31 Desember 2009

Pengajian Masjid ALatieF Pasaraya Lt 5 Tanggal 30 Desember 2009

Event : Pengajian Masjid ALatieF Pasaraya Lt 5
Tanggal : 30 Desember 2009
Pembicara : Habbiburrahman El Shirazy
Tema : Kesenian Islam

Memahami Rahmat Islam

"Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam." (QS 21: 107). Ayat di atas sering dijadikan hujjah bahwa
Islam adalah agama rahmat. Itu benar. Rahmat Islam itu luas, seluas dan
seluwes ajaran Islam itu sendiri. Itu pun juga pemahaman yang benar.

Sebagian orang secara sengaja (karena ada maksud buruk) ataupun tidak
sengaja (karena pemahaman Islamnya yang tidak dalam), sering memaknai
ayat tersebut diatas secara menyimpang. Mereka ini mengartikan rahmat
Islam harus tercermin dalam suasana sosial yang sejuk, damai dan
toleransi dimana saja Islam berada, apalagi sebagai mayoritas.

Sementara dibaliknya sebenarnya ada tujuan lain atau kebodohan lain
yang justru bertentangan dengan Islam itu sendiri, misalnya
memboleh-bolehkan ucapan natal dari seorang Muslim terhadap umat
Nasrani atau bersifat permisive terhadap ajaran sesat yang tetapDi abad ini, Islam dicabar daripada berbagai-bagai sudut. Musuh menggunakan segala-galanya untuk menghancurkan Islam. Mereka mengetahui umat Islam mudah leka apabila diberikan kemewahan dan hiburan. Lantas mereka menggunakan tamadun kebendaan mereka dengan mengembangkan bidang seni bagi melalaikan umat dan terus menidurkan mereka. Natijahnya umat leka daripada sumber kekuatan mereka iaitu Al-Quran. Umat Islam di masa kini lebih gemar dan khusyuk mendengar lagu-lagu dendangan manusia daripada alunan bacaan atay-ayat suci Al-Quranul Karim.


Islam sebagai rahmat bagi alam semesta adalah tujuan bukan proses.
Artinya untuk menjadi rahmat bagi alam semesta bisa jadi umat Islam
harus melalui beberapa ujian, kesulitan atau peperangan seperti di
zaman Rasulullah. Walau tidak selalu harus melalui langkah sulit
apalagi perang, namun sejarah manapun selalu mengatakan kedamaian dan
kesejukan selalu didapatkan dengan perjuangan. Misalnya, untuk
menjadikan sebuah kota menjadi aman diperlukan kerjakeras polisi dan
aparat hukum untuk memberi pelajaran bagi pelanggar hukum. Jadi
logikanya, agar tercipta kesejukan, kedamaian dan toleransi yang baik
maka hukum Islam harus diupayakan dapat dijalankan secara kaffah.
Sebaliknya, jangan dikatakan bahwa umat Islam harus bersifat sejuk,
damai dan toleransi kepada pelanggar hukum dengan alasan Islam adalah
agama rahmat.

Mencari Rahmat Islam

Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke
dalam Islam secara keseluruhannya. Dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu,"
(QS al-Baqarah: 208)

Ada banyak dimensi dari universalitas ajaran Islam. Di antaranya
adalah, dimensi rahmat. Rahmat Allah yang bernama Islam meliputi
seluruh dimensi kehidupan manusia. Allah telah mengutus Rasul-Nya
sebagai rahmat bagi seluruh manusia agar mereka mengambil petunjuk
Allah. Dan tidak akan mendapatkan petunjuk-Nya, kecuali mereka yang
bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya. "Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik,"
(QS al-‘Ankabuut: 69).

Ternyata ulama salaf pun tidak semuanya sepakat untuk mengharamkan musik secara mutlaq.
Meski memang umumnya memakruhkan atau tidak menganjurkan seseorang untuk bermain musik.

Bahkan di dalam banyak bab fiqih memang kita temukan bahwa diantara jual beli yang diharamkan adalah memperjual belikan alat-alat musik.

Tapi sekali lagi, bila kita luaskan kajian kita dan menelaah pendapat fiqih,
maka kita pasti akan mendapatkan bahwa keharaman musik bukanlah sesuatu yang disepakati oleh semua ulama.

Bagaimana Islam berbicara tentang nyanyian dan musik?
Istilah yang biasa dipakai dalam madzhab Hanafi pada masalah nyanyian dan musik
sudah masuk dalam ruang lingkup maa ta’ummu bihi balwa (sesuatu yang menimpa orang banyak).

Sehingga pembahasan tentang dua masalah ini harus tuntas.

Dan dalam memutuskan hukum pada dua masalah tersebut, apakah halal atau haram,
harus benar-benar berlandaskan dalil yang shahih (benar) dan sharih (jelas).
Dan harus tajarud, yakni hanya tunduk dan mengikuti sumber landasan Islam saja yaitu Al- Qur’an, Sunnah yang shahih dan Ijma.
Tidak terpengaruh oleh watak atau kecenderungan perorangan dan adat-istiadat atau budaya suatu masyarakat.

Sebelum membahas pendapat para ulama tentang dua masalah tersebut dan pembahasan dalilnya.
Kita perlu mendudukkan dua masalah tersebut.
Nyanyian dan musik dalam Fiqh Islam termasuk pada kategori muamalah atau urusan dunia dan bukan ibadah.
Sehingga terikat dengan kaidah:Hukum dasar pada sesuatu (muamalah) adalah halal (mubah)..

Hal ini sesuai firman Allah SWT. :
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu? (QS Al-Baqarah 29).

Sehingga untuk memutuskan hukum haram pada masalah muamalah termasuk nyanyian dan musik
harus didukung oleh landasan dalil yang shahih dan sharih.

Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menetapkan kewajiban, janganlah engkau lalaikan,
menetapkan hudud, jangan engkau langgar, mengharamkan sesuatu jangan engkau lakukan.
Dan diam atas sesuatu, sebagai rahmat untukmu dan tidak karena lupa, maka jangan engkau cari-cari (hukumnya) ? (HR Ad-Daruqutni).

Halal adalah sesuatu yang Allah halalkan dalam kitab-Nya.
Dan haram adalah sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya.
Sedangkan yang Allah diamkan maka itu adalah sesuatu yang dima’afkan? (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut