”.

---

2. Amanah secara khusus : Amanah merupakan hak hak yang penunaiannya diserahkan kepada seseorang. Syarat amanah :

a. adanya kesiapan/ kemauan dari penerima amanah

b. Adanya kesepakatan antara pemberi dan penerima amanah

c. Adanya pengakuan dari orang lain

Qs Al Baqarah : 283

"..Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya ...

---

Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Tanda orang munafik ada tiga: bila berbicara, ia berdusta; bila berjanji, ia mengingkari; dan bila diberi kepercayaan (amanah), ia berkhianat.” Muttafaqun ‘alaih.

---

Rasulullah saw. bersabda, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)

Amanah adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan. Itulah makna yang terkandung dalam firman Allah swt.: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” (An-Nisa: 58)

Ayat di atas menegaskan bahwa amanah tidak melulu menyangkut urusan material dan hal-hal yang bersifat fisik. Kata-kata adalah amanah. Menunaikan hak Allah adalah amanah. Memperlakukan sesama insan secara baik adalah amanah. Ini diperkuat dengan perintah-Nya: “Dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” Dan keadilan dalam hukum itu merupakan salah satu amanah besar.

Itu juga diperjelas dengan sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)

Dan Allah swt. berfirman: “Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab 72)

Dari nash-nash Al-Qur’an dan sunnah di atas nyatalah bahwa amanah tidak hanya terkait dengan harta dan titipan benda belaka. Amanah adalah urusan besar yang seluruh semesta menolaknya dan hanya manusialah yang diberikan kesiapan untuk menerima dan memikulnya. Jika demikian, pastilah amanah adalah urusan yang terkait dengan jiwa dan akal. Amanah besar yang dapat kita rasakan dari ayat di atas adalah melaksanakan berbagai kewajiban dan menunaikannya sebagaimana mestinya.

Amanah dan Iman

Amanah adalah tuntutan iman. Dan khianat adalah salah satu ciri kekafiran. Sabda Rasulullah saw. sebagaimana disebutkan di atas menegaskan hal itu, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)

Barang siapa yang hatinya kehilangan sifat amanah, maka ia akan menjadi orang yang mudah berdusta dan khianat. Dan siapa yang mempunyai sifat dusta dan khianat, dia berada dalam barisan orang-orang munafik. Disia-siakannya amanah disebutkan oleh Rasulullah saw. sebagai salah satu ciri datangnya kiamat. Sebagaimana disampaikan Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya–, Rasulullah saw. bersabda, “Jika amanah diabaikan maka tunggulah kiamat.” Sahabat bertanya, “Bagaimanakah amanah itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” (Al-Bukhari)

---

dakwatuna.com

---

Setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah (bersih/suci), proses kejadian manusia :

Qs Al Hajj : 5

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur); maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai pada kedewasaan, dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) diantara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah

---

Setiap anggota badan kita, akan dimintakan pertanggung jawabannya :

Qs Yasin : 65

Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.

---

Segala hal milik Allah dan akan kembali kepada Allah

Qs Al Baqarah :155-156

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Innaa lillahi wa innaa ilaihi raajiuun.

---

Memelihara Amanah dan Introspeksi

Takwa mempunyai pupuk dan apabila ramuan yang digunakannya tepat, takwa akan hidup dengan subur. Pupuk yang diperlukan untuk menyuburkan takwa adalah muhasabah dan tobat. Umat Islam harus berani merenung dan melakukan muhasabah (introspeksi) diri. Khalifah Umar bin Khatab pernah berkata, “Berintrospeksi dirilah serta hitunglah (hisablah) dirimu sebelum kamu dihitung(dihisab) oleh Allah.” Mereka yang berani melakukan introspeksi dan kemudian membuat perubahan yang positif pada dirinya, mereka adalah orang-orang yang akan berhasil.

Insan Yang berhasil adalah mereka yang beramanah. Menurut Imam Qatadah, “Amanah adalah Islam, ibadah yang fardu dan batas-batas agama.” Menurut Imam Al-Alusi, “Amanah adalah tanggung jawab yang berkaitan dengan hak-hak Allah dan hak-hak makhluk baik dalam bentuk perbuatan, perkataan ataupun kepercayaan.”
Dalam Surat Al-Ahzab ayat 72 Allah berfirman ,” Sesungguhnya Kami memberikan amanah (tugas-tugas keagamaan) kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan memikul amanah itu dan mereka khawatir akan menghianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia.Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim dan bodoh.”

Syaikh Mohammad Jamaluddin Al-Qasimi berkata, “Ayat ini bertujuan untuk mengingatkan orang-orang yang beriman berkaitan dengan pentingnya disiplin dalam hidup agar kejujuran dapat selalu dihayati meskipun pahit.”

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Al-Hakim, Rasulullah bersabda, “Siapa saja diantara kamu yang mempunyai empat perkara ini, maka dia akan terhindar dari kemelaratan sehubungan dengan apa yang tidak diperolehnya di dunia ini:

1. Berbicara jujur
2. Amanah
3. Baik Tingkah lakunya
4. Menjaga makanan ( agar terpelihara dari yang haram-haram)

kita selalu dihadapkan dengan ujian dan cobaan. Jika Iman dan Takwa tidak menghiasi hati, mungkin kita bisa gagal memikul amanah yang diberikan. Imam Ghazali menguraikan ada empat ujian yang sering menghalangi manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt yaitu; dunia, manusia, hawa nafsu dan Syetan.

N. Faqih Syarif

---

Metode untuk mengatasi kekuasaan nafsu ammarah atas hati seorang mukmin adalah dengan selalu mengintrospeksi dan menyelisihinya. Imam Ahmad meriwayatkan, Umar bin Khaththab berkata, "Hisablah dirimu sebelum dihisab! Sesungguhnya berintropeksi bagi kalian pada hari ini lebih ringan daripada hisab di kemudian hari. Begitu juga dengan hari 'aradl (penampakan amal) yang agung."

Hasan al-Bashri berkata, "Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia mengintrospeksi dirinya karena Allah. Sesungguhnya hisab pada hari kiamat nanti akan ringan bagi mereka yang telah mengadakannya di dunia. Dan sebaliknya hisab akan berat bagi kaum yang menempuh urusan ini tanpa pernah berintrospeksi. Seorang mukmin itu bisa saja dikejutkan oleh sesuatu dan ia takjub kepadanya. Lalu berkatalah ia, 'Demi Allah, aku benar-benar menginginkanmu. Begitupun kamu adalah bagian dari kebutuhanku. Tetapi, allah tidak memberi alasan bagiku untuk mencapaimu. Duhai, ada jurang diantara kau dan aku!' Maka sesuatu itu pun lenyap dari hadapannya. Kemudian si mukmin akan kembali kepada dirinya dan berkata, 'aku tidak menginginkan hal ini! Apa peduliku dengan semua ini! Demi Allah aku tidak akan mengulanginya selama-lamanya!' Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang ditopang oleh Al-Qur'an. Al-Qur'an menghalangi kehancurannya. Seorang mukmin adalah tawanan di dunia yang berusaha membebaskan diri (menuju negerinya: akhirat). Dia tidak merasa aman sampai berjumpa dengan Allah. Dia tahu bahwa pendengaran, penglihatan, lisan, dan anggota badan, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban."

Malik bin Dinar bertutur,"Semoga Allah merahmati seseorang yang berkata kepada diri (nafsu)nya, 'Bukankah kamu pelaku ini? Bukankah kamu pelaku itu?' Lalu ia mencelanya dan mengalahkannya. Kemudian dia memulazamahkan dirinya kepada kitab Allah, sehingga menjadi pemimpinnya."

Adalah benar bagi setiap orang yang beriman kepada Allah subhanahu wa taala dan hari akhir untuk tidak melupakan introspeksi kepada nafsunya, menyempitkan ruang geraknya, dan menahan gejolaknya. Sehingga, setiap hembusan nafas adalah mutiara yang bernilai tinggi, dapat ditukar dengan perbendaharaan yang kenikmatannya tak akan pernah sirna sepanjang masa. Menyia-nyiakan nafas ini, atau menukarnya dengan sesuatu yang mendatangkan kecelakaan adalah kerugian yang sangat besar. Tidak dapat mentolerirnya kecuali manusia paling bodoh dan paling tolol. Hanya saja, hakekat kerugian ini baru benar-benar tampak nanti di hari kiamat.

"Pada hari setiap jiwa mendapati segala kebaikan yang dilakukannya dihadirkan dan juga segala kejahatan yang dilakukannya. Ia ingin ada penghalang yang panjang antara dia dan kejahatannya."(QS Ali Imran: 30)

Muhasabah (menginstrospeksi diri) itu ada dua macam, sebelum beramal dan sesudahnya.

Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya seseorang berhenti sejenak, merenung di saat pertama munculnya keinginan untuk melakukan sesuatu. Tidak bersegera kepadanya sampai benar-benar jelas baginya bahwa melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya.

Hasan al-Bashri berkata, "Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berpikir di saat pertama ia ingin melakukan sesuatu. Jika itu karena Allah ia lanjutkan dan jika bukan karena-Nya ia menangguhkannya."

Sebagian ulama menjelaskan penuturan al-Hasan ini dengan, 'Apabila diri tergerak untuk melakukan sesuatu, pertama-tama ia harus merenung, apakah amalan itu mampu ia kerjakan atau tidak. Jika tidak ada kemampuan untuk itu hendaknya ia berhenti. Tetapi jika ia mampu, hendaknya ia berpikir, apakah melakukannya lebih baik daripada meninggalkannya, ataukah sebaliknya. Jika yang ada adalah kemungkinan kedua, maka ia mesti meninggalkannya. Tetapi jika yang pertama, hendaknya ia bertanya, apakah faktor pendorongnya adalah untuk mendapatkan wajah Allah subhanahu wa ta'ala dan pahalanya, ataukah untuk mendapatkan kehormatan, pujian dan harta benda. Jika jawaban yang kedua yang muncul, hendaknya ia meninggalkannya. Meskipun jika ia melakukannya ia akan mendapatkan apa yang dicarinya. Ini sebagai pelatihan bagi diri agar tidak terbiasa dengan kesyirikan dan supaya takut beramal untuk selain Allah.

Semakin takut seseorang untuk beramal karena selain Allah, semakin ringan baginya untuk beramal karena Allah subhanahu wa ta'ala. Tetapi jika yang muncul adalah jawaban yang pertama, sekali lagi ia harus bertanya, apakah dia mendapatkan bantuan untuk itu? Atau adakah teman-teman yang akan membantu dan menolongnya- jika amalan itu tidak bisa dikerjakan sendirian? Jika tidak ada, ia harus menahan diri sebagaimana Nabi shalallahu alaihi wa sallam telah menahan diri dari memerangi musyrikin Mekah sampai terkumpul kekuatan dan kaum penolong. Adapun jika ia dibantu, hendaknya ia maju beramal, dengan izin Allah subhanahu wa ta'ala ia akan mendapat kemenangan. Dan adalah kemenangan itu tidak akan terlepas kecuali jika salah satu dari perkara-perkara di atas terlepas. Sekali lagi, dengan mengadakan hal-hal di atas kemenangan tidak akan terlepas. Itulah empat perkara yang harus dicermati oleh seorang hamba sebelum ia beramal.

