21 Maret 2010

Kuliah Ahad Dhuha Masjid Raya Bani Umar Tanggal 21 Maret 2010

Event : Kuliah Ahad Dhuha
Tanggal : 21 Maret 2010
Pembicara :Prof Dr Said Agil Husein Al Munawar, MA
Tema: Kajian Hadist Dan Hukum Islam

Ilmu Mushtalah

1. Definisi Ilmu Mushtalah

Ulama mendefinisikan ilmu ini dengan perkataannya:

Adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang dengannya diketahui keadaan sanad dan matan dari segi penerimaan dan penolakannya.

Sanad : silsilah (rantai) rijal (perawi-perawi) yang bersambung sampai ke matan.

Matan : perkataan yang datang setelah akhir sanad.

2. Urgensi Ilmu Musthalah

Sangat banyak manfaat ilmu ini yang terpenting diantaranya adalah :

a. Membedakan antara hadits shohih dan dhoif.

Pada abad pertama setelah wafatnya Rasulullah shallallohu alaihi wasallam, sanad yang beredar adalah sanad yang shohih, sahabat meriwayatkan langsung dari Rasulullah shallallohu alaihi wasallam dan sahabat semuanya adil dan terpercaya. Namun setelah wafatnya Utsman bin Affan radhiyallohu anhu mulailah nampak bid’ah dan golongan sesat, serta mereka menambah, mengurangi dan memalsukan hadits nabi untuk memperkuat bid’ah mereka. Sebagaimana perkataan Muhammaf bin Sirrin : “Mereka (para sahabat) dulunya tidak pernah menanyakan tentang sanad, sampai terjadinya fitnah.

Maka ilmu ini dibuat untuk membedakan yang shohih dan yang dho’if.

b. Ilmu ini termasuk kunci untuk masuk dalam ilmu-ilmu syar’i yang lalu, seperti : Aqidah, Tafsir, Fiqh dan lain-lain.

Buku-buku maraji (rujukan) dari ilmu ini diriwayatkan dengan sanad.

c. Terhindar dari berdusta atas nama Rasulullah shallallohu alaihi wasallam

Karena meriwayatkan/menyebutkan hadits palsu dan lemah, sementara dia mengetahuinya atau tidak hati-hati dan teliti, itu artinya dia telah berdusta atas Rasulullah shallallohu alaihi wasallam.

Imam Muslim meriwayatkan dalam muqoddimah shohihnya, Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda : “Siapa yang meriwayatkan hadits sementara ia tahu bahwa (hadits) itu dusta, maka dia termasuk salah seorang dari pendusta.”

Dan Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda dalam hadits mutawatir : “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.”

d. Dapat membangkitkan rasa tenang dalam hati tentang janji Allah Azza wa Jalla untuk menjaga syari’at ini, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Sesungguhnya Kami yang menurunkan (Al-Qur’an) dan kami pulalah yang menjaganya.” (QS. Al Hijr :9)

3. Sejarah Perkembangan Ilmu Musthalah.

Secara umum kita dapat membagi sejarah perkembangan ilmu musthalah menjadi empat marhalah (tahapan zaman) :

1. Marhalah pertama dimana sahabat Rasulullah shallallohu alaihi wasallam menghafal hadits-hadits beliau, safar untuk mengumpulkan dan mencocokkannya dan menulisnya pada shohifah (lembaran-lembaran), seperti : Shohifah Ali bin Abi Tholib, Abdullah bin ‘Amr, dan lain-lain.
2. Marhalah penulisan sunnah secara resmi ketika Umar bin Abdul Azis rahimahulloh memerintahkan untuk menyebarkan ilmu dan menulisnya, maka dikumpullah hadits-hadits Rasulullah shallallohu alaihi wasallam dan perkataan sahabat yang mana disela-selanya terdapat faidah-faidah dan isyarat-isyarat yang pada akhirnya Muhadditsin (ahli hadits) menjadikannya sebagai dasar ilmu musthalah, diantaranya Kitab Sunan Abi Daud, Musnad Ahmad, dan lain-lain.
3. Marhalah pemisahan faidah-faidah tersebut yang merupakan dasar ilmu musthalah dari kitab-kitab hadits, maka dikumpulkan ilmu-ilmu yang serupa pada kitab tersendiri, seperti Kitab Al ’Ilal oleh Ali bin Madini, Kitab Marasiil oleh Abu Daud, dan lain-lain.
4. Marhalah penggabungan setelah pemisahan. Ilmu-ilmu yang telah dipisahkan tadi seperti ‘Ilal dan Marasiil dan lain-lain digabung dalam satu kitab sebagai ilmu tersendiri yaitu Ilmu Musthalah Hadits. Maka orang yang pertama melakukan hal itu adalah Abu Muhammad Hasan bin Abdur Rahman Al Romahurmuzi (wafat : 360H) dan menamakan kitabnya Al Muhaddits Al Fashil baina Ar Rowi wal Wa’iy Tapi kitab ini belum sempurna dan belum mencakup semua jenis istilah hadits. Kemudian datang setelahnya Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Hakim (wafat :405 H) dan mengarang kitab : Ma’rifah Ulum Al Hadits di dalamnya beliau menyebutkan 54 jenis istilah hadits dan kitab ini lebih unggul dari kitab yang pertama dari segi pengaturannya, kemudian setelahnya datang Abu Nu’aim Ahmad Al Ashbahani (wafat : 430 H) dan mengarang Mustahkraj atas kitabnya Al Hakim.

Kemudian datang setelahnya Al Muhaddits Abu Bakar Ahmad bin Ali yang terkenal dengan gelar Al Khatib Al Baghdadi (wafat : 463 H) dan mengarang kitab Ushulul Hadits dan diberi nama : Al Kifayah. Berkata Ibnu Nuqthoh : semua muhadditsin (ulama hadits) setelah Al Khatib merujuk pada buku-buku beliau. Kemudian datang setelahnya Al Qhadhi ‘Iyadh (wafat : 544 H) dan mengarang kitab Al Ilmaa’.

Setelah mereka datang Abu Hafs Umar bin Abdul Majid Al Mayanji (wafat : 580 H) dan mengarang kitab “Ma la Yasa’ul Muhaddits Jahluhu”. Setelah itu para ulama hadits terus mengarang kitab-kitab musthalah hadits dan semakin menyempurnakannya sampai datang Abu ‘Amr Ibn Shalah Utsman bin Abdur Rahman Ash Shaharzuri (wafat : 643).

Ketika mengajar di Madrasah Asyrafiyah di Damaskus dan mengarang kitab “Ulumul Hadits” yang kemudian masyhur dengan nama “Muqoddimah Ibnu Shalah”, kitab ini lebih sempurna dari kitab-kitab sebelumnya yang mana mencakup 65 jenis istilah hadits.

Diantara keistimewaan kitab ini, telah disusun dengan teliti dan bab-bab yang teratur serta mentarjih beberapa masalah istilah hadits. Dan orang-orang yang datang setelah beliau menjadikan bukunya sebagai rujukan dalam Ilmu Musthalah Hadits.

4. Pembagian “Khabar”dari beberapa tinjauan

Al Khabar : apa saja yang datang dari Nabi dan selainnya berupa perkataan atau perbuatan atau persetujuan. Ada yang mengatakan bahwa Khabar itu sinonim dari hadits.

Pembagian Khabar ditinjau dari segi sampainya kepada kita terbagi dua :

a. Khabar Mutawatir : khabar yang diriwayatkan oleh jumlah yang banyak yang mustahil (menurut kebiasaan) mereka semua sepakat berdusta.

Syarat hadits (khabar) mutawatir :

1. diriwayatkan oleh jumlah yang banyak.

2. jumlah ini terdapat di seluruh thabaqot sanad.

3. mustahil mereka sepakat untuk berdusta.

4. sandaran khabar mereka adalah indra (perasa).

b. Khabar Ahad : khabar (hadits) yang tidak terpenuhi padanya syarat-syarat hadits mutawatir.

Khabar Ahad dipandang dari segi diterima dan ditolaknya terbagi menjadi dua :

1. Maqbul (diterima)

Khabar Maqbul : khabar (hadits) yang dijadikan hujjah.

Dan khabar maqbul terbagi menjadi 4 :

a. Shahih lizatihi

b. Shahih lighoirihi

c. Hasan lizatihi

d. Hasan lighairihi.

2. Mardud (ditolak)

Khabar Mardud (dho’if) : hadits (khabar) yang tidak terkumpul padanya syarat hadits maqbul.

Jenisnya sangat banyak sebagian ulama menyebutkan sampai pada 49 jenis, dan dapat kita kelompokkan menjadi 4 kelompok besar :

1. Sanadnya yang terputus (tidak bersambung), seperti :

a. Mu’allaq

b. Mursal

c. Munqothi’

d. Mu’dhol

e. Mudallas.

2. Perawinya yang cacat.

Ada 10 sebab, 5 diantaranya karena cacat “adalah nya” dan sisanya karena cacat hafalannya.

a. Dusta atas nabi dan haditsnya dinamakan Maudhu’

b. Tertuduh berdusta akibat dusta atas orang lain selain nabi dan haditsnya dinamakan Matruk

c. Kefasikan yang tidak sampai kepada kekufuran dan haditsnya dinamakan Matruk

d. Jahala (tidak dikenal) perawinya dan haditsnya Majhul.

e. Perawinya mubtadi’ (pelaku bid’ah).

f. Banyak lalainya (Katsratul Gaflah) dan haditsnya Matruk.

g. Banyak salahnya (Katsratul Galath) dan haditsnya Matruk.

h. Banyak kelirunya (Katsratul Wahm) dan hadits yang terdapat kekeliruan di dalamnya dinamakan Mu’all atau Mu’allal.

i. Menyelisihi perawi lain yang lebih kuat (tsiqah) dan haditsnya dinamakan Syadz.

j. Jelek hafalannya, yaitu kesalahan dan kebenarannya dalam riwayat seimbang atau lebih banyak salahnya.


Definisi hadits shohih :

hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sempurna hafalannya dari perawi yang sama (sifatnya), bersambung sanadnya dan tidak berillat serta syadz.

Hadits hasan :

hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, ringan (kurang sempurna) hafalannya, bersambung sanadnya dan tidak berillat dan syadz.

Adil :

seorang muslim berakal yang sudah baligh yang selamat dari kefasiqan.

Berillat :

hadits yang pada zhohirnya selamat darinya, tetapi pada hakikatnya (setelah diteliti) adal illat yang dapat melemahkan hadits.

Syadz :

hadits yang salah seorang rawinya yang maqbul menyelisihi rawi lain yang lebih kuat darinya.


---

1. Imam Bukhori

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari atau lebih dikenal Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah bahkan dalam kitab-kitab Fiqih dan Hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.

2. Imam Muslim

Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisabur, atau sering dikenal sebagai Imam Muslim (821-875) dilahirkan pada tahun 204 Hijriah dan meninggal dunia pada sore hari Ahad bulan Rajab tahun 261 Hijriah dan dikuburkan di Naisaburi.
Beliau juga sudah belajar hadits sejak kecil seperti Imam Bukhari dan pernah mendengar dari guru-guru Al Bukhari dan ulama lain selain mereka. Orang yang menerima Hadits dari beliau ini, termasuk tokoh-tokoh ulama pada masanya. Ia juga telah menyusun beberapa karangan yang bermutu dan bermanfaat. Yang paling bermanfaat adalah kitab Shahihnya yang dikenal dengan Shahih Muslim. Kitab ini disusun lebih sistematis dari Shahih Bukhari. Kedua kitab hadits shahih ini; Shahih Bukhari dan Shahih Muslim biasa disebut dengan Ash Shahihain. Kadua tokoh hadits ini biasa disebut Asy Syaikhani atau Asy Syaikhaini, yang berarti dua orang tua yang maksudnya dua tokoh ulama ahli Hadits. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin terdapat istilah akhraja hu yang berarti mereka berdua meriwayatkannya.

3. Imam Abu Dawud

Imam Abu Dawud (817 / 202 H – meninggal di Basrah; 888 / 16 Syawal 275 H; umur 70–71 tahun) adalah salah seorang perawi hadits, yang mengumpulkan sekitar 50.000 hadits lalu memilih dan menuliskan 4.800 di antaranya dalam kitab Sunan Abu Dawud. Nama lengkapnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani. Untuk mengumpulkan hadits, beliau bepergian ke Arab Saudi, Irak, Khurasan, Mesir, Suriah, Nishapur, Marv, dan tempat-tempat lain, menjadikannya salah seorang ulama yang paling luas perjalanannya.
Bapak beliau yaitu Al Asy'ats bin Ishaq adalah seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari Hamad bin Zaid, dan demikian juga saudaranya Muhammad bin Al Asy`ats termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadits dan ilmu-ilmunya juga merupakan teman perjalanan beliau dalam menuntut hadits dari para ulama ahli hadits.

4. Imam Tirmidzi

Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah At Turmudzi (lebih dikenal sebagai Imam Turmudzi/ At Turmudzi/ At Tirmidzi) adalah seorang ahli hadits. Ia pernah belajar hadits dari Imam Bukhari. Ia menyusun kitab Sunan At Turmudzi dan Al Ilal. Ia mengatakan bahwa dia sudah pernah menunjukkan kitab Sunannya kepada ulama ulama Hijaz, Irak dan Khurasan dan mereka semuanya setuju dengan isi kitab itu. Karyanya yang mashyur yaitu Kitab Al-Jami’ (Jami’ At-Tirmizi). Ia juga tergolonga salah satu "Kutubus Sittah" (Enam Kitab Pokok Bidang Hadits) dan ensiklopedia hadits terkenal.
Al Hakim mengatakan "Saya pernah mendengar Umar bin Alak mengomentari pribadi At Turmudzi sebagai berikut; kematian Imam Bukhari tidak meninggalkan muridnya yang lebih pandai di Khurasan selain daripada Abu 'Isa At Turmudzi dalam hal luas ilmunya dan hafalannya."

5. Imam An Nasa'i

Imam Nasa`i dengan nama lengkapnya Ahmad bin Syu'aib Al Khurasany, Beliau terkenal dengan nama An Nasa`i karena dinisbahkan dengan kota Nasa'i salah satu kota di Khurasan. Ia dilahirkan pada tahun 215 Hijriah demikian menurut Adz Dzahabi. Dan beliau meninggal dunia pada hari Senin tanggal 13 Shafar 303 Hijriah di Palestina dan beliau dikuburkan di Baitul Maqdis.
Beliau menerima Hadits dari Sa'id, Ishaq bin Rawahih dan ulama-ulama lainnya selain itu dari kalangan tokoh ulama ahli hadits yang berada di Khurasanb, Hijaz, Irak, Mesir, Syam, dan Jazirah Arab. Ia termask diantara ulama yang ahli di bidang ini dan karena ketinggian sanad hadtsnya. Ia lebih kuat hafalannya menurut para ulama ahli hadits dari Imam Muslim dan kitab Sunan An Nasa`i lebih sedikit hadits dhaifnya (lemah) setelah Hadits Sahih Bukhari dan Sahih Muslim

---

Kebiasaan Nabi Muhammad dalam tidur :

1. Tidur dalam keadaan suci
2. Tidur di atas bahu sebelah kanan
3. Meletakkan tangan di bawah pipi
4. Meniup kedua tangan dan membaca do’a lalu mengusapkannya ke badan
5. Tidak suka tidur sebelum Isya’
6. Tidur pada awal malam dan bangun di sepertiga akhir
7. Berwudlu dulu jika akan tidur dalam keadaan junub
8. Berdo’a sebelum dan setelah bangun tidur
9. Membaca do’a jika terjaga dari tidur
10. Tidur matanya namun tidak tidur hatinya
11. Menyilangkan kaki jika tidur di masjid
12. Tidur hanya beralaskan tikar
13. Tidak menyukai tidur tengkurap

---

1) Pada awalnya Rasulullah shollollahu’alaihiwasallam melarang para sahabat menuliskan Hadits, karena dikhawatirkan akan bercampur-baur penulisannya dengan Al-qur’an.

2) Perintah untuk menuliskan Hadits yang pertama kali adalah oleh khalifah Umar bin abdul aziz. Beliau menulis surat kepada gubernurnya di Madinah yaitu Abu bakar bin Muhammad bin amr hazm al-alsory untuk membukukan Hadits.

3) Ulama yang pertama kali mengumpulkan Hadits adalah Ar-robi bin sobiy dan Said bin abi arobah, akan tetapi pengumpulan Hadits tersebut masih acak (tercampur antara yang sohih dengan, dhoif, dan perkataan para sahabat.

4) Pada kurun ke-2 imam Malik menulis kitab Al-muwatho di Madinah, di Makkah Hadits dikumpulkan oleh Abu muhammad abdul malik bin ibnu juraiz, di Syam oleh imam Al-auza i, di Kuffah oleh Sufyan at-tsauri, di Basroh oleh Hammad bin salamah.

5) Pada awal abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab-kitab musnad (seperti musnad Na’im ibnu hammad).

6) Pada pertengahan abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab shohih Bukhori dan Muslim.

PEMBAHASAN

Ilmu Hadits :
ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak.

Hadits :
Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah shollollahu’alaihiwasallam, berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat (lahiriyah dan batiniyah).

Sanad :
Mata rantai perawi yang menghubungkannya ke matan.

Matan :
Perkataan-perkataan yang dinukil sampai ke akhir sanad.

PEMBAGIAN HADITS

Dilihat dari konsekuensi hukumnya :

1) Hadits Maqbul (diterima) : terdiri dari Hadits sohih dan Hadits Hasan
2) Hadits Mardud (ditolak) : yaitu Hadits dhoif

Penjelasan :

HADITS SOHIH :

Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini :

1. Sanadnya bersambung (telah mendengar/bertemu antara para perawi).
2. Melalui penukilan dari perawi-perawi yang adil.

Perawi yang adil adalah perawi yang muslim, baligh (dapat memahami perkataan dan menjawab pertanyaan), berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan rusaknya kehormatan (contoh-contoh kefasikan dan rusaknya kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan bid’ah, termasuk diantaranya merokok, mencukur jenggot, dan bermain musik).

3. Tsiqoh (yaitu hapalannya kuat).
4. Tidak ada syadz
(syadz adalah seorang perawi yang tsiqoh menyelisihi perawi yang lebih tsiqoh darinya.
5. Tidak ada illat atau kecacatan dalam Hadits

Hukum Hadits sohih : dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

HADITS HASAN :

Yaitu Hadits yang apabila perawi-perawinya yang hanya sampai pada tingkatan soduq (tingkatannya berada dibawah tsiqoh).

Soduq : tingkat kesalahannya 50: 50 atau di bawah 60% tingkat ke tsiqoan-nya.

Soduq bisa terjadi pada seorang perawi atau keseluruhan perawi pada rantai sanad.

Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqo-an seorang perawi adalah dengan memberikan ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu menyebutkan lebih dari 60 hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap tsiqoh.

Hukum Hadits Hasan : dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

HADITS HASAN SHOHIH

Penyebutan istilah Hadits hasan shohih sering disebutkan oleh imam Thirmidzi. Hadits hasan shohih dapat dimaknai dengan 2 pengertian :

- Imam Thirmidzi mengatakannya karena Hadits tersebut memiliki 2 rantai sanad/lebih. Sebagian sanad hasan dan sebagian lainnya shohih, maka jadilah dia Hadits hasan shohih.

- Jika hanya ada 1 sanad, Hadits tersebut hasan menurut sebagian ulama dan shohih oleh ulama yang lainnya.

HADITS MUTTAFAQQUN ‘ALAIHI

Yaitu Hadits yang sepakat dikeluarkan oleh imam Bukhori dan imam Muslim pada kitab shohih mereka masing-masing.

TINGKATAN HADITS SHOHIH

- Hadits muttafaqqun ‘alaihi
- Hadits shohih yang dikeluarkan oleh imam Bukhori saja
- Hadits shohih yang dikeluarkan oleh imam Muslim saja
- Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhori dan Muslim, serta tidak dicantumkan pada kitab-kitab shohih mereka.
- Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhori
- Hadits yang sesuai dengan syarat Muslim
- Hadits yang tidak sesuai dengan syarat Bukhori dan Muslim

Syarat Bukhori dan Muslim : perawi-perawi yang dipakai adalah perawi-perawi Bukhori dan Muslim dalam shohih mereka.

HADITS DHOIF

Hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits shohih dan Hasan.

Hukum Hadits dhoif : tidak dapat diamalkan dan tidak boleh meriwayatkan Hadits dhoif kecuali dengan menyebutkan kedudukan Hadits tersebut.Hadits dhaif berbeda dengan hadits palsu atau hadits maudhu`. Hadits dhaif itu masih punya sanad kepada Rasulullah SAW, namun di beberapa rawi ada dha`f atau kelemahan. Kelemahan ini tidak terkait dengan pemalsuan hadits, tetapi lebih kepada sifat yang dimiliki seorang rawi dalam masalah dhabit atau al-`adalah. Mungkin sudah sering lupa atau ada akhlaqnya yang kurang etis di tengah masyarakatnya. Sama sekali tidak ada kaitan dengan upaya memalsukan atau mengarang hadits.

Yang harus dibuang jauh-jauh adalah hadits maudhu`, hadits mungkar atau matruk. Dimana hadits itu sama sekali memang tidak punya sanad sama sekali kepada Rasulullah SAW. Wlau yang paling lemah sekalipun. Inilah yang harus dibuang jauh-jauh. Sedangkan kalau baru dha`if, tentu masih ada jalur sanadnya meski tidak kuat. Maka istilah yang digunakan adalah dha`if atau lemah. Meski lemah tapi masih ada jalur sanadnya.

Karena itulah para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits dha`if, dimana sebagian membolehkan untuk fadha`ilul a`mal. Dan sebagian lagi memang tidak menerimanya. Namun menurut iman An-Nawawi dalam mukaddimahnya, bolehnya menggunakan hadits-hadits dhaif dalam fadailulamal sudah merupakan kesepakatan para ulama.

---

Mazhab

Mazhab adalah istilah dari bahasa Arab, yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah

Mazhab menurut ulama fiqih, adalah sebuah metodologi fiqih khusus yang dijalani oleh seorang ahli fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain, yang menghantarkannya memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu'. Ini adalah pengertian mazhab secara umum, bukan suatu mazhab khusus

Mazhab yang digunakan secara luas saat ini antara lain mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi'i dan mazhab Hambali dari kalangan Sunni. Sementara kalangan Syi'ah memiliki mazhab Ja'fari, Ismailiyah dan Zaidiyah.

1. Sunni

Sunni atau lebih dikenal dengan Ahlus-Sunnah wal Jama'ah pada awal mula perkembangannya banyak memiliki aliran, ada beberapa sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in yang dikenal memiliki aliran masing-masing. Sampai kemudian terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim Sunni. Di dalam keyakinan Sunni, empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti, perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental.

2. Hanafi

Didirikan oleh Imam Abu Hanifah, Mazhab Hanafi adalah yang paling dominan di dunia Islam (sekitar 45%), penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa), Mesir bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon dan Palestina (campuran Syafi'i dan Hanafi), Kaukasia (Chechnya, Dagestan).

3. Maliki

Didirikan oleh Imam Malik, diikuti oleh sekitar 25% muslim di seluruh dunia. Mazhab ini dominan di negara-negara Afrika Barat dan Utara. Mazhab ini memiliki keunikan dengan menyodorkan tatacara hidup penduduk Madinah sebagai sumber hukum karena Nabi Muhammad hijrah, hidup, dan meninggal di sana; dan terkadang kedudukannya dianggap lebih tinggi dari hadits.

4. Safi'i

Dinisbatkan kepada Imam Syafi'i memiliki penganut sekitar 28% muslim di dunia. Pengikutnya tersebar terutama di Indonesia, Turki, Irak, Syria, Iran, Mesir, Somalia, Yaman, Thailand, Singapura, Filipina, Sri Lanka dan menjadi mazhab resmi negara Malaysia dan Brunei.

5. Hambali

Dimulai oleh para murid Imam Ahmad bin Hambal. Mazhab ini diikuti oleh sekitar 5% muslim di dunia dan dominan di daerah semenanjung Arab. Mazhab ini merupakan mazhab yang saat ini dianut di Arab Saudi.

6. Syi'ah

Syi'ah atau lebih dikenal lengkapnya dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali pada awal mula perkembangannya juga banyak memiliki aliran. Namun demikian hanya tiga aliran yang masih ada sampai sekarang, yaitu Itsna 'Asyariah (paling banyak diikuti), Ismailiyah dan Zaidiyah. Di dalam keyakinan utama Syi'ah, Ali bin Abu Thalib dan anak-cucunya dianggap lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan sebagai khalifah dan imam bagi kaum muslimin. Di antara ketiga mazhab Syi'ah terdapat perbedaan dalam hal siapa saja yang menjadi imam dan pengganti para imam tersebut pada saat ini.

7. Ja'fari

Mazhab Ja'fari atau Mazhab Dua Belas Imam (Itsna 'Asyariah) adalah mazhab dengan penganut yang terbesar dalam Muslim Syi'ah. Dinisbatkan kepada Imam ke-6, yaitu Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Keimaman kemudian berlanjut yaitu sampai Muhammad al-Mahdi bin Hasan al-Asykari bin Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawad bin Ali ar-Ridha bin Musa al-Kadzim bin Ja'far ash-Shadiq. Mazhab ini menjadi mazhab resmi dari Negara Republik Islam Iran.

8. Ismailiyah

Mazhab Ismaili atau Mazhab Tujuh Imam berpendapat bahwa Ismail bin Ja'far adalah Imam pengganti ayahnya Jafar as-Sadiq, bukan saudaranya Musa al-Kadzim. Dinisbatkan kepada Ismail bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Garis Imam Ismailiyah sampai ke Imam-imam Aga Khan, yang mengklaim sebagai keturunannya.

9. Zaidiyah

Mazhab Zaidi atau Mazhab Lima Imam berpendapat bahwa Zaid bin Ali merupakan pengganti yang berhak atas keimaman dari ayahnya Ali Zainal Abidin, ketimbang saudara tirinya, Muhammad al-Baqir. Dinisbatkan kepada Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Setelah kematian imam ke-4, Ali Zainal Abidin, yang ditunjuk sebagai imam selanjutnya adalah anak sulung beliau yang bernama Muhammad al-Baqir, yang kemudian diteruskan oleh Ja'far ash-Shadiq. Zaid bin Ali menyatakan bahwa imam itu harus melawan penguasa yang zalim dengan pedang. Setelah Zaid bin Ali syahid pada masa Bani Umayyah, ia digantikan anaknya Yahya bin Zaid.

10. Khawarij

Mazhab Khawārij mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya karena melakukan takhrif (perdamaian} dengan Muawiyah bin Abu Sufyan yang mereka anggap zalim. Awalnya mazhab ini berpusat di daerah Irak bagian selatan. Kaum Khawārij umumnya fanatik dan keras dalam membela mazhabnya, serta memiliki pemahaman tekstual Al-Quran yang berbeda dari Sunni dan Syi'ah.

---

Amalan yang utama :

Hadist : Dari Abdullah bin Mas’ud katanya, “Aku berta kpd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amal-amal yg paling utama dan dicintai Allah ? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, Pertama shalat pada waktu (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kpd kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah” - HR Bukhari

---

Hadist Qudsi

Hadits Qudsi adalah perkataan dari Nabi Muhammad SAW berdasarkan firman Allah SAW. Berbeda dengan Al Qur’an yang pilihan katanya langsung dari Allah, hadits qudsi merupakan perkataan Rasulullah (pilihan kata oleh Rasulullah), tetapi tetap berdasarkan firman Allah. Dan juga berbeda dengan hadits, yang mengacu langsung pada perkataan dan perbuatan Rasulullah.

Rasulullah terkadang menyampaikan suatu pelajaran kepada para sahabat, dengan menceritakan bahwa hal tersebut diterima dari Alloh swt, namun pelajaran tersebut berbeda dengan Al Qur’an dari sudut pandang uslubnya ( susunan kalimatnya ). Pelajaran tersebut merupakan pemberian atau hembusan dari alam kesucian yang disebut hadits qudsi atau hadits ilahi dan rabbani ( Subhi As Sholih, Ulumul hadits wa mustholahuhu )

Adapun bentuk kalimat yang biasa dipakai oleh ulama salaf dalam periwayatan hadits qudsi adalah Qola Rasululloh Saw Fima Yurwa ‘an Rabbihi ( Rasululloh bersabda sebagaimana yang diriwayatkan dari Tuhannya ). Sedangkan ulama kholaf memiliki cara tersendiri yaitu ” qolahu ta’ala fima rawahu ‘anhu Rasululloh Saw ( Alloh berfirman sebagaimana diriwayatkan oleh Rasulullah Saw ).

Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat hadist qudsi ini, sebagian ulama seperti Abu Al Biqai berpendapat bahwa hadits qudsi merupakan wahyu Alloh yang dihembuskan kepada pribadi Nabi baik melalui ilham maupun mimpi sedangkan susunan redaksinya dilakukan oleh Rasulullah Saw sendiri. Artinya hadits qudsi adalah maknanya dari Alloh sedangkan lafadznya dari Rasulullah Saw.

Jika pemahaman hadits qudsi seperti ini jelas tidak menimbulkan masalah. namun sementara ulama berpendapat, bahwa hadits qudsi adalah makna dan lafadznya dua-duanya dari Alloh Swt. Kalau demikian jelas akan menimbulkan masalah sebab Al Qur’an juga begitu lafadz dan maknanya dari Alloh. Oleh sebab itu perlu dibuat rumusan yang jelas tentang perbedaan antara Al Qur’an dengan hadits qudsi agar tidak terjadi kerancuan dalam memberikan interpretasi.

Dr Syu’ban Muhammad Ismail dalam kitabnya Ma’a Al Qur’an Al Karin Fi Tarikhihi menulis sebelas perbedaan pokok antara Al Qur’an dan hadits qudsi, antara lain :

1. Al Qur’an adalah wahyu yang jelas, artinya Al Qur’an diturunkan oleh Alloh melalui Jibril kepada Nabi Muhammad yang dalam keadaan sadar, sedangkan hadits qudsi bisa jadi diterima dalam bentuk ilham ataupun mimpi.

2. Al Qur’an merupakan mukjizat sehingga tidak ada seorangpun yang dapat menandinginya, ia juga terjaga dari perubahan, sedangkan hadits qudsi tidak.

3. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah sedangkan hadits qudsi tidak demikian.

4. Bagi orang yang hadats dilarang menyentuh al qur’an dan bagi yang junub dilarang menyentuh dan membacanya, sedangkan hadist qudsi tidak.

5. Al Qur’an tidak boleh diriwayatkan dengan maknanya saja, sedangkan hadits qudsi boleh.

6. Al Qur’an diriwayatkan secara mutawatir, sedangkan hadits qudsi diriwayatkan secara ahad.

7. Menurut Imam Ahmad dilarang menjual Al Qur’an sementara Imam Syafi’i Makruh, sedangkan hadist Qudsi tidak demikian.

8. Al Qur’an merupakan bacaan tertentu dalam sholat, tidak sah sholat seseorang bila tidak membaca Al Qur’an sedangkan hadits qudsi tidak.

9. Orang yang mengingkari Al Qur’an termasuk kafir, sedangkan pengingkaran terhadap hadits qudsi tidak termasuk kafir.

10. Lafadz Al Qur’an berasal dari Alloh, sedangkan hadist qudsi berasal dari Nabi Saw.

11. Bagian-bagian dari Al Qur’an disebut ayat dan surat sedangkan hadist qudsi tidak demikian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sri Wahyuningsih

Sri Wahyuningsih
Sri Wahyuningsih

Pengikut