Muhasabah sesudah beramal itu ada tiga:

1. Introspeksi diri atas berbagai ketaatan yang telah dilalaikan, yang itu adalah hak Allah subhanahu wa ta'ala. Bahwa ia telah melaksanakannya dengan serampangan, tidak semestinya. Padahal hak Allah subhanahu wata'ala berkaitan dengan satu bentuk ketaatan itu ada enam. Yaitu, ikhlas dan setia kepada Allah subhanahu wa ta'ala di dalamnya, mengikuti Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, menyaksikannya dengan persaksian ihsan, menyaksikannya sebagai anugerah Allah subhanahu wa ta'ala baginya, dan menyaksikan kelalaian dirinya di dalam mengamalkannya. Demikian, ia harus melihat apakah dirinya telah memenuhi keseluruhannya?

"Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang paling kontinyu dikerjakan, meskipun sedikit" (HR. Muslim)

Shalat itu seharusnya menjauhkan diri kita dari perbuatan yang keji dan munkar

Qs Al Ankabut : 45

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

---

Berghibah dan berprasangka

QS Al Hujurat : 11-12

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

---

Keutamaan Shalat Assyuruq

Dari Anas bin Malik radliyallahu 'anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barang siapa mengerjakan shalat Shubuh di masjid dengan berjamaah, lalu dia duduk berdzikir sampai matahari terbit, kemudian mengerjakan shalat dua rakaat, maka ia akan mendapatkan pahala haji dan umrah, sepenuhnya, sepenuhnya, sepenuhnya."

---

Keutamaan shalat Rawatib :

Berikut adalah beberapa hadits tentang salat rawatib:

a. Dari Aisyah r.a bahwa Nabi SAW bersabda :" Dua raka'at fajar (salat sunnat yang dikerjakan sebelum shubuh) itu lebih baik daripada dunia dan seisinya. " (HR Muslim)

b. Dari Ummu Habibah Radhiallaahu anha , ia berkata: "Aku telah men-dengar Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda, Barangsiapa salat dalam sehari semalam dua belas rakaat akan dibangun untuknya rumah di Surga, yaitu; empat rakaat sebelum Dhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebe-lum salat Subuh."” (HR. At-Tirmidzi, ia mengatakan, hadits ini hasan shahih)

c. Dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu dia berkata: "Aku salat bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dua rakaat sebelum Dhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Jum’at, dua rakaat sesudah Maghrib dan dua rakaat sesudah Isya." (Muttafaq ‘alaih)

d. Dari Abdullah bin Mughaffal radhiallahu anhu , ia berkata: "Bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasalam , ‘Di antara dua adzan itu ada salat, di antara dua adzan itu ada salat, di antara dua adzan itu ada salat. Kemudian pada ucapannya yang ketiga beliau menambahkan: ‘bagi yang mau". (Muttafaq ‘alaih)

e. Dari Ummu Habibah Radhiallaahu anha, ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda, ‘Barangsiapa yang menjaga empat rakaat sebelum Dhuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah mengharamkannya dari api Neraka." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadits ini hasan shahih)

f. Dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda : "Semoga Allah memberi rahmat bagi orang yang salat empat rakaat sebelum Ashar." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan, hadits ini hasan)

---

Hal Hal yang berkaitan dengan larangan Allah :

a. Taubat

Qs At Tahrim : 8

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

---

b. Istighfar

Qs Hud : 90

Dan mohonlah ampun kepada Rabbmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesengguhnya Rabbku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.

---

c. Menutupi dengan amal sholeh

Qs Al Ankabut : 7

Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.

---

Qs At Tagabun : 9

(Ingatlah) hari (yang diwaktu itu) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan (untuk dihisab), itulah hari (waktu itu) ditampakkan kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal saleh niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar.

---

2. Introspeksi diri atas setiap amalan yang lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakan.

3. Introspeksi diri atas perkara yang mubah, karena apa ia melakukannya. Apakah dalam rangka mengharap Allah subhanahu wa ta'ala dan akhirat, sehingga ia beruntung? Ataukah untuk mengharapkan dunia dan keserbabinasaannya, sehingga ia merugi?

Akhir dari perkara yang dilalaikan, tidak disertai dengan muhasabah, dibiarkan begitu saja, dianggap mudah dan disepelekan adalah kehancuran. Ini adalah keadaan orang-orang yang tertipu. Ia pejamkan matanya dari berbagai akibat kebejatannya sambil berharap Allah subhanahu wa ta'ala mengampuninya. Ia tidak pernah peduli kepada muhasabah dan akibat kejahatannya. Pun jika ia melakukannya, dengan segera ia akan berbuat dosa, menekuninya dan ia akan sangat kesulitan meninggalkannya.

Kesimpulan dari uraian ini, hendaknya seseorang itu mengintrospeksi diri lebih dahulu pada hal-hal yang fardlu. Bila ia melihat ada kekurangan padanya, ia akan melengkapinya dengan qadla' (penggantian) atau ishlah (perbaikan). Lalu kepada hal-hal yang diharamkan. Bila ia merasa pernah melakukannya, ia pun bersegera untuk bertaubat, beristighfar, dan mengamalkan perbuatan-perbuatan baik yang dapat menghapuskan dosa. Kemudian kepada kealpaan. Bila ia mendapati dirinya telah alpa berkenaan dengan tujuan penciptaannya, maka ia segera memperbanyak dzikir dan menghadap Allah subhahanu wa ta'ala. Lalu kepada ucapan-ucapannya, atau kemana saja kakinya pernah berjalan, atau apa saja yang tangannya pernah memegang, atau telinganya pernah mendengar. Apa yang diinginkan dari semua ini? Mengapa ia melakukannya? Untuk siapa? Dan sesuaikah dengan petunjuk?

Sesungguhnya setiap gerakan atau ucapan itu akan dihadapkan pada dua pertanyaan, untuk siapa dikerjakan? dan bagaimana cara pengerjaannya? Pertanyaan pertama tentang ikhlas dan yang kedua tentang mutaba'ah (kesesuaian dengan sunnah)

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
"Supaya (Allah) memintai pertanggungjawaban orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka." (QS Al-Ahzab 8).

Apabila orang-orang yang benar saja dimintai pertanggungjawaban atas kebenarannya, dan dihisab atasnya, lalu bagaimana dengan orang-orang yang dusta?

Faedah Muhasabah

1. Mengetahui aib diri
Barangsiapa tidak mengetahui aib dirinya sendiri, tidak mungkin mampu membuangnya. Yunus bin 'Ubaid berkata, "Aku benar-benar mendapati seratus bentuk kebajikan. Tetapi kulihat, tidak ada satu pun yang ada pada diriku."

Muhammad bin Wasi' berkata, "seandainya dosa-dosa itu mempunyai bau, sungguh tidak ada seorang pun yang sanggup duduk di dekatku."

Imam Ahmad meriwayatkan, Abu Darda' berkata, "Seseorang itu tidak memahami agama ini dengan baik sampai ia membenci orang lain karena Allah subhanahu wa ta'ala, kemudian ia kembali kepada nafsunya dan ia lebih membencinya lagi."

2. Mengetahui hak Allah terhadapnya.

Hal itu akan membuatnya mencela nafsunya sendiri serta membebaskannya dari ujub dan riya'. Juga membukakan pintu ketundukan, penghinaan diri, kepasrahan dihadapan-Nya, dan keputusasaan terhadap dirinya sendiri. Sesungguhnya keselamatan itu hanya dapat dicapai dengan ampunan dari Allah subhanahu wa ta'ala dan rahmat-Nya. Merupakan hak Allah subhanahu wa ta'ala untuk ditaati dan tidak dimaksiati, diingat dan tidak dilupakan, serta disyukuri dan tidak dikafiri.

Diambil dari: Tazkiyah An-Nafs, Konsep Penyucian Jiwa Menurut Para Salaf; Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, Ibnu Rajab al-Hambali, Imam Ghazali; Penerbit Pustaka Arafah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut